Studi: Anak-Anak tak Boleh Dipaksa Gunakan Masker

Kadar karbon dioksida capai level tak aman setelah tiga menit anak memakai masker.

EPA
Pelajar International American School di Barcelona, Spanyol tampak mengenakan masker saat ke sekolah, September 2020. Peneliti mengingatkan, anak-anak sebaiknya tak dipaksa mengenakan masker.
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh tim ilmuwan dari Polandia, Jerman, dan Austria menunjukkan bahwa anak-anak tidak boleh dipaksa menggunakan masker. Lewat publikasi di JAMA Network, mereka mengingatkan bahwa tingkat karbon dioksida yang tidak aman tercapai setelah tiga menit anak memakai masker.

Analisis studi dilakukan dengan melibatkan 45 anak dengan rentang usia enam hingga 17 tahun. Namun, kebanyakan anak yang terlibat berusia 10 tahun.

Para peneliti dalam studi menyebutkan, udara terbuka terdiri dari sekitar 0,04 persen karbon dioksida berdasarkan volume. Sementara itu, Kantor Lingkungan Federal Jerman membatasi volume karbon dioksida yang dapat diterima di ruangan tertutup pada 0,2 persen (2.000 ppm). 

Baca Juga

Untuk melakukan penelitian, tim pertama-tama mengukur kadar karbon dioksida awal tanpa masker selama tiga menit. Untuk setiap masker, tim mengukur karbon dioksida di udara yang dihirup maupun diembuskan selama tiga menit.

Selain itu, dipantau pula kandungan karbon dioksida selama tiga menit inhalasi saja dan kandungan karbon dioksida selama tiga menit pernapasan saja. Hasil menunjukkan tingkat karbon dioksida melebihi tingkat yang dapat diterima setelah tiga menit dengan faktor di antaranya adalah rata-rata berkisar antara 13.120 dan 13.910 bagian per juta (ppm) di udara yang dihirup di balik masker bedah dan filter facepiece 2 (FFP2).

"Anak-anak yang paling muda memiliki nilai tertinggi, dengan tingkat karbon dioksida satu anak berusia tujuh tahun diukur pada 25.000 ppm," tulis para peneliti, mencatat anak-anak memakai masker di sekolah rata-rata sekitar 270 menit atau 4,5 jam, seperti dilansir Fox News, Sabtu (3/7).

Meski demikian, studi memiliki keterbatasan, seperti sifat jangka pendek dalam pengaturan seperti laboratorium, dan kemungkinan anak-anak mungkin khawatir saat sedang belajar. Para peneliti mengutip temuan terpisah dari beberapa keluhan terkait pemakaian masker di antara lebih dari 25 ribu anak-anak, yang diperoleh melalui pendaftaran daring di University of Witten/Herdecke.

Beberapa keluhan umum yang disampaikan oleh orang tua atas nama anak mereka antara lain mudah marah (60 persen), sakit kepala (53 persen), dan sulit berkonsentrasi (50 persen). Sementara para peneliti tidak dapat menemukan hubungan sebab-akibat antara penggunaan masker dan keluhan karena keterbatasan penelitian, namun ini dikatakan dapat dipahami sebagai konsekuensi dari peningkatan kadar karbon dioksida di udara yang dihirup anak-anak.

"Ini karena volume ruang tertutup masker, yang mengumpulkan karbon dioksida yang dihembuskan dengan cepat setelah waktu yang singkat. Karbon dioksida bercampur dengan udara segar dan meningkatkan kandungan karbon dioksida dari udara yang dihirup di bawah masker," jelas para peneliti dalam studi.

Para peneliti berpendapat bahwa masalah yang dilaporkan terkait dengan penggunaan masker dapat dikaitkan dengan hiperkapnia atau penumpukan karbon dioksida dalam aliran darah. Itu dapat terjadi ketika paru-paru tidak menerima cukup oksigen dan tidak cukup karbon dioksida dilepaskan.

Karena itu, peneliti menyarankan agar para pembuat keputusan menimbang bukti kuat yang dihasilkan oleh pengukuran eksperimental, yang menunjukkan bahwa anak-anak tidak boleh dipaksa untuk memakai masker.

Peneliti lain berpendapat anak-anak tidak boleh memakai masker, terlepas dari status vaksinasi karena risiko infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) yang rendah. Tracy Beth Høeg, ahli epidemiologi dan peneliti asosiasi di University of California di Davis, pernah menuliskan opini tentang hal ini, dengan mengutip risiko yang sangat jarang dari hasil buruk seperti rawat inap dan kematian setelah infeksi virus pada anak-anak.

"Untuk alasan itu, sekolah harus mencabut persyaratan masker untuk anak-anak, terutama di luar ruangan. Mereka juga harus menghilangkan aturan penggunaan pelindung wajah, dan pembersihan mendalam, yang tidak pernah didukung oleh ilmu pengetahuan,” tulis penjelasan opini tersebut.

Pedoman tahun ajaran 2020-2021 dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC) menyebut bahwa agar penggunaan masker dan menjaga jarak sangat disarankan di tengah strategi mitigasi lainnya untuk mengurangi risiko infeksi di ruang kelas.

Hingga saat ini, anak-anak di bawah usia 12 tahun belum memenuhi syarat untuk menerima vaksin Covid-19 di Amerika Serikat, meskipun Pfizer mengharapkan untuk mengajukan persetujuan darurat untuk penggunaan vaksin Covid-19 pada anak-anak berusia lima hingga 11 tahun pada musim gugur. Anak-anak berusia 12 tahun ke atas melihat persetujuan yang diperluas untuk vaksin pada pertengahan Mei, dan data federal menunjukkan lebih dari 3,3 juta remaja berusia 12-15 tahun telah divaksinasi sepenuhnya.

Sementara itu, India telah memperbarui pedoman pemakaian masker untuk anak-anak. Berdasarkan pedoman baru penanganan Covid-19 pada anak yang dirilis Dirjen Pelayanan Kesehatan India, anak berusia lima tahun ke bawah tidak wajib memakai masker.

Sementara itu, anak yang berada dalam kelompok usia 6-11 tahun dapat memakai masker sesuai dengan kemampuannya menggunakan masker secara aman dan tepat di bawah pengawasan langsung orang dewasa. Sebelumnya, hanya anak-anak di bawah usia dua tahun yang tidak diwajibkan memakai masker.

Konsultan pediatri Columbia Asia Hospital, Dr Sudip Chowdhury, mengatakan bahwa masker wajah bisa digunakan dengan aman oleh semua anak berusia dua tahun ke atas. Sebagian besar anak dengan kondisi kesehatan khusus pun dapat mengenakannya.

"Anak-anak tidak boleh memakai masker jika mereka berusia di bawah dua tahun karena risiko kesulitan bernapas,” kata Dr Chowdhury.

Itu artinya, anak-anak yang tidak memakai masker harus tetap berada di lingkungan yang aman dari risiko penularan Covid-19.

 
Berita Terpopuler