PBB Desak Israel Segera Hentikan Pembangunan Permukiman

PBB menyebut Israel secara terang-terangan melanggar hukum internasional.

AP Photo/Mahmoud Illean
PBB Desak Israel Segera Hentikan Pembangunan Permukiman. Militer Israel menghancurkan bangunan milik warga Palestina di Sur Baher, Yerusalem Timur, Senin (22/7) waktu setempat.
Rep: Mabruroh Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan Israel secara terang-terangan melanggar hukum internasional dengan memperluas permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem timur, Kamis (23/6). PBB menilai permukiman itu ilegal.

Baca Juga

PBB juga mendesak pemimpin pemerintahan baru Israel Naftali Bennett segera menghentikan perluasan mereka. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan utusan Timur Tengah PBB Tor Wennesland melaporkan implementasi resolusi Dewan Keamanan 2016 menyatakan permukiman tersebut tidak memiliki validitas hukum. PBB menuntut penghentian ekspansi mereka di Tepi Barat dan Yerusalem timur. 

Wennesland mengatakan dalam sebuah pengarahan kepada dewan, dalam laporan setebal 12 halaman, bahwa dia sangat terganggu dengan persetujuan Israel atas rencana menambah 540 unit rumah ke permukiman Har Homa di Yerusalem timur serta pendirian pos-pos permukiman. Dia mengatakan itu ilegal juga di bawah hukum Israel.

“Saya sekali lagi menggarisbawahi, dengan tegas, permukiman Israel merupakan pelanggaran mencolok terhadap resolusi PBB dan hukum internasional. Mereka adalah hambatan utama bagi pencapaian solusi dua negara dan perdamaian yang adil, langgeng, dan komprehensif. Kemajuan semua aktivitas permukiman harus segera dihentikan,” kata utusan PBB itu, dilansir dari Arab News, Jumat (25/6).

Israel sendiri membantah permukimannya ilegal. Guterres dan Wennesland meminta pihak berwenang Israel mengakhiri pembongkaran rumah-rumah Palestina dan properti lainnya dan pemindahan orang-orang Palestina.

Mereka mendesak Israel menyetujui rencana yang akan memungkinkan komunitas ini membangun secara legal dan memenuhi kebutuhan pembangunan mereka. Resolusi Desember 2016,  pada minggu-minggu terakhir pemerintahan Obama, juga menyerukan langkah-langkah segera mencegah semua tindakan kekerasan terhadap warga sipil dan mendesak Israel dan Palestina menahan diri dari tindakan provokatif, hasutan, dan retorika inflamasi.

Ia juga meminta semua pihak memulai negosiasi mengenai masalah status akhir dan mendesak upaya diplomatik internasional dan regional yang intensif untuk membantu mengakhiri konflik Israel-Palestina. Guterres dan Wennesland menjelaskan 4,5 tahun setelah adopsi resolusi, tidak satu pun dari banding ini telah dipenuhi.

Wennesland mengatakan, periode antara Maret dan Juni yang tercakup dalam laporan itu menyaksikan peningkatan yang mengkhawatirkan dalam tingkat kekerasan antara Israel dan Palestina. Hal itu termasuk permusuhan antara Israel dan faksi-faksi di Gaza pada skala dan intensitas yang tidak terlihat selama bertahun-tahun.

Masih menurut Wennesland, gencatan senjata usai 11 hari perang Gaza bulan lalu tetap sangat rapuh. Karenanya, PBB bekerja sama dengan Israel, Palestina dan mitra termasuk Mesir untuk memperkuat gencatan senjata, memungkinkan masuknya bantuan darurat, seperti bantuan kemanusiaan dan menstabilkan situasi di Gaza.

Hamas yang menguasai Jalur Gaza menuntut pelonggaran signifikan dari blokade Israel. Israel mengatakan tidak akan mentoleransi bahkan serangan yang relatif kecil dari Gaza, termasuk peluncuran balon pembakar yang memicu serangan udara Israel pekan lalu.

“Saya mendesak semua pihak menahan diri dari langkah dan provokasi sepihak, mengambil langkah-langkah mengurangi ketegangan, dan membiarkan upaya ini berhasil. Setiap orang harus melakukan bagian mereka untuk memfasilitasi diskusi yang sedang berlangsung untuk menstabilkan situasi di lapangan dan menghindari eskalasi dahsyat lainnya di Gaza,” kata Wennesland kepada dewan.

Dia meminta semua faksi Palestina melakukan upaya serius untuk memastikan penyatuan kembali Gaza dan Tepi Barat di bawah satu pemerintah nasional yang sah dan demokratis. Gaza, kata dia, harus tetap menjadi bagian dari negara Palestina dan solusi dua negara.

Selama periode pelaporan Maret hingga Juni, Guterres mengatakan 295 warga Palestina, termasuk 42 wanita dan 73 anak-anak, dibunuh oleh pasukan keamanan Israel. Guterres mengatakan 90 anggota pasukan keamanan Israel dan 857 warga sipil Israel terluka oleh warga Palestina selama periode yang sama dalam bentrokan, insiden di mana batu dan bom api dilemparkan, penembakan roket dan mortir tanpa pandang bulu dan insiden lainnya.

https://www.arabnews.com/node/1882961/middle-east

 
Berita Terpopuler