Ragu Jumlah Rakaat Sholat, Harus Bagaimana?

Ulama dari berbagai mazhab mengemukaan pendapatnya.

dok. Republika
Ragu Jumlah Rakaat Sholat, Harus Bagaimana?
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konon, manusia tempatnya salah dan lupa. Maka tak heran, jika saat sholat pun, kita terkadang lupa atau ragu tentang jumlah rakaat yang telah dikerjakan. Apa yang harus kita lakukan jika terjadi hal seperti ini?

Baca Juga

Para ulama Syafi'iyah, Malikiyah, dan Hambaliyah menyatakan, jika seorang Muslim ragu-ragu tentang jumlah rakaat sholat yang telah dikerjakan, hendaklah berpegang atas dasar yang lebih meyakinkan, yaitu yang jumlahnya paling sedikit, kemudian menyempurnakan sholat dengan sisa rakaat yang belum dikerjakan.

Sedangkan, para ulama Hanafiyah memfatwakan, jika keraguannya dalam sholat itu merupakan yang pertama kali dalam hidupnya, ia harus mengulangi sholat itu dari permulaan. Dan, jika sebelumnya ia pernah ragu-ragu dalam sholatnya, hendaklah direnungkannya sejenak, kemudian melakukan menurut persangkaannya yang lebih kuat. 

Jika masih tetap ragu-ragu, ia harus menetapkan atas jumlah yang lebih sedikit karena yang demikian lebih meyakinkan. Menurut kalangan Imamiyah, jika keragu-raguan itu timbul pada sholat yang jumlahnya dua rakaat, seperti sholat subuh, sholat musafir, sholat Jumat, sholat Id (hari raya), sholat gerhana, atau pada sholat maghrib, atau pada dua rakaat pertama pada sholat yang jumlahnya empat rakaat, yaitu isya', zhuhur, dan ashar, sholatnya menjadi batal dan harus diulangi dari permulaan. 

Namun, jika keragu-raguan itu timbul pada dua rakaat terakhir pada sholat ruba'iyah (yang jumlahnya empat rakaat), hendaklah dikerjakan sholat ihtiyath setelah menyelesaikan sholat dan sebelum melakukan hal-hal lain.

 

Contoh, seseorang ketika sholat ragu-ragu antara dua rakaat dan tiga rakaat. Sesudah menyelesaikan dua sujud, ia harus menetapkan atas jumlah yang lebih banyak dan menyempurnakan sholat, kemudian sholat ihtiyath dua rakaat sambil duduk atau satu rakaat sambil berdiri.

Jika ia ragu-ragu antara tiga rakaat atau empat rakaat, ia harus menetapkan empat rakaat, kemudian ia sempurnakan shalatnya, lalu mengerjakan shalat ihtiyath satu rakaat sambil berdiri atau dua rakaat sambil duduk.

Jika ia ragu-ragu antara dua rakaat dan empat rakaat, hendaklah ditetapkannya empat rakaat, kemudian ia kerjakan shalat ihtiyath dua rakaat sambil berdiri. Dan, jika ragu-ragu antara dua rakaat, tiga rakaat, dan empat rakaat, hendaklah ditetapkannya empat rakaat, kemudian ia kerjakan sholat ihtiyath dua rakaat sambil berdiri dan dua rakaat sambil duduk.

Hal itu, menurut mazhab Imamiyah, adalah untuk menjaga hakikat sholat dan menghindarkan penambahan dan pengurangan dalam sholat. Jelasnya adalah seperti yang disebutkan dalam contoh berikut: orang yang ragu-ragu antara tiga rakaat dan empat rakaat, lalu ia menetapkannya empat rakaat, setelah itu (seusai sholat) ia mengerjakan satu rakaat secara terpisah. 

Seandainya sholat yang sudah dikerjakannya itu sempurna, satu rakaat terpisah yang ia kerjakan tadi dianggap sebagai nafilah (sholat sunnah). Dan, jika memang sholatnya kurang satu rakaat, rakaat terpisah tadi adalah sebagai pelengkapnya.  

"Bagaimanapun, sholat ihtiyath dengan cara demikian hanya terdapat dalam mazhab Imamiyah,'' kata Muhammad Jawad Mughniyah dalam buku Fiqih Lima Mazhab. 

Artikel ini pernah tayang di Harian Republika pada Jumat, 30 Desember 2011.

 
Berita Terpopuler