Teringat Srebenica Tempat Ratko Mladik Menjagal Bosnia

Jendral Ratko Mladik mendapat Hukum penjara seumur hidup oleh Mahkamah Internasional

AP/Michael Stravato
Ini adalah file foto 12 April 1993 dari tentara Serbia Bosnia Jenderal Ratko Mladic, kedua dari kiri, ditemani oleh seorang ajudan, dan pasukan keamanan PBB Prancis tiba di pertemuan yang disponsori PBB di bandara Sarajevo.
Red: Muhammad Subarkah

IHRAM.CO.ID -- Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalsi Republika.

 ‘’Kamu sudah tulis vonis kepada Ratko Mladik!’’ Pertanyaan ini muncul dari sahabat asal Bosna Edin Hadzalik. Lulusan pasca sarjana di universitas Malaysia kemudian menyatakan lega bila berita soal itu telah ditulis. Dan Selasa kemarin (8/6) Ratko Mladik sudah ditetapkan sebagai pelaku genosida di Srebrenica oleh pangadilan PBB ketika putusan bandingnya ditolak. Dia di masa tuanya terkena pidana hukuman seumur hidup.

“Dia (Ratko Mladik) jagal. Seharusnya dihukum mati karena melakukan pembersihan entnis, bukan sekedar melakukan pmbunuhan saja,’’ sahut Edin lagi. 

Keterangan foto: Seorang ibu di Srebrenica berdoa dengan berurai air mata di depan makam kerabat di pemakaman massal korban genosida.

Bagi Edin dan orang Bosnia sosok Jenderal Ratko Mladić adalah sosok yang sangat menakutkan dan membuat trauma yang berkepanjangan. Dia adah , panglima perang paling haus darah sejak berakhirnya era perang dunia kedua. Sekitar 8000 orang dibunuh, banyak diantaranta adalah kaum perempuan yang juga terkena tragedi perkosaan. Situasi ini terjadi dalam kurun 3 tahun, yakni dari tahun 1992-hingga 1995.

Kala itu warga Muslim Bosnia dibantai dengan alasan yang tak jelas. Mereka digiring masuk ke dalam rumah untuk insinerasi, atau turun ke jembatan yang akan ditembak, atau dipotong-potong, dan dilempar ke sungai Drina (sebuah sungai di Bosna).

Tak cukup dengan itu, bala tentara Bosnia yang dikomandani Mladic, membakar semua rumah dan banguna di banyak kota dan desa di Bosnia. Tujuannya melakukan ‘pembersihan’ semua orang non-Serbia. Perempuan dan anak-anak disekap di kamp-kamp pengungsian. 

Di antara orang-orang di pengadilan HAM Den Haag yang mendengar vonis Ratko Mladic tersebut adalah Kelima Dautović. Warga Bosnia ini  yang selamat dari kamp Trnopolje saat suaminya berada di Omarska. Dalam peristiwa pada tahun 1992 itu dia kehilangan banyak keluarga dan tetangganya. Bangunan dan gedung yang ada  di  kota kelahirannya di Kozarac juga diratakan.

"Bagi kami peristiwa (vonis pengadilan Den Haag) memang mengecewakan,meski kami sadar ini tidak mengherankan," katanya seraya mengatakan, orang Bosnia yang menjadi korban kekerasaan itu merasa sangat kecewa karena putusan pengadilan itu tidak menyebut adanya genosida. Mladik hanya didakwa melakukan pembunuhan massal.

"Mungkin mereka tidak ingin menyebutnya genosida karena pembantaian itu terjadi justru di bawah mata masyarakat internasional yang ada di sana, yang saat itu konon melindungi kita. Apapun itu, saya berharap para sejarawan melakukan pekerjaan yang lebih baik daripada para hakim,’’ katanya.

Memang bila melihat lokasi pembantaian itu tempatnya berada jauh dari keramaian karena berada di perbukitan terpencil. Meski begitu ‘bau busuk kejahatan’ tak bisa menyembunyikannya. Dan, tak masuk akalnya pembantaian itu terjadi di depan hidung pasukan PBB yang dipimpin pasukan asal Belanda. Dia tidak bisa mempertahankan kamp pengungsi ketika tentara Serbia datang untuk meminta agar pengungsi dipindahkan.

‘’Kala itu Srebrenica dan tempat kamp pengungsi sudah dikepung tentara bala tentara Serba. Entah merasa jeri atau karena beralasan demi menjaga keselamatan warga, maka  tentara PBB dari Belanda ini kemdian menyerahkan begitu saja pengungsi kepada mereka untuk dipindahkan. Laki-laki dan anak-anak yang dianggap dewasa, di bawa pasukan pimpinan Mladic menuju sebuah perbukitan. Di sanalah mereka ditembali,’’  kisah Hasan, seorang penjaga Museum Pembantaian Muslim Bosnia di Srebrenica, beberaa bulan silam ketika ditemui Republikaco.id. 

Hasan yang saat itu berusia 13 tahun selamat dan lolos dari maut meski ikut dalam rombongan pengungsi yang saat itu digiring ke perbukitan. Caranya, ketika dia berada dalam rombongan itu, pada sebuah kesempatan dia berhasil melarikan diri. Selama tiga minggu Hasan hidup terlunta-lunta di pegunung Serbia sebelum ditemukan oleh tentara PBB yang lain yang bermarkas di sekitar Sarajevo.

‘’Saya selama pelarin makan dedaunan dan minum air hujan dan sungai. Say aterus bergerak menuju Sarajevo. Untunglah pasukan PBB yang lain menemukan saya sehingga saya selamat, meski keadaan saat itu sudah sangat mengenaskan,’’ katanya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bagi warga Bosnia Herzegovina, peristiwa pembantaian yang terjadi di awal tahun 1990-an itu menimbulkan trauma berkepanjangan. Fatma, seorang ibu paruh baya yang bekerja di sebuah hotel di Sarajevo menceritakan kengerian peristiwa itu. Untunglah tak ada sanak dan kerabat dekatnya menjadi korban. Ini karena mereka memilih tinggal di kamp pengungsian di Sarajevo yang dijaga ketat oleh pasukan PBB.

‘’Orang-orang itu (tentara Serbia) itu mirip tentara Nazi. Mereka menangkapi dan menembaki mati banyak orang di sini,’’ kata Fatma dengan nada haru. Dia kemudian menceritkan situasi Bosnia yang dikepung rapat balatentara Serbia dalam waktu yang cukup lama. Alteri dan senjata berat seperti tank Serbia menjaga berbagai titik strategis di muka perbukitan yang mengelilingi ibu kota Sarajevo yang sontak berubah dari kota yang porak poranda. 

Keterangan foto: Para pengungsi Bosnia pada tahun 1992.

‘’Kami terkurung di sini. Tak berani ke mana-mana. Mereka benar-benar Nazi. Mereka biadab,’’ kata Fatma mengulangi kegeraman dan kutukannya kepada tentara Serbia.

Luka batin atas tragedi itu juga masih berlangsung sampai sekarang.. Di sebuah bazaar di Sarajevo yang menjadi pusat kunjungan turis, kerapkai muncul perang mulut antara beberepa laki-laki. Adanya keributan ini tentu mengagetkan para pengunjung yang saat itu tengah berbelanja sembari menikmati kudapan makanan dan keindahan bangunan tua yang ada di kota yang sempat menjadi kota penyelenggara Olimpiade Musim dingin 1982 itu.

‘’Tenang-tenang. Itu hanya ‘derby’ saja,’’ kata seorang penjaga cafe. Dan ketika ditanya apa yang dimaksud ‘derby’ dia mengatakan itu hanya ‘perang saudara’ sekota.’’Yang adu mulut itu orang keturunan Serbia melawan orang asli Bosnia. Mereka hanya perang mulut saja,’’ katanya. Meski berkata untung tenang saja, tapi adu mulut itu benar-benar serius, kedua saling adu keras teriakan.

Hal yang sama juga diakui oleh perempuan  penjaga toko suvenir yang ada di kota Srebrenica. Menurutnya, setiap kali melintasi kompleks pemakaman para korban pembantain serbia, pengendara asal Serbia kerapkali menyalakan klakson secara keras. Tindakan kurangajar ini kerapkali mereka lakukan ketika melintasi jalanan di dekat kompleks makam di waktu malam.

‘’Ya mereka selalu begitu. Mereka benar-benar seperti Nazi,’’ kata sang penjaga toko suvenir itu.

Menyadari hal ini maka menjadi tidak mengejutkan bila Jendral Ratko Mladik masih berani sesumbar di depan sidang Pengadilan Kejahatan Internasional yang digelar di Den Haag. Meski kemudian dihukum penjara seumur hidup, Mladik berani sesumbar: you’ll see that he won! (Kamu akan lihat siapa nanti yang akan menjadi pemenang).

Maka disitulah saya teringat kembali Srebrenica. Sebab, di sanalah hasil jagal Mladik telah menigggalkan jejak horornya.

Dan kini Mladik sudah dihukum penjara seumur hidup di forum pengadilan internasional sebagai pelaku genosida.

Yang pasti bayangan horor di Sebrenica tetap terbayang di depan mata. Wilayah yang indah bergunung-gunung dengan sungai jernihnya dan bisa dijangkau dengan jalan darat sekitar 4 jam dengan naik mobil dari Sarajevo tak terlupakan.

 

 
Berita Terpopuler