Mustafa Ahmed: Islam Alasan Saya untuk Hidup

Mustafa Ahmed, seorang musisi Kanada berusia 24 tahun.

Tangkapan Layar
Mustafa Ahmed
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mustafa Ahmed, seorang musisi Kanada berusia 24 tahun ini tumbuh besar di Regent Park, lingkungan kelas pekerja yang didominasi kulit hitam di pusat kota Toronto.

Baca Juga

Masa remaja Mustafa diwarnai kesedihan dan kematian, termasuk pembunuhan teman-temannya, seperti Ano, Santana, Ali, dan rapper Jahvante “Smoke Dawg” Smart.

Sebagai musisi dan penyair, Mustafa mengusung musik folk atau yang sering disebut sebagai musik rakyat. Syair-syair yang dibawakannya mengandung ratapan dan ungkapan duka cita untuk teman-temannya yang terbunuh tersebut.

Mustafa termasuk musisi muslim yang taat. Bahkan, saat melakukan wawancara dengan The Guardian, Mustafa sempat menundanya untuk fokus beribadah di bulan Ramadhan, yang berakhir pada 12 Mei 2021 lalu. 

“Islam adalah seluruh hidup saya, itu alasan saya untuk hidup,” ujar Mustafa. 

“Dengan itu, karena itu, aku bisa berkreasi," imbuhnya.

 

 

Dalam sebuah video YouTube, Mustafa Ahmed yang berusia 12 tahun tampak berdiri di luar Regent Park sambil bersyair. Saat itu ia sudah dijuluki Mustafa the Poet, muslim kulit hitam dari Regent Park yang dikenal karena bait-baitnya.

Mustafa dan Smoke Dawg adalah bagian dari kelompok rap "Halal Gang", dan puisinya secara emosional menarik penonton di Instagram. Dia pun dinominasikan sebagai salah satu dari 15 pemuda Kanada untuk menjadi anggota Dewan Penasihat Pemuda Perdana Menteri Justin Trudeau.   

Keterlibatannya dalam politik memunculkam kesadaran bahwa lagu akan menjadi kendaraan paling kuat untuk ceritanya. Maka, dia pun segera menulis untuk beberapa penyanyi terkenal seperti Weeknd, Shawn Mendes dan Camila Cabello.

Dengan dorongan dari produser Toronto, Frank Dukes, ia juga mulai menulis lirik untuk album "When Smoke Rises" pada tahun 2019. Dalam bermusik dia dipengaruhi oleh Mitchell, Leonard Cohen, Bob Dylan, serta Yusuf Islam. Ini mencerminkan tradisi dominan penyanyi folk kulit putih di Amerika Utara.  

 

 

Hingga akhirnya, dia menemukan video penyanyi folk Amerika kulit hitam, Richie Havens yang tampil di Woodstock, dan mulai menggores permukaan musik rakyat.  “Sebagai orang-orang dari latar belakang tertindas, penting bagi kita untuk dapat memusatkan diri pada genre di mana kita tidak melihat diri kita sendiri,” kata Mustafa.

“Saya ingin orang-orang yang terlihat seperti saya, yang memiliki pengalaman seperti saya, melihat saya melakukan ini sehingga mereka dapat melihat diri mereka sendiri dalam genre ini," imbuhnya.

Karya Mustafa, dan khususnya video musiknya sangat kaya dengan referensi Islam.  “Menjadi seorang Muslim dalam suasana ini, menjadi pembela Palestina, menjadi orang kulit hitam, berasal dari pusat kota, Anda merasa seperti seluruh dunia menentang Anda. Anda merasa ada begitu banyak kekuatan yang ingin membungkam dan mengubur Anda," katanya. 

Dalam album When Smoke Rises, Mustafa tidak hanya mengabadikan teman-teman Mustafa yang hilang, tetapi juga lingkungannya yang berubah di Regent Park.  Dia bahkan merekam video musiknya di sana.  "Saya mencoba untuk mengabadikan kenangan pemuda Muslim kulit hitam yang layak untuk diabadikan," jelas Mustafa.

 

 

 
Berita Terpopuler