19 Kasus Transmisi Lokal Mutasi Covid-19 yang Sudah Terjadi

Indonesia intensifkan surveilans genomik deteksi dini varian baru Covid-19.

ANTARA/Muhammad Iqbal
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono mengonfirmasi terjadinya transmisi lokal mutasi Covid-19 di Tanah Air.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Rr Laeny Sulistyawati, Antara

Kasus positif Covid-19 dengan mutasi terus bertambah di Tanah Air. Kementerian Kesehatan mengonfirmasi mutasi virus corona telah menyebabkan transmisi lokal.

Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan, hingga saat ini sudah ada 54 kasus mutasi baru Covid-19 di Indonesia. Ia menjelaskan, 35 kasus di antaranya adalah variant of concern yang berasal dari migrasi luar Indonesia.

"Sedangkan, 19 (dari 54 kasus) di antaranya tidak ada kontak dengan luar negeri," ujar Dante dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Kamis (27/5). Artinya, terdapat 19 kasus positif mutasi Covid-19 tanpa penderitanya pernah kontak dengan seseorang dari luar negeri atau ia sendiri datang dari luar negeri.

Ia menjelaskan, sudah ada penyebaran kontaminasi lokal di Indonesia untuk variant of concern yang terjadi secara mutasi. Hal tersebut sudah terjadi di sejumlah provinsi di Indonesia.

"Jadi, mutasinya sudah terjadi di beberapa tempat di Indonesia, di beberapa provinsi di Indonesia. Baik transmisi lokal maupun transmisi impor," ujar Dante.

Covid-19, Dante menjelaskan, selalu mengalami mutasi secara biologis natural. Lalu, hal tersebut terbagi ke dalam tiga varian, yaitu variant of interest, variant of concern, dan varian of consequence. "Semua virus ini secara biologis cerdas, mereka membuat perubahan-perubahan untuk melakukan mutasi, supaya mereka tetap hidup," ujar Dante.

Ia menjelaskan, kasus Covid-19 di Indonesia sudah mengalami mutasi secara genomik. Pemerintah sudah memeriksa sebanyak 1.744 sampel di seluruh Indonesia terkait dugaan adanya perubahan genomik atau mutasi Covid-19.

"Sudah terjadi mutasi lokal untuk virus Covid-19 di Indonesia. Ini berbeda dengan varian mutasi secara genomik di Wuhan, ini menunjukkan bahwa variasi ini berubah dan virus ini akan berubah," ujar Dante.

Ia juga mengemukakan varian baru yang teridentifikasi di Indonesia memiliki laju penularan yang lebih cepat hingga 3 kali lipat lebih dibandingkan virus serupa yang sudah lebih dulu ada. "Laju, penularannya sekitar 3,35 kali lipat dibandingkan target kita yang seharusnya kurang dari 0,9 atau paling tinggi 1 kali lipat kalau ingin mendefinisikan kasus itu tidak menular secara berat," katanya.

Analisis tersebut diketahui berdasarkan pengamatan Kementerian Kesehatan atas kasus yang terjadi di Cilacap, Jawa Tengah. Pada Selasa (25/5), petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II-A Cilacap melakukan pemeriksaan kekarantinaan kesehatan terhadap 20 anak buah kapal (ABK) saat berlabuh usai melakukan perjalanan dari India.

"Dari 20 ABK , kami periksa skrining genomik. Ternyata, ada 14 kasus mutasi virus yang menular pada 31 tenaga kesehatan. Ini memperlihatkan bagaimana agresifnya penularan dari virus yang masuk dalam klasifikasi variant of concern (VoC) WHO kepada orang lain," katanya.

Dari 31 kasus penularan yang dialami tenaga kesehatan, kata Dante, dilakukan pelacakan kasus kepada keluarga mereka dan ditemukan 12 kasus penularan lainnya. "Meski tenaga kesehatan saat kontak dengan ABK sudah pakai alat pelindung diri (APD), kita tracing lagi dari keluarga kemudian ketemu 12 kasus lagi," katanya. Pelacakan pun berlanjut pada kejadian kontak dari keluarga tenaga kesehatan, hingga ditemukan kembali enam kasus lainnya.

Dante mengatakan, semua virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 secara kecerdasan biologis membuat perubahan untuk bermutasi supaya mereka tetap bisa hidup. Dante mengatakan, VoC adalah beberapa kasus mutasi yang dilaporkan bermula dari Inggris, India, dan Afrika Selatan lalu diidentifikasi di Indonesia.

"Kita harus ada gerakan antisipasi supaya perubahan secara endogen tidak berpengaruh pada penyebaran kasus. Peningkatan kasus adalah kombinasi mobilisasi penduduk dan perubahan pola varian kasus secara mutasi," katanya.

Dante mengatakan, Indonesia sedang meningkatkan aktivitas surveilans genomik dalam upaya mendeteksi dini mutasi virus. "Seluruh daerah wajib mengumpulkan lima dampai sepuluh sampel setiap pekan. Kita periksa dan lihat berapa jumlah VOC," katanya.

Baca Juga

Mutasi varian Covid-19 India - (Republika)





Dalam wawacara oleh Republika beberapa waktu lalu, epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman, menilai mutasi virus sangat umum terjadi pada jenis RNA, seperti Covid-19. "Mutasi virus merupakan satu hal yang lazim pada virus RNA (termasuk Covid-19). Itu jelas," kata Dicky.

Ia menambahkan, mutasi virus terjadi karena adanya replikasi orang yang terinfeksi dan virus ini kemudian leluasa menginfeksi. Ia menambahkan, virus bisa menginfeksi karena upaya 3T tidak memadai serta upaya protokol kesehatan 5M juga abai. Akibatnya, potensi mutasi virus menyebar ke mana-mana sangat besar, contohnya kasus B117.

Meski sebagian besar mutasi virus tidak membahayakan, Dicky mengingatkan bukan berarti adanya varian baru virus ini dibiarkan. Ia mengingatkan, varian baru virus ini berpotensi menyebabkan terjadinya transmisi lokal karena situasi pandemi Covid-19 di Indonesia yang tidak terkendali.

"Kita tidak bisa mengendalikan orang-orang yang terinfeksi," ujarnya.

Dia pun menyampaikan pesan pentingnya peningkatan kewaspadaan. "Respons kita tidak bisa sama saja. Upaya 5M yang dilakukan masyarakat harus meningkat kuantitas dan kualitasnya, misalnya masker dua lapis, jaga jarak. Dan, upaya ini harus konsisten," katanya.

Ia meminta upaya penerapan protokol kesehatan ini tidak boleh diabaikan lagi karena varian baru virus yang masuk ini sangat berbahaya. Ia mengingatkan, varian baru virus ini bisa mengakibatkan terjadinya perburukan pandemi.

Berdasarkan data Ikatan Dokter Indonesia (IDI), sedikitnya 240 jenis mutasi Covid-19 telah terjadi dalam enam bulan setelah pandemi terjadi. Pengurus IDI, Mariya Mubarika, menilai mutasi virus jadi hal yang alami. Mutasi akan terus ada dan bukan sesuatu hal yang harus bisa dihentikan.

"Itu tidak mungkin. Laporan yang kami dapat enam bulan setelah pandemi, mutasi varian yang berbeda saja 240 jenis," katanya, Sabtu (22/5). Ia mengakui, jumlah varian baru virus ini cukup banyak di dunia.

Terkait varian baru B117 asal Inggris, B1617 dari India, dan B1351 asal Afrika Selatan yang sudah masuk Indonesia, ia tak bisa menyimpulkan apakah ini mematikan.

"Apakah varian ini mematikan di Indonesia? Ini sulit untuk diambil kesimpulan," katanya.

Namun, ia menyayangkan masyarakat belum sepenuhnya memahami masalah yang terjadi. Dengan demikian, dia melanjutkan, apa yang dilakukan bukan sesuatu yamg konkret, bermanfaat buat dirinya, tetapi hal-hal yang malah menimbulkan masalah baru terkait mutasi.

"Padahal, kalau mau selamat, mau sehat, maka masyarakat harus berjuang fokus menjaga sebaik mungkin penyakit penyerta (komorbid) dan itu adalah benteng-benteng pertahanan untuk melindungi dari serangan Covid-19 apa pun mutasinya," katanya.
Selain mewaspadai transmisi lokal dari varian baru Covid-19, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengemukakan laju peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia usai pergerakan penduduk selama libur Lebaran diperkirakan mencapai puncaknya pada pertengahan Juni 2021. "Secara nasional, tren kasus terkonfirmasi positif Covid-19 mulai meningkat sepekan usai Lebaran, walau sejak liburan Natal dan Tahun Baru 2021 sudah mulai melandai. Namun, ada peningkatan sedikit demi sedikit dalam sepekan usai Lebaran sekitar 32,01 persen pada sepekan terakhir," katanya.

Dante melaporkan jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 dalam sepekan terakhir meningkat sekitar 38,08 persen. Pada angka kasus kematian meningkat 2,78 persen, tetapi masih di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sekitar 2,05 persen.

Spesimen yang diperiksa meningkat 89,98 persen. "Namun, rawat inap di rumah sakit menurun minus 0,72 persen," katanya.

Puncak kasus dari mobilitas penduduk selama liburan Lebaran, kata Dante, akan bisa teramati sekitar enam sampai tujuh pekan ke depan yang akan diukur berdasarkan hasil evaluasi analisis data pada pelaksanaan liburan Tahun Baru Islam, Natal, dan Tahun Baru 2021 serta agenda liburan lainnya. "Kalau melihat peningkatan kasus sesuai polanya, akan bisa teramati pada pekan ini mulai tanggal 23 hingga 28 Mei 2021 dan perkiraan enam sampai tujuh pekan itu kira-kira akan mencapai puncak pada pertengahan Juni 2021," ujar Dante.

Kementerian Kesehatan memperkirakan laporan puncak kasus Covid-19 usai Lebaran tidak akan setinggi pada agenda liburan sebelumnya. "Kami ambil ancang-ancang kira-kira 50 persen. Semoga tidak setinggi pada liburan Natal dan Tahun Baru sebelumnya karena pemerintah sudah melakukan langkah antisipasi," katanya.

 
Berita Terpopuler