Pengacara: Belum Ada Saksi Sebut Juliari Terima Suap

Kuasa hukum Juliari Batubara mengatakan belum ada saksi sebut kliennya terima suap.

ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Terdakwa korupsi bansos Juliari Batubara
Rep: Dian Fath Risalah Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim penasihat hukum mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, Maqdir Ismail menyebut hingga kini belum ada saksi yang menyebut kliennya menerima uang terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.

Baca Juga

Maqdir menyebut, tak hanya dalam persidangan dengan terdakwa Juliari, bahkan dalam sidang dengan terdakwa Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja, belum ada saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Juliari terima suap.

"Kalau saya lihat ya, belum ada satu saksi pun yang mengatakan Pak Juliari menerima uang, meskipun dalam perkaranya Harry dan Ardian, itu kan sudah terbukti mereka memberikan dugaan suap," ujar Maqdir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (19/5). 

Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja merupakan pemberi suap Juliari. Keduanya pun telah divonis 4 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Menurut Maqdir, aliran uang yang diduga berasal dari pengadaan bansos hanya mengalir kepada dua pejabat pembuat komitmen di Kemensos, yakni Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. 

"Tetapi itu yang diakui (saksi) selama ini (uang suap diberikan) kepada Pak Joko dan Pak Adi Wahyono. Karena yang menjadi persoalan apakah betul ada uang itu yang sampai ke Pak Juliari, sampai sekarang kan enggak ada saksi yang mengatakan itu," kata Maqdir.

Maqdir menyebut, berdasarkan keterangan dari para saksi, kliennya tak pernah menerima uang dari pengadaan bansos. Pernyataan itu diperkuat dengan keterangan Sekretaris Pribadi Juliari bernama Selvy Nurbaity.

"Tadi kan sudah dengar Sekretaris Pribadi beliau itu (mengatakan) uang yang dia kelola adalah uang-uang DOM (dana operasional menteri) atau juga uang-uang yang diperoleh dari sisa biaya perjalanan," kata Maqdir.

Atas dasar keterangan para saksi tersebut, Maqdir meminta para jaksa penuntut pada KPK membuktikan dakwaannya soal penerimaan suap yang diterima Juliari. Sebab, sejauh ini tak ada keterangan saksi yang menyebut Juliari menerima suap.

"Jadi kalau kita bicara soal surat dakwaan penerimaan uang suap soal pengadaan itu, enggak ada satu pun bukti," kata Maqdir.

Terkait dengan penerimaan uang yang diduga masuk ke rekening Selvy Nurbaity lewat tiga orang office boy Kemensos, Maqdir menegaskan kliennya tak tahu menahu.

"Enggak tahu, itu enggak mungkin juga seorang menteri sampai tahu siapa yang menyetor uang itu ya kan," kata Maqdir.

 

Dalam persidangan, Jaksa KPK mencecar sekretaris pribadi (Sespri) mantan Mensos Juliari Peter Batubara, Selvy Nurbaity soal adanya penerimaan uang di rekening miliknya yang disalurkan dari tiga orang office boy (OB) di Kementerian Sosial. Jaksa mengaku heran lantaran, kiriman uang dari 3 OB tersebut nominalnya variatif, dari puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Awalnya jaksa mengonfirmasi ke Selvy tentang sosok yang bernama Fitra Yusuf Safrizal. Selvy pun menjawab dirinya mengenal Fitra sebagai OB di Kemensos. kemudian jaksa langsung mencecar tentang uang yang diterima Selvy melalui rekeningnya.

"OB di kantor, nah ini banyak transferan tunai dari Fitra Yusuf Safrizal ke rekening saudara?," tanya Jaksa KPK Ikhsan Fernandi dalam sidang lanjutan suap bansos di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (19/5). 

"Oh itu biasanya untuk Dana Operasional Menteri pak, " jawab Selvy. 

Jaksa pun langsung mencecar Selvy apa hubungan OB dengan dana operasi menteri. Menurut jaksa, alasan Selvy tidak masuk akal.

"Loh kok hubungan sama OB?" tanya jaksa lagi.

"Oh nggak, jadi saya suka titip. Kan ada uang tunai, uang tunai itu saya titip disetorkan. Jadi kalau ada keperluan pak Menteri jadi saya bisa langsung transfer dan saya tidak perlu ke Bank," terang Selvy.

"Di sini tidak ada bukti transfer saudara ke Menteri," cecar jaksa lagi. 

"Ya memang rata-rata untuk keperluan pak Menteri," ucap Selvy. 

Jaksa lalu mengungkapkan Selvy yang memiliki tiga rekening bank. Dalam catatan masuk uang di rekening bank itu, tercatat, Pitra Yusuf ini mengirim uang beberapa bulan sekali bahkan tiap pekan dengan jumlah yang berbeda mulai dari puluhan juta hingga ratusan juta.

"Berdasarkan barang bukti 393, ini ada Pitra Yusuf (kirim) Rp100 juta, terus ada lagi tanggal 13 Rp50 juta, ada lagi tanggal 21 Rp45 juta," ujar jaksa.

Jaksa pun mengungkapkan, berdasarkan barang bukti yang dimiliki, Fitra Yusuf bukan satu-satunya OB Kemensos yang mengirim uang ke Selvy. Ada tiga OB lagi yang mengirim uang ke Selvy yakni Agus Gunawan, M Arifin, dan Risnawati, mereka mengirim uang pada sekitar Tahun 2020.

"Ini Agus Gunawan juga (transfer) jumlah Rp95 juta, M Arifin ini ada Rp60 juta, Fitra Yusuf Safrizal Rp80 juta, Muhammad Arifin Rp120 juta, Agus Gunawan Rp67 juta, Fitra Yusuf Rp30 juta. Risnawati ini ada Rp30 juta, Rp50 juta, Fitra Yusuf Safrizal Oktober Rp50 juta, 11 November Rp40 juta, M arifin 17 November Rp40 juta, Fitra Yusuf ada lagi 25 November Rp30 juta, dan 1 desember Rp96 juta," ungkap jaksa.

 

Selain ada kiriman uang dari OB Kemensos, jaksa juga mengungkap adanya transferan orang lain di rekening Selvy. Salah satunya kiriman dari Go Erwin yang mengirim Selvy Rp232 juta. 

"Nah, Go Erwin ini siapa?" cecar Jaksa.

"Kontraktor pak yang biasa renovasi ruangan," jawab Selvy.

"Rp 50 juta untuk renovasi ruangan apa?"tanya jaksa lagi.

"Itu keluar atau masuk?," timpal Selvy

"(Uang) Masuk. Bukan PIC? Vendor bansos?"tanya jaksa.

"Kontraktor pak. Kadang-kadang ada kegiatan yang talangin Go Erwin," jawab Selvy.

Juliari didakwa menerima suap uang sebesar Rp32 miliar melalui Plt Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kemensos, Adi Wahyono, yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan Bansos Covid-19, Matheus Joko Santoso.

Adapun, rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari Konsultan Hukum, Harry Van Sidabukke, senilai Rp1,28 miliar. Kemudian, dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja, sejumlah Rp1,95 miliar, serta sebesar Rp29, 252 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.

Atas perbuatannya, Juliari Batubara didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

 

 
Berita Terpopuler