Turki Garap Aturan Soal Transaksi Kripto

Turki tidak berencana melarang hadirnya mata uang kripto di negara tersebut.

pixabay
Uang kripto (ilustrasi)
Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/Setyanavidita Livikacansera Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sudah menjadi sejarah yang berulang, teknologi dan inovasi selalu hadir lebih cepat daripada regulasi. Hadirnya digitalisasi, membuat banyak negara kemudian mengatur pendanaan untuk usaha rintisan, pajak digital, atau pengaturan penggunaan data pribadi.

Dinamika serupa, saat ini juga tengah terjadi. Sejak pertama kali hadir pada 2009 lalu, bitcoin terus tumbuh menjadi salah satu aset digital.

Nilainya yang terus meningkat, ditambah dengan makin tingginya adopsi oleh para institusi keuangan besar, membuat laju pergerakan bitcoin sulit dihentikan. Berbagai suara, baik pro maupun kontra pun terus mengiringi perkembangannya.

Dari yang di awal kehadirannya, bitcoin banyak ditentang, kini perlahan tapi pasti, banyak negara yang mulai membuka peluang untuk mata uang kripto tumbuh. Tentunya, dengan mulai mematangkan berbagai regulasi untuk menjamin keamanan para pihak yang terlibat.

Gubernur Bank Sentral Turki, Sahap Kav cioglu, mengatakan, pada Jumat (23/4), Kementerian Keuangan Turki sedang mengerjakan peraturan yang lebih luas mengenai cryptocurrency. Menurutnya, Pemerintah Turki tidak berencana melarang hadirnya mata uang kripto di negara tersebut.

Perkembangan mata uang kripto di Turki memang tengah mendapat sorotan luas. Hal ini karena, dalam sepekan, dua platform pertukaran mata uang kripto di Turki, Thodex dan Vebitcoin kolaps.

Sebelum kolaps, Vebitcoin mem-posting pem beritahuan di situsnya, beberapa waktu lalu. "Karena perkembangan terbaru dalam industri uang kripto, ada kepadatan yang jauh lebih tinggi dalam operasi kami daripada yang diharapkan. Kami ingin menyatakan dengan menyesal bahwa situasi ini telah membawa kami ke proses yang sangat sulit di bidang keuangan. Kami memutuskan untuk menghentikan aktivitas kami untuk memenuhi semua peraturan dan klaim," kata pernyataan tersebut.

Pendiri platform pun pergi melarikan diri dengan membawa aset para penggunanya. Padahal, sejak November tahun lalu, transaksi mata uang kripto di Turki mengalami pertumbuhan signifikan.

Dalam wawancara yang dilansir dari Gadgets 360, Kavcioglu mengungkapkan, beberapa detail aturan terkait akan siap dalam dua pekan. Pemerintah pun dilaporkan berencana untuk mendirikan bank kustodian sentral di antara inisiatif lainnya.

Baca Juga

Pemerintah Turki berencana mendirikan bank kustodian sentral untuk menghilangkan risiko counterparty....

Bloomberg melaporkan, Pemerintah Turki berencana mendirikan bank kustodian sentral untuk menghilangkan risiko counterparty. Selain membuat bank kustodian sentral, otoritas Turki juga mempertimbangkan untuk memberlakukan ambang batas modal untuk platform pertukaran mata uang kripto dan persyaratan pendidikan bagi para eksekutif di perusahaan tersebut.

Sebelumnya, Bank sentral Turki sempat menyatakan akan melarang penggunaan aset kripto dalam pembayaran. Sebab, dianggap memiliki risiko yang signifikan dan nilai pasar yang tidak stabil.

Dalam undang-undang yang diterbitkan dalam Official Gazette, bank sentral mengatakan, cryptocurrency dan aset digital lainnya yang didasarkan pada teknologi buku besar terdistribusi tidak dapat digunakan, secara langsung atau tidak langsung, sebagai alat pembayaran. Nilai bitcoin pun sempat turun hampir tiga persen pada 61.490 dolar Amerika Serikat (AS), setelah larangan tersebut disam paikan pada 16 April.

Aturan ini kemudian mendapat kritik oleh partai oposisi utama. Dalam sebuah pernya taan, bank sentral mengatakan aset kripto tidak tunduk pada regulasi dan mekanisme pengawasan atau otoritas regulasi pusat.

"Penyedia layanan pembayaran tidak akan dapat mengembangkan model bisnis dengan cara aset kripto. Baik digunakan secara lang sung atau tidak langsung dalam penyediaan layanan pembayaran dan penerbitan uang elektronik dan tidak akan menyediakan layanan apa pun," katanya.

 
Berita Terpopuler