Kemendikbud Pilih 359 Desa Ikuti Program Pemajuan Kebudayaan

Kemendikbud gandeng Kemendes untuk gelar Program Pemajuan Kebudayaan

Kemendikbud
Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, program Pemajuan Kebudayaan akan bekerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT).
Rep: Inas Widyanuratikah Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan telah memilih 359 desa yang akan mengikuti program Pemajuan Kebudayaan Desa. Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, program ini akan bekerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT).

"Kita melihat, bahwa agenda pemajuan kebudayaan ini bisa bergerak dengan kokoh kalau dia memang mengakar. Jadi, bukan sesuatu yang cuma hidup di kota, ada festival sebentar. Tapi akarnya ini ada di desa," kata Hilmar, dalam telekonferensi, Selasa (13/4).

Menurut Hilmar, masalah global yang dihadapi Indonesia saat ini berasal dari berbagai bidang. Salah satu masalah yang harus diatasi adalah modernitas yang jalan tanpa kendali, tanpa penyaring sehingga justru memberikan dampak negatif. Terkait hal tersebut, dibutuhkan cara yang efektif untuk mengurangi dampak negatif.

Jawaban dari masalah modernitas yang tidak terkendali, kata Hilmar, bisa dicari di desa. "Di banyak tempat masih menjalankan adat kebiasaan yang menjadi bekal sebetulnya untuk hari ini. Membekali kita di dalam masyarakat modern ini untuk bisa lebih awas, lebih cermat menghadapi tantangan," kata dia.

Pemerintah menilai selalam ini desa hanya menjadi objek pembangunan. Melalui program ini, Hilmar ingin desa menjadi subjek dan mengarahkan modernitas agar lebih terkendali sehingga dapat lebih bermanfaat terhadap kehidupan.

 

Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Restu Gunawan mengatakan 359 desa ini dipilih berdasarkan sejumlah kriteria. Beberapa kriteria tersebut antara lain adalah desa yang berada di sekitar cagar budaya nasional, desa yang berada di sekitar warisan budaya tak benda, desa di titik jalur rempah, dan desa tertinggal dan berkembang yang datanya berasal dari Kemendes-PDTT.

Perwakilan komunitas Eksotika Desa, Panji menjelaskan program ini seperti melepas dahaga masyarakat desa untuk berbicara banyak tentang budaya di desanya. Program serupa, kata dia sudah dilakukan di kawasan situs manusia purba Sangiran dan menghadapi beberapa kendala.

Awalnya, masyarakat merasa tidak yakin jika budaya yang ada di desa tersebut bisa diungkap kembali dan memberikan manfaat kepada mereka. Namun ketika masyarakat diberi kesempatan dan didampingi untuk mengenali budayanya sendiri, mereka merasa termotivasi.

 

"Terus terang, kumpulan arus globalisasi karena tidak ada filternya semuanya hanyut ke sana. Semuanya berorientasi membuat desanya menjadi kota. Ini yang menjadi permasalahan. Karena banyak sekali nilai-nilai kebudayaan yang ada di desa itu masih mengakar kuat," kata Panji.

 
Berita Terpopuler