Tantangan Ramadhan 2021: Dilema Bagi Muslim AS

Vaksinasi juga merupakan hal baru dalam Ramadhan kali ini.

theconversation.com
Tantangan Ramadhan 2021: Dilema Bagi Muslim AS. Jamaah berdoa di sebuah masjid di Tompkins, New York, Amerika Serikat.
Rep: Meiliza Laveda Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan kedua di masa pandemi kali ini tentu berbeda dibandingkan dengan tahun lalu. Ketika tahun lalu kondisi Ramadhan dipenuhi dengan karantina, Ramadhan kali ini dihiasi dengan beberapa fenomena spiritual, medis, dan politik.

Baca Juga

Bagi warga Amerika Serikat, Karim Amin (43 tahun), Ramadhan tahun ini membawa peningkatan spiritual dan kretivitas yang tak terduga. “Rasanya tidak enak berada di sekitar Muslim tahun lalu tapi sekarang kami melakukan banyak hal yang luar biasa,” kata pengusaha dan aktivis Baltimore itu.

Misal, keajaiban doa melalui Zoom, membaca Alquran dengan kerabat yang lebih muda, dan pawai mobil Idul Fitri. Saat Ramadhan dimulai pada Selasa besok, Amin menghadapi beberapa kegalauan seperti memutuskan untuk menunaikan sholat tarawih di masjid dan berbuka puasa di luar.

Dia takut jarak antarjamaah akan terlalu dekat. Yang jelas, dilema dia adalah bagaimana membuat Ramadhan tahun ini bermakna.

“Saya agak takut. Semangat saya lebih kuat tahun lalu. Yang saya miliki hanyalah buku, kata, dan pikiran saya sendiri. Saya benar-benar bisa kembali ke intinya,” kata Amin.

Menurut Amin, fenomena yang terjadi pada tahun lalu membuat makna Ramadhan lebih spiritual. “Semua hal yang Anda baca di Alquran terjadi. Karantina cepat pada April, kerusuhan di jalan, dan drama pemilu nasional. Tahun lalu lebih spiritual dan saya harap kita bisa kembali ke sana,” ujar dia.

Baca juga : Ustaz Fadzlan Ungkap Alasan Bangun Pesantren di Bekasi

Masjid Dar al-Hijrah biasanya dipadati 1.000 jamaah setiap malam selama Ramadhan. Namun, karena pandemi, para ulama harus memikirkan solusi.

 

Salah satunya adalah cara agar tetap beribadah mengikuti prosedur kesehatan. Adanya pedoman prokes terbaru membuat pengurus Dar al-Hijrah mulai menyiapkan kondisi masjid supaya bisa didatangi jemaah. Mereka mulai menetapkan jarak antar jamaah dan mengharapkan 700 orang datang untuk sholat tarawih.

“Saya pikir secara umum orang ingin kembali. Kami masih harus mengatasi apa yang biasa dan nyaman bagi orang,” kata Direktur Urusan Pemerintahan Masjid Saif Abdul-Rahman.

Selain penerapan prokes di masjid, vaksinasi juga merupakan hal baru dalam Ramadhan kali ini. Para Muslim di Amerika Serikat menyikapi itu dengan tanggapan yang beragam.

Beberapa pihak mengatakan vaksinasi Ramadhan dapat membatalkan puasa. Sementara yang lain khawatir akan potensi efek sampingnya.

Namun, beberapa kelompok Muslim mengeluarkan pernyataan pada pekan lalu yang mencatat otoritas medis dan spiritual Muslim AS telah menyetujui untuk mendapatkan vaksin selama Ramadhan. “Mengambil vaksin tidak membatalkan puasa selama Ramadhan menurut pendapat mayoritas ulama,” kata pernyataan Asosiasi Medis Islam Amerika Utara.

Perbedaan pendapat juga terjadi pada cara pandang tentang shalat tarawih. Mayoritas Muslim mengikuti tradisi memiliki qari yang membaca seluruh Alquran kepada jamaah selama Ramadhan, satu bagian per malam. Biasanya itu membutuhkan waktu sekitar satu jam.

“Meskipun mendengarkan pengajian tidak wajib, bagi banyak orang cara tersebut sudah mendarah daging sehingga sulit tidak melakukannya di Ramadhan,” kata Imam Refai Arefin dari Islamic Community Center of Potomac.

 

Muslim yang lebih tua khususnya akan berpegang teguh pada tradisi tidak pernah melewatkan malam tarawih dalam hidup mereka. Beberapa pemuka agama dan orang tua dari berbagai agama telah memperhatikan tren pandemi yang positif. Misal, beberapa remaja semakin mendalami praktik dan masalah spiritual sekarang karena semuanya daring.

Guru di Montgomery County, Ayesha Ahmad (39) memiliki tiga anak kecil dan kerabat muda lainnya. Dia tidak religius dan tidak menghadiri masjid tapi menandai Ramadhan dengan buka puasa bersama kerabat. Tahun ini, dia berharap bisa melakukan aktivitas di luar ruangan bersama saudara-saudaranya.

“Bagi banyak orang tua kita, terutama jika kita (imigran) generasi pertama atau kedua, itulah ikatan yang mengikat, pergi ke tempat ibadah. Generasi muda tidak terlalu terdorong untuk pergi ke masjid, lebih mudah menjalin hubungan dengan cara lain,” kata Ahmad.

Arefin mengatakan dia juga melihat lebih banyak keterlibatan dari kaum muda karena pandemi memaksa lembaga-lembaga Muslim untuk meningkatkan program virtual mereka yang berpusat pada beberapa sosial media seperti Instagram, Youtube, dan lain-lain.

Menurut Imam Masjid Muhammad di Washington Barat Laut, Talib Shareef, satu hal yang dihubungkan oleh semua generasi adalah kepedulian tentang perpecahan ras dan harapan bahwa Ramadhan akan menjadi pertolongan. Dia mengutip keprihatinan tentang “benih” perpecahan yang tersisa dari kepresidenan Trump dan tentang undang-undang Georgia baru yang menurut para kritikus ditujukan untuk mengurangi partisipasi pemilih di antara pemilih kulit hitam.

Dilansir Washington Post, Senin (12/4), masjid akan mengadakan banyak pembicaraan pada malam hari tentang rasisme dan nasionalisme dan perlunya membela keadilan dan keadilan. Dia mendengar harapan banyak umat Islam bahwa Ramadhan ini akan memusatkan semua permasalahan itu.

“Ramadhan memberikan kesempatan untuk merefleksikan kesatuan umat manusia. Ada energi negatif yang mendorong separatisme berdasarkan ras, dan kita harus sangat menyadarinya. Puasa adalah salah satu cara untuk membuat Anda fokus. Hanya ada satu tipe manusia, selalu ada kebaikan dalam setiap manusia dan kami akan berusaha mencapai kebaikan itu,” ucap dia. 

 

https://www.washingtonpost.com/religion/2021/04/11/ramadan-covid-coronavirus-pandemic-iftar/

 
Berita Terpopuler