Antisipasi Kredit Macet, Bank Mandiri Tambah Cadangan Rp 1 T

Cadangan Rp 1 triliun diperuntukan bagi debitur yang terganggu Covid-19.

Republika/Edwin Dwi Putranto
Gedung Bank Mandiri
Rep: Novita Intan Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) khusus kebijakan restrukturisasi kredit sebesar Rp 1 triliun pada tahun ini. Adapun langkah ini untuk mengantisipasi rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) akibat pandemi Covid-19.

Baca Juga

Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan total CKPN khusus relaksasi kredit ini sebesar Rp 5,5 triliun, setelah mampu mempertebal pencadangan sebesar Rp 4,5 triliun pada tahun lalu. 

“Tahun ini kita rencanakan akan tambah Rp 1 triliun khusus debitur yang terganggu Covid-19, sehingga jika debitur tidak bisa bangkit, kita sudah siap dengan CKPN yang sudah kita sisihkan, agar tidak terjadi shock to our financial performance pada awal tahun depan,” ujarnya saat konferensi pers virtual, seperti dikutip Selasa (16/3).

Siddik menjelaskan, sampai akhir tahun lalu, perseroan sudah restrukturisasi Rp 123 triliun ke debitur yang bisnisnya terdampak virus corona. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 93 triliun sudah dibayarkan debitur. Dari balance Rp 93 triliun itu, kata Siddik, perseroan memperkirakan ada yang sebagian debitur pada akhir tahun ini atau tahun depan yang tidak pembayarannya tidak lancar karena tidak bisa bangkit lagi.

"Karena itu untuk antisipasi sebagian nasabah yang akan jatuh ke NPL, kita sudah siapkan opsional build up CKPN dari bulan April lalu sampai sekarang," jelasnya.

Meski begitu, kata Siddik, perseroan memperkirakan jumlah nasabah restrukturisasi Covid-19 akan jatuh ke NPL ini di bawah delapan persen, lebih rendah dari proyeksi tahun lalu sekitar 11 persen. Perseroan optimistis, nasabah gagal bayar akan semakin mengecil selama vaksinasi berjalan lancar.

"Yang kita mesti aware adalah debitur yang (mendapat) restrukturisasi Covid-19 tahun lalu adalah debitur yang bagus. Debitur tidak pernah menunggak dan NPL. Selama satu tahun sebagian besar dari mereka sudah bisa menyesuaikan bisnisnya (dan kembali membayar tagihan)," ucapnya.

 

Tak hanya itu, menurutnya, seiring berjalannya waktu banyak debitur sudah menyesuaikan bisnis modalnya sehingga bisa membayar kewajibannya ke bank seiring dengan adanya vaksinasi dan mulai ada tanda-tanda ekonomi pulih.

"Sehingga kita prediksi jumlah nasabah yang jatuh ke NPL akan berkurang seiring dengan recovery ekonomi. Dari debitur yang sudah selesaikan restrukturisasi sampai akhir tahun, hanya 0,3-0,4 persen jatuh ke NPL," ungkapnya.

Siddik juga menyebut bagi debitur yang masih belum pulih 100 persen, bank bersandi saham BMRI ini memberikan restrukturisasi ulang agar memiliki jangka waktu lebih panjang. Dia menyatakan, debitur yang masih berpotensi menyelesaikan kewajibannya akan dibantu dengan stimulus pemerintah yang termasuk dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) seperti subsidi bunga UMKM dan penjaminan kredit UMKM dan korporasi.

"Dari Rp 93 triliun (pun), kita perkirakan ada sebagian debitur di akhir tahun atau awal tahun depan akan menjadi NPL karena tidak bisa bangkit," ucapnya.

Kemudian bagi debitur yang masih ada harapan akan dibantu dengan stimulus program dari pemerintah seperti program penjaminan kredit dari Jamkrindo dan Askrindo untuk segmen UMKM dan penjaminan kredit untuk segmen korporasi.

"Kita gunakan semua program itu untuk bantu para debitur kita yang dulunya bagus untuk going through crisis, sehingga nanti setahun lagi crisis over mereka siap untuk kembali. Jadi kita cukup optimis program-program yang kita laksanakan akan dapat membantu debitur tersebut bangkit dan bisa me-minimize potensi downgrade ke NPL," ungkapnya.

 
Berita Terpopuler