Waspadai Praktik Cross-Border Ilegal di Platform e-Commerce

Pemerintah berkomitmen melindungi UMKM dari praktik cross border ilegal di e-commerce

Republika
E-commerce (perdagangan online)
Rep: Iit Septyaningsih Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) memastikan adanya perlindungan bagi para pelaku koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) go digital dari bahaya praktik cross-border ilegal di e-commerce. Sejumlah pelaku usaha mengeluh adanya potensi praktik tersebut di platform digital itu. 

Baca Juga

Kemenkop menerima perwakilan pengusaha pemegang hak impor produk kecantikan internasional yaitu Sociolla, Nature Republic, dan Peripera, guna melakukan audiensi terkait dugaan praktik cross border ilegal yang terjadi di platform e-commerce Indonesia. Dalam audiensi tersebut, para pelaku usaha menyampaikan keluhan dan paparan data perihal potensi terjadinya praktik cross border ilegal pada platform e-commerce yang berdampak buruk tidak hanya bagi pengusaha pemegang hak impor resmi, namun juga pelaku UMKM. 

Produk asing ilegal dengan harga murah dan tidak terjamin keasliannya, dinilai bisa mengancam produk lokal. Potensi kerugian negara juga sangat besar akibat praktik cross border ilegal karena tidak ada pajak yang dibayarkan.

Produk ilegal yang banyak dikeluhkan yakni barang-barang lartas seperti kimia, kosmetik, obat, dan lain-lain. Produk tersebut diimpor dan beredar tanpa izin melalui e-commerce

Praktik itu menyebabkan banyaknya produk palsu dan ilegal di luar akun merchant resmi dengan harga jauh lebih murah beredar melalui e-commerce. Sebab tidak mengurus izin BPOM dan diduga tidak membayar pajak sesuai peraturan.

"Kami merasa perlu menyampaikan temuan, kerugian, dan ketidakadilan, serta kemungkinan efek negatif yang dapat timbul di kemudian hari. Terutama bagi perekonomian di Indonesia, khususnya bagi pelaku UMKM,” ujar Franseda yang merupakan pemilik hak impor eksklusif Nature Republik lewat keterangan resmi, Selasa (16/3).

Para pelaku usaha mengapresiasi langkah Kemenkop menggelar diskusi itu agar dapat memetakan langsung permasalahan riil di lapangan. Mereka juga berharap supaya tindak lanjut dan upaya pelindungan terhadap pelaku usaha dapat segera digulirkan. 

Franseda menambahkan, selama ini proses legal terus mereka lakukan, baik dari laporan, aduan, dan lainnya, tapi praktik ilegal terus terjadi. Menurutnya, harus ada pelindungan menyeluruh bagi pelaku usaha di e-commerce, investigasi kemungkinan terjadinya pelanggaran oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab, dan penyempurnaan regulasi.

 

Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah Kemenkop Hanung Harimba Rachman menegaskan, perlindungan pemerintah terhadap UMKM terkait produk yang masuk dari negara lain telah dilakukan. Hal itu melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK/010/2019 yang menurunkan ambang batas bea masuk barang kiriman dari 75 dolar AS menjadi 3 dolar AS. Barang impor di atas 3 dolar AS dikenai tarif pajak sebesar 17,5 persen yang terdiri dari bea masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, dan PPh 0 persen. 

Di sisi lain, PP 80 tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik juga telah mengatur berkenaan aktivitas perdagangan melalui platform digital seperti e-commerce. Sebagaimana diketahui, saat ini terjadi peningkatan perdagangan produk-produk asing yang diperjualbelikan melalui aplikasi e-commerce lintas negara (cross-border e-commerce). 

Meskipun masih tumbuh sangat kecil, tetapi pemerintah mengkhawatirkan gempuran produk-produk asing ilegal yang trennya terus mengalami peningkatan akan merugikan perekonomian Indonesia. Di sisi lain pemegang hak impor mengeluhkan praktik cross border ilegal yang terjadi di e-commerce menyebabkan perusahaan mereka sebagai pemegang lisensi resmi untuk mengimpor produk-produk tersebut dirugikan. 

Jika praktik cross border tidak diregulasi dengan baik, maka akan merugikan banyak pihak. Pengusaha akan mengalami kerugian karena produk mereka akan kalah bersaing dengan produk cross border ilegal yang harganya jauh lebih murah. 

Konsumen juga akan dirugikan karena keaslian dari produk cross border ilegal tidak dapat dipertanggungjawabkan dan bisa berakibat fatal terhadap kesehatan serta keselamatan konsumen. Selain itu negara juga akan dirugikan karena adanya potensi kehilangan pendapatan negara akibat tidak adanya penerimaan pajak dari produk cross border ilegal tersebut.

 Hanung mengatakan, Kemenkop akan berkoordinasi dan bekerja sama lintas kementerian atau lembaga, karena pengelolaannya di luar Kemenkop. Komitmen pelindungan terhadap UMKM tercermin dari berbagai kebijakan yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Lewat UU tersebut, UMKM diberikan kemudahan dari perizinan, akses pasar, rantai pasok, hingga akses pembiayaan.

Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM juga telah resmi diundangkan. “PP ini menjadi krusial sebagai upaya pemerintah melindungi UMKM dari praktik predatory pricing. KemenkopUKM akan memastikan pelindungan terhadap produk Koperasi & UMKM menjadi prioritas utama,” jelas Hanung.

 
Berita Terpopuler