DK PBB Diminta Tindak Tegas Junta Myanmar

Pembunuhan pengunjuk rasa telah memicu kemarahan internasional.

EPA-EFE/KAUNG ZAW HEIN
Orang-orang duduk di pembatas jalan darurat yang dibangun untuk mencegah pasukan keamanan memasuki daerah di Mandalay, Myanmar, 5 Maret 2021. Protes antikudeta terus berlanjut pada 05 Maret meskipun tindakan keras terhadap demonstran semakin meningkat oleh pasukan keamanan. Lebih dari 50 orang tewas dalam tindakan keras oleh pasukan keamanan sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021.
Rep: Dwina Agustin Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener,  meminta Dewan Keamanan (DK) PBB untuk mengambil tindakan terhadap junta yang berkuasa. Desakan ini muncul setelah pembunuhan terhadap para pengunjuk rasa yang terus menentang pasukan keamanan dalam demonstrasi menentang kudeta.

"Berapa banyak lagi yang bisa kita biarkan militer Myanmar lolos?" ujar Schraner Burgener dalam pertemuan tertutup dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB pada Jumat (5/3).

Menurut salinan sambutan Schraner Burgener, DK diminta untuk tegas dan koheren dalam memberi perhatian pada pasukan keamanan di Myanmar. Dia meminta lembaga itu  berdiri teguh bersama rakyat Myanmar untuk mendukung hasil pemilu November yang jelas.

Pembunuhan pengunjuk rasa telah memicu kemarahan internasional. "Penggunaan kekerasan terhadap rakyat Myanmar harus dihentikan sekarang," kata Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, dalam sebuah kicauan di Twitter. Dia menyerukan pembebasan Suu Kyi dan tahanan lainnya dan untuk pemulihan demokrasi.

Amerika Serikat dan beberapa negara Barat lainnya telah menjatuhkan sanksi terbatas pada junta. Penyelidik hak asasi manusia PBB yang independen di Myanmar, Thomas Andrews, telah menyerukan embargo senjata global dan sanksi ekonomi yang ditargetkan.

Baca Juga

Namun, upaya untuk menjaga persatuan DK di Myanmar, para diplomat mengatakan, sanksi tidak mungkin dipertimbangkan dalam waktu dekat. Kondisi ini mempertimbangkan kemungkinan penentangan oleh China dan Rusia yang memiliki hak veto.

"Semua pihak harus bersikap tenang dan menahan diri. Kami tidak ingin melihat ketidakstabilan, bahkan kekacauan di Myanmar," kata Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun, menurut pernyataan yang dirilis setelah pertemuan PBB.

Menurut PBB, lebih dari 50 pengunjuk rasa telah meninggal dunia, dengan 38 orang pada Rabu (3/3) saja. Para pengunjuk rasa menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan penghormatan pada hasil pemilihan November yang dimenangkan partai
pemimpin sipil itu secara telak, tetapi ditolak oleh tentara.

Militer Myanmar mengatakan telah menahan diri dalam menghentikan protes. Namun, mereka menegaskan tidak akan membiarkan demonstran mengancam stabilitas. Setidaknya satu orang meninggal oleh pasukan keamanan dalam protes pada Jumat. Menurut laporan media lokal, seorang pejabat dari Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Suu Kyi dan keponakan juga ditikam sampai mati oleh pendukung militer.

 
Berita Terpopuler