Aspek Penciptaan Manusia Menurut Pakar Tafsir Ibnu Katsir

Ibnu Katsir mempunyai pendapat tentang aspek-aspek penciptaan

Pixabay
Ibnu Katsir mempunyai pendapat tentang aspek-aspek penciptaan. Ilustrasi kaki bayi
Rep: Imas Damayanti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ilmu pengetahuan mengenai penciptaan manusia dan makhluk tak lepas dari minat yang didalami para ulama Islam klasik. Diskursus mengenai sains bahkan kerap dibahas dengan pendekatan terperinci yang menyandingkan dalil-dalil dan keilmuan.

Baca Juga

Salah satu ulama yang memiliki minat terhadap kajian penciptaan manusia, makhluk, dan sejarah adalah Ibnu Katsir. Beliau bahkan menulis buku sejarah berjudul Al-Bidayah wa An-Nihayah yang memberikan penjelasan mengenai sejarah secara komprehensif, dan beliau pun menulis kitab tafsir dengan pendekatan sejarah yang mendalam.

Dilansir di Alukah, Jumat (5/3), Ibnu Katsir juga memiliki minat yang dalam terkait aspek psikologis dan kecenderungan pribadi dan sosial manusia. Untuk itu, Ibnu Katsir membagikan pandangan ilmiahnya mengenai penciptaan manusia dan makhluk ke dalam poin-poin yang berbeda.

Pertama, Ibnu Katsir berpendapat bahwa penciptaan manusia Allah dengan ketetapan yang sempurna dibalut dengan fitrah. Allah menciptakan manusia secara sempurna sesuai dengan fitrahnya. 

Fitrah manusia sejak lahir adalah kebaikan, fitrah inilah yang tertanam dalam diri manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat As-Syams ayat 7: 

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا “Wa nafsin wa maa sawwaha.” Yang artinya: “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya).” Allah pun berfirman dalam Alquran surat Ar-Rum ayat 30: 

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ “Fa-aqim wajhaka liddini hanifan, fithratallahi allati fathara an-naasa alaiha, laa tabdila likhalqillahi. Dzalika ad-dinul-qayyimu walakinna aktsara an-naasi laa ya’lamuna.”  

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” Rasulullah SAW pun bersabda:

يقول الله عز وجل: إني خلَقتُ عبادي حنفاءَ كلَّهم، فجاءتهم الشياطين فاجتالتْهم عن دينهم  “Yaqulullahu azza wa jalla: ‘inni khalaqtu ibadi hunafaa-a faja-athumu as-syayathinu fajtalathum an dinihim.” 

Yang artinya: “Allah SWT berkata: ‘sesungguhnya Aku jadikan hamba-hamba-Ku pribadi yang jujur dan lurus, tetapi datang setan yang menggoda dan membelokkan mereka dari agama.” 

Kedua, Ibnu Katsir berpendapat bahwa manusia pada dasarnya memiliki sikap yang baik sampai batasan tertentu. Yakni yang dimaksud dengan melampaui batasan adalah ketika jin dan setan datang mengganggu manusia. Allah SWT berfirman dalam Alquran surat Fushilat ayat 36-37:

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Wa imma yanza ghannaka min as-syaithaani nazghun fas-ta’idz billah, innahu huwa as-sami’ul-alimu. Wa min aayatihi al-lailu wannahaaru wasyamsu wal-qamaru. Laa tasjudu lisyamsi wa laa lil-qamari wasjuduu lillahilladzi khalaqahunna in kuntum iyyahu ta’buduna.” 

 

 

Yang artinya: “Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia lah Yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah (adanya) malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, jika Dia lah yang kamu hendak sembah.” 

Ketiga, sebagaimana bahwasannya manusia diciptakan dengan kebaikan pada dasaranya, manusia juga memulai kehidupannya dengan kebaikan. Adapun tabiat manusia, Ibnu Katsir berpendapat, manusia selalu cenderung mendekat dengan sikap berputus asa yang sia-sia. Terlebih jika diuji dengan musibah yang dianggapnya besar. Allah berfirman dalam Alquran surat Hud ayat 9: 

وَلَئِنْ أَذَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً ثُمَّ نَزَعْنَاهَا مِنْهُ إِنَّهُ لَيَئُوسٌ كَفُورٌ “Wa la-in adzaqnal-insana minna rahmatan tsumma naza’naha minhu laya-usun kafurun.”

Yang artinya: “Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi dan tidak berterima kasih (bersyukur).” 

Keempat, demikian juga salah satu tabiat manusia adalah kerap berendah diri apabila berhadapan dengan yang lebih tinggi darinya. Yakni ketika dihadapkan pada kemiskinan, tak sedikit dari manusia yang rela melanggar perintah Allah dan menggadaikan syariat dan juga akidah Islam demi tuntutan. 

Artinya, mereka tidak menjalani perintah Allah akibat rasa takut atas kemiskinan atau masalah yang tengah dihadapi. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat An-Nisa ayat 66: 

وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌ مِنْهُمْ ۖ وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا

“Walaw anna katabna alaihim ani-qtuku anfusakum awikhrajuu min diyaarikum maa fa’aluhu illa qalilun minhum. Walaw annahum fa’aluu maa yuu’azhuna bihi. Lakaana khairan lahum wa asyadda tatsbuta.”  

Yang artinya: “Dan sesungguhnya jika Kami perintahkan kepada mereka: bunuhlah dirimu atau keluarlah dari kampungmu. Maka niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka).”

Sumber: alukah 

 
Berita Terpopuler