Everything Will Be Ok, Kyal Sin Gugur di Jalanan Mandalay

Seorang demonstran perempuan di Myanmar gugur tertembak di kepala pada Rabu (3/3).

REUTERS/Stringer
Angel seorang pengunjuk rasa berusia 19 tahun, juga dikenal sebagai Kyal Sin, berbaring di tanah sebelum dia ditembak di kepala ketika pasukan Myanmar melepaskan tembakan untuk membubarkan demonstrasi anti-kudeta di Mandalay, Myanmar, 3 Maret 2021.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dwina Agustin, Kamran Dikrama, Rizky Jaramaya

"Everything Will Be Ok (Semuanya akan baik-baik saja)," demikian tulisan terbaca di kaus seorang perempuan bernama panggilan Angel berusia 19 tahun yang bergabung dalam unjuk rasa anti-kudeta di Myanmar Rabu (2/3). Kaus ini menjadi simbol semangat yang tidak padam meski peluru tajam menembus kepalanya.

Baca Juga

Angel yang juga dikenal sebagai Kyal Sin terbunuh oleh tembakan di kepala di jalanan Mandalay, Rabu (3/3). Terlihat dalam foto, dia menggunakan kaus bertuliskan "Semuanya akan baik-baik saja", dan dengan cepat menjadi viral di media sosial. Dia menjadi korban kekerasan dari pasukan keamanan yang menewaskan sedikitnya 18 orang di sekitar Myanmar dalam hari itu.

Myat Thu, yang bersama Angel saat protes, mengenang seorang perempuan muda pemberani yang menendang pipa air hingga terbuka sehingga pengunjuk rasa dapat mencuci gas air mata dari mata mereka. Kyal sin pun melemparkan tabung gas air mata kembali ke arah polisi.

“Ketika polisi melepaskan tembakan, dia mengatakan kepada saya 'Duduk! Duduk! Peluru akan menghantammu. Kamu terlihat seperti berada di atas panggung'. Dia merawat dan melindungi orang lain sebagai seorang kawan," Myat Thu.

Myat Thu mengatakan, dia dan Angel termasuk di antara ratusan orang yang berkumpul dengan damai di kota terbesar kedua untuk mengecam kudeta. Mereka menyerukan pembebasan pemimpin yang ditahan Aung San Suu Kyi.

Sebelum serangan polisi, Angel dalam sebuah video berteriak, "Kami tidak akan lari" dan "darah tidak boleh ditumpahkan". Polisi pertama memukul mereka mundur dengan gas air mata, kemudian peluru datang. Gambar yang diambil sebelum Angel terbunuh menunjukkan dia berbaring untuk berlindung di samping spanduk protes, dengan kepala sedikit terangkat.

Myat Thu menyatakan, semua orang berpencar. Baru kemudian dia mendapat pesan: Seorang gadis telah meninggal.

"Saya tidak tahu bahwa itu dia,” katanya. Setelah itu foto-foto segera muncul di Facebook yang menunjukkan Angel berbaring di samping korban lain.

"Dia gadis yang bahagia, dia mencintai keluarganya dan ayahnya juga sangat mencintainya. Kami tidak sedang berperang. Tidak ada alasan untuk menggunakan peluru tajam pada orang. Jika mereka manusia, mereka tidak akan melakukannya," kata Myat Thu menyatakan rasa sedih atas kehilangan kawasnnya.

In Picture: Momen Terakhir Aktivis Pro Demokrasi Myanmar Sebelum Tewas

Angel seorang pengunjuk rasa berusia 19 tahun, juga dikenal sebagai Kyal Sin, berbaring di tanah sebelum dia ditembak di kepala ketika pasukan Myanmar melepaskan tembakan untuk membubarkan demonstrasi anti-kudeta di Mandalay, Myanmar, 3 Maret 2021. - (REUTERS/Stringer)

 

 

Sebagai teman, Myat Thu pertama kali mengenal Angel di kelas taekwondo. Dia seorang ahli seni bela diri serta penari di DA-Star Dance Club Mandalay dan sering mengunggah video gerakan terbarunya di Facebook.

Angel juga berbagi kebanggaan dalam memberikan suara untuk melanjutkan demokrasi di Myanmar pertama kalinya pada 8 November. Dia mengunggah foto dirinya sedang mencium jarinya, diwarnai ungu untuk menunjukkan bahwa telah memilih.

"Suara pertama saya, dari lubuk hati saya. Saya melakukan tugas saya untuk negara saya," ujar Angel.

Tentara merebut kekuasaan untuk membatalkan pemungutan suara itu, menuduh bahwa kemenangan besar partai Suu Kyi adalah penipuan. Tuduhannya ditolak oleh komisi pemilihan.

Pada hari kudeta, Angel bercanda di Facebook bahwa dia tidak tahu apa yang terjadi saat internet terputus. Pada hari-hari berikutnya, dia ikut turun ke jalan dengan mengibarkan bendera merah Liga Nasional untuk Demokrasi Suu Kyi. Dalam satu foto, dia berpose saat ayahnya mengikat pita merah di pergelangan tangannya.

Angel terus maju bahkan ketika protes semakin berbahaya dan ketika junta mengerahkan pasukan tempur dengan senapan serbu bersama polisi. Juara taekwondo ini telah bersiap menerima risiko terburuk dengan mengikuti protes yang semakin keras dengan militer. Dia bahkan meninggalkan rincian golongan darahnya, nomor kontak, dan permintaan untuk menyumbangkan organ tubuhnya jika meninggal dunia.

Seorang teman, Kyaw Zin Hein, membagikan salinan pesan terakhir Angel di media sosial. Bunyinya: “Ini mungkin terakhir kali saya mengatakan ini. Sangat mencintaimu. Jangan lupa”.

Di Facebook, Angel pun telah mengunggah rincian medis seperti golongan darah B+nya dan permintaan untuk menyumbangkan organ tubuhnya jika ia terbunuh. Pesan duka dan pujian membanjiri halaman itu pada Rabu.

 

Pembangkangan Sipil Myanmar - (AP/Reuters/Al Jazirah)

 

Kepala Dewan Eropa Charles Michel menyatakan, Uni Eropa sedang mempersiapkan sanksi untuk junta militer Myanmar. Hal itu diumumkan saat gelombang demonstrasi menentang kudeta di negara tersebut telah menyebabkan sedikitnya 38 orang tewas.

“Membunuh warga sipil yang tidak bersalah bisa dan tidak akan dibiarkan begitu saja. Uni Eropa sedang mempersiapkan tindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab," kata Michel melalui akun Twitter pribadinya pada Kamis (4/3).

Dia mendesak pasukan keamanan Myanmar menghentikan aksi kekerasan brutal terhadap para pengunjuk rasa. Sebelumnya, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell turut mengutuk tindakan represif aparat keamanan Myanmar dalam menangani gelombang demonstrasi menentang kudeta.

Borrell secara khusus menyoroti aksi penembakan yang menelan nyawa warga sipil. "Dalam penembakan terhadap warga yang tidak bersenjata, pasukan keamanan telah secara terang-terangan mengabaikan hukum internasional, dan harus dimintai pertanggungjawaban," ujarnya.

 

 

Junta militer Myanmar menyatakan siap untuk menerima sanksi dari dunia internasional terkait kudeta yang mereka lakukan pada 1 Februari lalu. Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar Christine Schraner Burgener mengatakan, dalam percakapan dengan wakil panglima militer Myanmar Soe Win, dia telah memperingatkan bahwa militer akan menghadapi tindakan keras dari beberapa negara dan isolasi sebagai tanggapan atas kudeta,

"Jawabannya adalah: 'Kami terbiasa dengan sanksi dan kami bisa selamat'. Ketika saya juga memperingatkan bahwa mereka akan diisolasi (oleh dunia internasional), jawabannya adalah: 'kita harus belajar berjalan hanya dengan beberapa teman'," ujar Burgener.

Burgener mengatakan, Soe Win menyatakan bahwa junta akan mengadakan pemilihan umum ulang setelah satu tahun. Burgener terakhir berbicara dengan Soe Win melalui sambungan telepon pada 15 Februari. Kini, Burgener berkomunikasi dengan junta militer Myanmar menggunakan surat.

Kudeta militer terjadi di Myanmar pada 1 Februari yang menggulingkan pemerintahan sipil. Militer menangkap pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi dan sejumlah tokoh politik berpengaruh lainnya. Selain itu, militer sempat mematikan layanan internet untuk membungkam kritik para aktivis dan masyarakat di media sosial. Kudeta militer tersebut menuai kecaman dan aksi protes besar-besaran di Myanmar.

Militer menyatakan, kudeta dilakukan karena ada kecurangan dalam pemilu 8 November, yang dimenangkan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi. Komisi Pemilihan Umum Myanmar menolak tuduhan tersebut.

Burgener menduga, militer Myanmar berupaya untuk melumpuhkan NLD dengan menangkap sejumlah tokoh-tokoh utama partai tersebut. Pada akhirnya NLD akan dilarang dan militer mengadakan pemilihan umum ulang untuk meraup suara serta berkuasa.

“Jelas, menurut saya, taktiknya sekarang adalah menyelidiki orang-orang NLD untuk memenjarakan mereka. Pada akhirnya NLD akan dilarang dan kemudian mereka mengadakan pemilihan baru, di mana mereka ingin menang, dan kemudian mereka dapat terus berkuasa," kata Burgener.

Kudeta militer Myanmar - (Republika)

 
Berita Terpopuler