Ditangkapnya Fredy Kusnadi dan Pesan BPN kepada Masyarakat

Polda Metro Jaya menangkap Fredy Kusnadi terkait kasus dugaan praktik mafia tanah.

@dinopattidjalal
Eks Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu), Dino Patti Djalal bersama ibunya sedang diperiksa polisi terkait kasus pencurian sertifikat tanah.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur

Aparat Polda Metro Jaya akhirnya menangkap Fredy Kusnadi dalam kasus dugaan mafia tanah dengan korban ibu mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Dino Patti Djalal. Penangkapan dilakukan setelah pihak kepolisian mengantongi dua alat bukti keterlibatan Fredy dalam sindikat mafia tanah. Ia ditangkap di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Jumat (19/2) pagi WIB.

Baca Juga

"Saudara FK (Fredy Kusnadi) tadi pagi tim penyidik telah melakukan penangkapan di Kemayoran karena telah ditemukan dua alat bukti keterlibatan yang bersangkutan dalam kelompok mafia tanah tersebut," ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Fadil Imran dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (19/2).

Menurut Fadil, penangkapan terhadap Fredy berkaitan dengan dua laporan polisi dalam kasus mafia tanah sebelumnya. Kemudian dari tiga laporan polisi tersebut, sudah ada 15 tersangka yang telah diamankan.

Fadil tidak menjelaskan secara mendetail apa peran Fredy dalam sindikat mafia tanah yang sedang ditangani oleh jajarannya tersebut. Namun, Fadil menjelaskan, para tersangka memiliki perannya masing-masing dalam menjalankan aksinya.

Mulai dari berperan sebagai aktor intelektual, sampai dengan figur palsu yang berperan sebagai pemilik sertifikat tanah yang sah. Termasuk juga berperan sebagai staff Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT. Saat ini pihak Polda Metro Jaya masih terus mendalami apakah masih ada tersangka lainnya.

"Dalam melakukan aksinya, kelompok mafia tanah berbagi peran, ada yang bertindak selaku aktor intelektual, ada yang bertindak selaku pihak yang menyiapkan sarana dan prasarana, ada yang bertindak sebagai figur (mengaku sebagai pemilik tanah)," ungkap Fadil Imran.

Nama Fredy Kusnadi sebelumnya diungkap oleh Dino Patti Djalal yang  membeberkan bukti-bukti bahwa Fredy terlibat dalam kasus penggelapan sertifikat tanah milik ibundanya. Bukti pertama yang dimilikinya, yakni rekaman pengakuan dari seseorang bernama Sherly. Sherly, kata Dino, saat ini telah ditangkap polisi dan berstatus tersangka.

"Saya memberikan apresiasi dan terima kasih karena Sherly telah memberikan pengakuan yang sejujur-jujurnya mengenai peran Fredy dalam salah satu aksi penipuan terhadap rumah ibu saya," ucap Dino, beberapa waktu lalu lewat akun Instagram-nya.

Bukti kedua yang disampaikan Dino, yakni bukti transfer uang yang diduga merupakan bagian dari hasil penggadaian sertifikat rumah milik ibunya di suatu koperasi. Bukti tersebut berikan ke polisi, yaitu bukti transfer yang diterima Fredy sebesar Rp 320 juta. Ini adalah sebagai bagian dari hasil penggadaian sertifikat rumah milik ibunya ke suatu koperasi.

"Dari sana diuangkan sekitar Rp 4 (miliar) sampai Rp 5 miliar dan dibagi-bagi di antara mereka. Paling besar mungkin itu bosnya mendapat Rp 1,7 miliar. Yang lain antara Rp 1 miliar dan Rp 500 juta," tutur Dino.

Fredy lewat kuasa hukumnya telah membantah klaim Dino. Fredy bahkan pada Rabu (17/2) melaporkan Dino atas tuduhan pencemaran nama baik ke Bareskrim Polri. Sebelumnya, Dino juga dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan yang sama.

“Saya bantah (mafia tanah). Masak kesaksian tersangka dijadikan barang bukti. Menurut saya kurang elok lah, kalau itu kan diproses biarkan proses itu berjalan,” tegas Fredy.

Tonin mengatakan, kliennya melaporkan Dino Patti Djalal terkait Pasal 45A Ayat (3) juncto Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE. Ia mengeklaim Laporan kliennya diterima polisi dengan nomor LP/B/0116/II/2021/Bareskrim tertanggal 17 Februari 2021. Hanya saja, dia tidak memperlihatkan bukti penerimaan laporan tersebut ke awak media.

Lebih lanjut, Tonin mengatakan Dino tidak berhenti berkoar-koar menuding kliennya sebagai mafia tanah di media sosial. Padahal, kata Tonin, kasusnya sedang ditangani oleh pihak kepolisian, maka harusnya cukup diserahkan ke pihak berwajib tidak dibawa ke media sosial.

"Kami terpaksa melaporkan, karena itu hukum yang mengatakan, dosa apa? Pidana harus kita laporkan. Supaya ia berhenti," tegas Tonin.

Dalam kasus terkait dugaan pemalsuan sertifikat tanah yang dialami Zurni Hasyim Djalal, ibunda Dino Patti Djalal, pihak kepolisian menerima tiga laporan. Dari tiga laporan itu, sebanyak 11 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka.

"Sampai saat ini sudah 11 tersangka dari dua laporan polisi, perkara yang ketiga terus dilakukan pembuktian materil berdasarkan alat bukti yang relevan," ungkap Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Dwiasi dalam keterangannya, Kamis (18/2).

Penangkapan Fredy dan penetapan belasan tersangka ini tak lama setelah Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk tidak ragu mengusut tuntas kasus tindak pidana mafia tanah di seluruh Indonesia.

"Karena masalah mafia tanah menjadi perhatian khusus Bapak Presiden, dan saya diperintahkan Bapak Presiden untuk usut tuntas masalah mafia tanah," tegas Sigit dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Kamis (18/2).

Oleh karena itu, Sigit menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk bekerja secara maksimal dalam melakukan proses hukum terkait dengan pidana mafia tanah. Sebagai aparat penegak hukum, Sigit menyebut, Polisi harus menjalankan tugasnya untuk membela hak yang dimiliki dari masyarakat.

"Saya perintahkan untuk seluruh anggota di seluruh jajaran untuk tidak ragu-ragu dan usut tuntas masalah mafia tanah, kembalikan hak masyarakat, bela hak rakyat tegakkan hukum secara tegas," ujar eks Kapolda Banten tersebut.

Disamping itu, Sigit juga menegaskan, kepada jajarannya untuk menindak siapa pun yang membekingi ataupun aktor intelektual di balik sindikat mafia tanah tersebut. Sigit menjelaskan, pemberangusan mafia tanah merupakan bagian dari program Presisi atau pemolisian prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan.

"Sebagaimana program Presisi, proses penegakan hukum harus diusut tuntas tanpa pandang bulu," ucap Sigit.

Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Dwiasi pada Kamis (18/2) membeberkan kronologi kasus dugaan mafia tanah. Pada kasus pertama, kata dia, bermula Zurni Hasyim Djalal yang merupakan pemilik tanah dan bangunan yang terletak di Pondok Indah pada April 2019.

Ketika itu, dua orang atas nama Van dan Fery mengaku ingin membeli tanah dan bangunan tersebut. Melalui Mustopa selaku kuasa hukum, korban menyerahkan sertifikat tanah tersebut kepada Arnold yang mengaku mewakili pembeli.

"Tanpa sepengetahuan korban, pada tanggal 22 April 2019 terbit AJB yang berisi bahwa korban menjual tanah dan bangunan miliknya kepada Van," katanya.

Padahal, kata Dwiasi, korban tidak pernah menghadap notaris manapun untuk menjual tanah dan bangunan tersebut. Kemudian terhadap AJB itu juga, Van telah membalik nama menjadi atas namanya dan menjualnya kepada Hen. Kemudian, polisi melakukan penyelidikan dan mengamankan tiga tersangka inisial AS, SS, dan DR. Kini, ketiganya menjalani putusan pidana dan berada di rutan Polda Metro dan Lapas Cipinang.

"Pada 16 Februari 2021 pukul 04.00 WIB telah dilakukan penangkapan tersangka VG dan FS di Ampera Jakarta Selatan. Total seluruhnya lima tersangka," terang Dwiasi.

Dwiasi melanjutkan, pada November 2019 juga masuk laporan kedua terkait rumah milik ibunda eks wakil menteri luar negeri tersebut. Tercatat, kepemilikan rumah atas nama Yusmisnawita yang merupakan keluarga korban.

Kepemilikan properti ini berpindah tangan ke pembeli (SH) dengan menggunakan dokumen-dokumen palsu, berupa KTP palsu, fotokopi Kartu Keluarga palsu, fotokopi buku nikah palsu hingga NPWP palsu.

Diketahui, melalui penyelidikan, semua dokumen palsu tersebut disiapkan oleh RS. Adapun, proses penandatanganan akta tanah dan bangunan di depan notaris pun diperankan oleh figur korban yang palsu.

"Pada awalnya memang terjadi kesepakatan awal harga jual tanah dan bangunan milik korban sebesar 19.500.000.000 dan pembayaran dilakukan secara cicil," papar Dwiasi.

Kesepakatan ini, menurut Dwiasi melalui Topan yang merupakan broker sekaligus orang kepercayaan korban. Namun, saat dilakukan proses penandatanganan akta pada 11 November 2020 itu, dokumen yang dilampirkan semua palsu. Figur orang yang memerankan Yurmisnarwati diperankan oleh AN dan suaminya diperankan oleh AG.

Pada laporan kedua tersebut sempat disebut-sebut nama Fredy Kusnadi, yang bahkan sempat dimintai keterangan. Namun belum ditemukan adanya keterlibatan dari Fredy. Pada 14 februari telah ditangkap tersangka R yang berperan menyiapkan surat identitas palsu.

"Dan 16 Februari 2021 pukul 02.00 WIB telah ditangkap juga tersangka AN yang berperan sebagai figur Yurmisnawita. Total lima tersangka," ujarnya.

Sedangkan, 22 Januari 2021, polisi menerima laporan ketiga dengan kasus yang serupa. Namun, rumah ibu Dino di daerah Cilandak.

Kala itu Fredy disebut hendak membeli rumah tersebut. Hanya saja, Januari 2021, pihak Dino melakukan pengecekan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan menemukan adanya balik nama sertifikat rumah ke Fredy Kusnadi tanpa adanya informasi ke korban sebelumnya.

"Saat Dino Patti Djalal mengecek ke BPN atas sertifikat tanah dan bangunan tersebut, ternyata benar bahwa sertifikat telah balik nama menjadi Fredy Kusnadi. Dalam hal ini, pelapor merasa dirugikan," tutup Dwiasi.

Dirjen Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang, dan Tanah Kementerian ATR/BPN, R. B Agus Wijayanto mengakui dalam melakukan tindak pidana sindikat mafia tanah memiliki berbagai modus untuk merampas hak tanah milik korbannya. Di antaranya dengan memalsukan sertifikat kepemilikan tanah atau properti yang menimpa ibu kandung mantan mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Dino Patti Djalal.

Oleh karena itu, Agus menghimbau kepada masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan transaksi jual beli tanah atau properti. Salah satunya adalah untuk tidak mudah menyerahkan atau meminjam sertifikat kepemilikan tanah atau lainnya.

"Ke depan bagi masyarakat melakukan jual beli jangan mudah untuk menyerahkan setifikat ke seseorang baik itu calon pembeli," tegas Agus di Mapolda Metro Jaya, Jumat (19/2).

Lebih lanjut, kata Agus, masyarakat yang hendak menjual tanahnya harus mengenali calon pembeli secara baik. Kemudian juga harus memilih notaris yang sudah dikenalnya, serta untuk calon pembeli wajib memeriksa keabsahan sertifikat tersebut, apakah bermasalah atau tidak. Mengingat kerja dari mafia tanah terkadang tidak disadari oleh korban.

"Oleh karena itu memang supaya dengan ketentuan akan ada peralihan hak juga harus dilakukan pengecekan sertifikat di kantor pertanahan," pesan Agus.

Sebenarnya, kata Agus, sertifikat tanah tersebut tidak bisa dipalsukan. Karena pihak BPN dapat membedakan antara sertifkat yang asli dengan yang palsu.

Hanya saja, dalam kasus mafia tanah yang menimpa ibunda Dino Patti Djalal, yang dikantongi oleh para sindkat adalah sertifikat asli. Sedangkan sertifikat palsu buatan mafia tanah itu diserahkan kepada pemiliknya dan yang bersangkutan tidak menyadari jika sudah dipalsukan

"Kelompok ini berusaha untuk mengaburkan suatu keadaan atau status, sehingga hak atas tanah bisa beralih dengan menggunakan figur (figur palsu)," ungkap Agus.

Ke depannya, lanjut Agus, pihaknya membuat digitaliasi dan elektroniksisasi pelayanan dan sertifikat elektronik. Sehingga diharapkan sertifikat tidak mudah untuk dipalsukan. Kemudian pihak BPN juga bekerja sama dengan kepolisian untuk menangani kasus-kasus mafia tanah yang meresahkan masyarakat.

"Yang terpenting adalah bagi masyarakat, kita BPN terus akan memperbaiki meningkatkan kualitas produk kita supya tidak mudah dilakukan pemalsuan-pemalsuan. Sertfikat yang sekarang pun sebetulnya tidak bisa dipalsukan," tutur Agus.

 
Berita Terpopuler