Tiga Pendapat para Ulama tentang Hadits Dhaif

Hadits dhaif adalah hadits yang lemah.

MGROL100
Tiga Pendapat para Ulama tentang Hadits Dhaif. Ilustrasi Ahli Hadits
Rep: Umar Mukhtar Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Rumah Fiqih Indonesia Ustadz Ahmad Sarwat menjelaskan soal hadits dhaif (lemah) dan sikap seorang Muslim terhadap hadits tersebut. Apakah bisa menjadi rujukan? Ataukah betul-betul mutlak tidak bisa dijadikan dasar untuk suatu amalan?

Baca Juga

Ustadz Ahmad memaparkan, para ulama berbeda pendapat soal keberadaan hadits dhaif. Setidaknya ada tiga kecenderungan yang berbeda dalam menanggapi hal itu.

Pertama, yaitu para ulama yang mutlak menolak seluruh hadits dhaif. Bagi mereka hadits dhaif sama sekali tidak akan dipakai untuk apa pun juga, baik itu masalah keutamaan, kisah-kisah, nasehat maupun peringatan. Apalagi kalau sampai masalah hukum dan akidah.

"Tidak ada tempat buat hadits dhaif di hati mereka. Di antara mereka terdapat nama Al-Imam Al-Bukhari, Al-Imam Muslim, Abu Bakar Al-Arabi, Yahya bin Mu'in, Ibnu Hazm dan lainnya," jelasnya seperti dikutip dari laman Rumah Fiqih Indonesia, Jumat (19/2).

Kedua, ada para ulama yang dalam pendapatnya masih menerima sebagian dari hadits yang terbilang dhaif dengan syarat-syarat tertentu. Mereka adalah kebanyakan ulama, para imam mazhab yang empat serta para ulama salaf dan khalaf.

 

 

Syarat-syarat yang mereka ajukan untuk menerima hadits dhaif, antara lain seperti yang dijelaskan Ibnu Hajar dan Imam Nawawi. Syarat tersebut di antaranya adalah hadits dhaif itu tidak terlalu parah kedhaifanya.

Sedangkan hadits dha'if yang perawinya sampai ke tingkat pendusta atau tertuduh sebagai pendusta, atau parah kerancuan hafalannya, tetap tidak bisa diterima. Syarat kedua, hadits itu punya asal yang menaungi di bawahnya.

Syarat ketiga, hadits itu hanya seputar masalah nasihat, kisah-kisah, atau anjuran amal tambahan. Bukan dalam masalah aqidah dan sifat Allah, juga bukan masalah hukum.

Ketiga, yaitu para ulama yang termasuk kalangan mau menerima secara bulat setiap hadits dhaif, asal bukan hadits maudhu atau palsu. Sebab menurut mereka sedhai'f-dha'ifnya suatu hadits, tetap saja lebih tinggi derajatnya dari akal manusia dan logika. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Imam Ahmad bin Hanbal.

 

"Mazhab ini banyak dianut saat ini antara lain di Arab Saudi. Selain itu juga ada nama Al-Imam Abu Daud, Ibnu Mahdi, Ibnu Mubarok dan yang lainnya," ujar Ustadz Ahmad.

 
Berita Terpopuler