Kasus Vaksin Helena Lim, Muncul Dugaan Pemalsuan Data

Ombudsman menduga ada pemalsuan data oleh apotek mitra kerja Helena Lim.

Eva Rianti
Apotek Bumi Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Kamis (11/2).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Rr Laeny Sulistyawati, Eva Rianti, Antara

Kasus vaksinasi selebgram Helena Lim yang sempat membuat heboh media sosial ikut membuat Ombudsman Jakarta Raya bergerak melakukan penyelidikan. Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, Ombudsman Jakarta Raya tidak menemukan kelalaian yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.

Baca Juga

Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho mengatakan, pihaknya menduga adanya potensi pemalsuan data dalam kasus tersebut yang dilakukan oleh pihak apotek mitra kerja Helena Lim. Sebab, tidak ada petunjuk teknis (juknis) khusus dalam pendataan tenaga kesehatan penerima vaksin secara manual.

"Potensinya pemalsuan data oleh pihak pemberi kerja tenaga pendukung kesehatan, dalam hal ini apotek yang menyatakan selegram tersebut sebagai tenaga pendukung kesehatan," kata Teguh saat dikonfirmasi, Rabu (17/2).

Teguh menjelaskan, Ombudsman Jakarta Raya menemukan ketidakmampuan Sistem Informasi SDM Kesehatan (SISDMK) yang bersumber dari kementerian/lembaga terkait atau sumber lainnya dalam menghadirkan data nyata jumlah tenaga kesehatan (nakes) yang berhak mendapat vaksin di Jakarta. Sistem ini yang kemudian digunakan untuk mengirimkan undangan kepada nakes calon penerima vaksin melalui SMS blast, melakukan registrasi ulang,memilih lokasi vaksinasi hingga tiket elektronik sebagai bukti diri penerima vaksin yang sah.

"Kegagalan sistem tersebut, menyebabkan banyaknya nakes yang tidak menerima undangan untuk vaksinasi dan menyebabkan terhambatnya proses vaksinasi bagi para nakes," jelas dia.

Baca juga : SKB Seragam Sekolah Berpotensi Merusak Pembagian Kewenangan

Namun, untuk mengantisipasi masalah tersebut, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI (Ditjen P2P) mengeluarkan kebijakan pendataan secara manual bagi para nakes sesuai kategori dengan beberapa syarat. Untuk nakes yang sudah memiliki registrasi seperti dokter, verifikasi data dilakukan melalui Surat Tanda Registrasi (STR).

Sedangkan untuk data nakes lain menggunakan data dari organisasi profesi, yaitu tenaga penunjang kesehatan, datanya didasarkan pada surat keterangan bekerja dari tempat mereka bekerja. Pendataan secara manual tersebut tanpa diimbangi dengan panduan kewajiban untuk melakukan pengecekan ulang data yang disampaikan, khususnya oleh pemberi kerja bagi tenaga penunjang kesehatan.

"Data dari pemberi kerja penunjang kesehatan, sepenuhnya tergantung pada itikad baik dari si pemberi kerja penunjang kesehatan tersebut. Dan potensi ini yang terjadi dalam kasus seorang selebgram yang memperoleh surat keterangan bekerja dari apotek yang menjadi mitra kerjanya," tuturnya.

Teguh mengungkapkan, terkait dugaan potensi pemalsuan data itu merupakan kewenangan pihak kepolisian. Menurut dia, Dinkes DKI telah melakukan koordinasi dengan polisi mengenai penyidikan potensi dugaan pemalsuan keterangan tersebut.

"Kami (Ombudsman Jakarta Raya) lebih fokus ke perbaikan sistem data, supaya celah seperti itu tidak terjadi lagi. Alternatifnya bisa fokus full ke perbaikan sistem one data peduli supaya tidak ada lagi pendataan manual," jelas Teguh.

"Atau jika belum memungkinkan, dan masih perlu pendataan manual bottom up, harus ada mekansime cross check data yang lebih baik. Termasuk ancaman sanksi bagi pemberi data palsu atau jual beli data," imbuhnya.

Baca juga : 3 Efek Samping Vaksin Covid-19 Ini Bermakna Baik

Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) DKI Jakarta Widyastuti pada Rabu (17/2) pun telah memenuhi panggilan Ombudsman Jakarta Raya mengenai kasus vaksinasi terhadap Helena Lim. Meski demikian, Widyastuti membantah hal itu sebagai pemanggilan, tetapi hanya permintaan koordinasi terkait distribusi vaksin Covid-19 di Ibu Kota.

"Kami bukan pemanggilan, jadi kita diminta koordinasi terkait distribusi vaksin," kata Widyastuti di Puskesmas Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (17/2).

Widyastuti menjelaskan, proses distribusi vaksin di Jakarta menggunakan konsep wilayah dan bisa diakses secara digital. Menurut dia, Dinkes DKI sangat terbuka dengan informasi program vaksinasi, baik di tingkat kota maupun kecamatan.

"Bukan panggilan, kita berkoordinasi untuk mendapat informasi terkait distribusi vaksin di DKI Jakarta. Kita memakai konsep wilayah, kita mendapatkan berapa, semuanya sudah open digital bisa diakses, bagaimana kami membagi vaksin dengan tingkat kota kemudian tingkat kecamatan," jelas dia.

Ia pun mencontohkan proses pemberian vaksin covid-19 di Puskesmas Setiabudi. Dia menuturkan, seluruh petugas di puskesmas tersebut mendapatkan vaksin selama tempat vaksinasi itu terdaftar.

"Jadi konsepnya wilayah, contoh di Setiabudi, bukan hanya untuk memvaksin pegawai (Puskesmas) Setiabudi, tapi semua rumah sakit yang terdaftar menjadi tempat vaksinasi bisa mendapatkan vaksin," tutur dia.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria memastikan tidak ada unsur kelalaian dalam vaksinasi Covid-19 terhadap selebgram Helena Lim. Ariza menyebut, petugas puskesmas telah melakukan vaksinasi itu sesuai prosedur yang ada.

"Mekanisme di internal kami, inspektorat sudah turun, mengecek, apakah ada kelalaian, kesalahan dari ASN kami. Alhamdulillah tidak ada, petugas puskesmas sudah melakukan prosedur, aturan yang ada," kata Ariza di Balai Kota Jakarta, Senin (15/2).

Ariza mengungkapkan, selebgram Helena Lim bersama beberapa rekannya mendatangi puskesmas dengan membawa surat rekomendasi atau surat keterangan dari apotek yang menyatakan bahwa mereka merupakan pegawai apotek.

"Petugas puskesmas sudah melaksanakan sesuai dengan prosedur, aturan yang ada bahwa yang bersangkutan membawa surat rekomendasi, surat keterangan dari apotek, yang menyatakan bahwa empat orang itu adalah pegawai," ungkap dia.

"Namun kemudian ternyata diduga di situ adalah pemilik, bukan pegawai (apotek)," sambungnya menjelaskan.

Ariza menuturkan, jika ada dugaan manipulasi data dalam kasus tersebut, maka menjadi wewenang kepolisian. Ia menyebut, pihaknya pun menyerahkan hal itu kepada polisi.

"Kalau ada diduga manipulasi data, itu wilayah kepolisian, bukan kami lagi," ujarnya.

Pada Senin (15/2), Polda Metro Jaya mengakui memeriksa Helena Lim. Namun, jadwal dan proses pemeriksaan Helena di Sub Direktorat Keamanan Negara (Subdit Kamneg) Polda Metro Jaya saat itu tidak diketahui oleh wartawan.

"Hari ini betul, untuk detailnya nanti dengan Kasubdit Kamneg," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat saat dikonfirmasi, Senin (15/2).

Tubagus saat itu tidak memberikan keterangan lebih lanjut mengenai detail pemeriksaan Helena Lim.

"Yang jelas sudah diperiksa. Untuk hasilnya sudah selesai atau belum saya enggak monitor," katanya.

Helena Lim merupakan sosialita yang ramai dibicarakan lantaran mendapatkan vaksin Covid-19 gratis jatah tenaga kesehatan. Helena yang juga selebgram itu merupakan pecinta supercar McLaren 570S Spider.

Video proses vaksinasi Helena yang diunggahnya juga viral di media sosial mengingat sampai saat ini tenaga kesehatan belum rampung diberi vaksin. Namun demikian, disebutkan bahwa Helena Lim mendapatkan vaksin Covid-19 karena membawa keterangan bekerja di Apotek Bumi.

Mengacu peraturan Kementerian Kesehatan, yang masuk prioritas pemberian vaksin kepada tenaga kesehatan meliputi dokter, perawatan, bidan, tenaga kesehatan lainnya termasuk pegawai apotek. Merujuk pada Undang-undang nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, pemilik apotek di pasal 11 masuk dalam kategori tenaga kesehatan.

Dijelaskan tentang tenaga kesehatan, yakni setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Dalam proses vaksinasi itu, empat orang yang mendapatkan vaksin, termasuk Helena, diketahui merupakan keluarga pemilik Apotek Bumi. Pemberian vaksin kepada keluarga pemilik apotek dan Helena Lim ini pun telah masuk ranah penyelidikan Kepolisian.

Jubir Vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes, Siti Nadia Tarmidzi, sebelumnya menegaskan, bahwa pemilik apotek yang tidak memiliki gelar pendidikan dan profesi apoteker bukanlah tenaga kesehatan (nakes). Sehingga, seharusnya mereka tidak terlebih dahulu mendapatkan imunisasi Covid-19.

"(Pemilik apotek tanpa gelar apoteker) tidak (divaksin terlebih dahulu)," kata Siti Nadia, saat dihubungi Republika, Selasa (9/2).

Pada pekan lalu, Republika sempat menyambangi lokasi Apotek Bumi Kebon Jeruk yang berlokasi di Kompleks Green Garden No. 25 RT/RW 1/3, Kedoya Utara, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Pada Kamis (11/2), sekira pukul 10.45 WIB, di apotek yang berlokasi di lantai dua tersebut terdapat empat orang karyawan yang tengah bekerja.

"Maaf ya kita enggak bisa kasih keterangan," ujar seorang karyawan yang tidak ingin disebutkan namanya saat ditemui Republika di Apotek Bumi, Jakarta Barat, Kamis (11/2).

Karyawan lainnya yang berada di lokasi mengungkapkan keberatan untuk dimintai informasi soal keberadaan pemilik Apotek Bumi. "Aduh, kita kerja semua di sini. Enggak ada (atasan kita). Lagi enggak ada semua, beneran," kata dia.

Lalu, seorang karyawan lainnya yang mengenakan hijab mengatakan, bahwa Helena Lim memang merupakan partner kerja di apotek tersebut, namun dia tidak ingin berbicara lebih lanjut. "Emang ada, dia partner kita di sini, bos kita," ungkapnya singkat sembari menyudahi pembicaraan.

Proses Registrasi dan Verifikasi Penerima Vaksin Covid-19 - (Republika)

 
Berita Terpopuler