1 Februari, Bareskrim Panggil Abu Janda Soal 'Islam Arogan'

Abu Janda dipanggil atas dugaan ujaran SARA dan penistaan agama.

Republika/Haura Hafizhah
Permadi Arya alias Abu Janda melaporkan cuitan twitter ustadz Maheer At-Thuwailibi ke Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (29/11).
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bareskrim Polri akan memanggil Permadi Arya alias Abu Janda. Pemanggilan ini didasari laporan Medya Rischa soal dugaan ujaran SARA dan penistaan agama karena Abu Janda menyebut 'Islam arogan'.

"Benar dilayangkan panggilan terhadap Abu Janda terkait laporan 'Islam arogan'," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Slamet Uliandi kepada media, Sabtu (30/1/2021).

Slamet mengatakan pemeriksaan terhadap Abu Janda akan dilakukan pada Senin, 1 Februari 2021. Sebelumnya, cuitan Permadi Arya alias Abu Janda yang menyebut 'Islam arogan' berawal dari twit war dengan Tengku Zulkarnain.

Baca Juga

Baca Juga: Aktivis NU: Abu Janda Tak Ada Mashlahatnya!

Awalnya, Tengku Zulkarnain lewat akun Twitter @ustadztengkuzul, berbicara soal arogansi minoritas terhadap mayoritas di Afrika. Lalu, Tengku Zulkarnain menyebut tidak boleh ada arogansi, baik dari golongan mayoritas ke minoritas maupun sebaliknya. Cuitan tersebut dipublikasikan hari Ahad (24/1/2021).

"Dulu minoritas arogan terhadap mayoritas di Afrika Selatan selama ratusan tahun, apertheid. Akhirnya tumbang juga. Di mana-mana negara normal tidak boleh mayoritas arogan terhadap minoritas. Apalagi jika yang arogan minoritas. Ngeri melihat betapa kini Ulama dan Islam dihina di NKRI," cuit Tengku Zulkarnain lewat akun Twitter @ustadztengkuzul, seperti dilihat, Jumat (29/1/2021).

Baca Juga: Tulis Islam Agama Arogan, Abu Janda Dilaporkan ke Bareskrim

Abu Janda membalas cuitan Tengku Zulkarnain. Dia menyebut ada Islam yang 'arogan' karena mengharamkan kearifan lokal di Indonesia.

"Yang arogan di Indonesia itu adalah Islam sebagai agama pendatang dari Arab kepada budaya asli kearifan lokal. Haram-haramkan ritual sedekah laut, sampai kebaya diharamkan dengan alasan aurat," cuit Abu Janda lewat akun @permadiaktivis1.

Cuitan itu disorot berbagai pihak, yang tak setuju dengan kata-kata Abu Janda soal 'Islam arogan'. Cuitan Abu Janda lantas dipolisikan Medya Rischa kemarin, Jumat (29/1). Laporan Medya diterima dengan nomor: LP/B/0056//I/2021/BARESKRIM.

Baca Juga: Soal Abu Janda, Katib Syuriah PBNU: Tak Pantas Disebut NU

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam paparannnya pada fit and proper test calon Kapolri pekan lalu menyatakan tak boleh lagi ada anggapan hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Di sisi lain, Komjen Sigit mengatakan penegakan hukum juga harus dilakukan secara humanis.

BACA JUGA: Fans Liverpool, Ini Kabar Gembira dari Jurgen Klopp!

 

Keberadaan dan persepsi bahwa Permadi Arya atau Abu Janda warga Nahdiyin digugat kalangan NU. Apalagi setelah kontroversinya dalam kasus terakhir terkait dengan dugaan rasisme dan kata yang menyudutkan Islam.

 

Ativis NU dan Ketua Ketua Umum Jamaah Yasin Nusantara yang kini bermukim di Wonosobo, Idham Cholid, mempertanyakan keberadaan Abu Janda yang dipersepsi publik kerap disebut warga NU.

"Jangankan ketemu, kenal pun tidak dengan orang yang bernama Permadi Arya. Sesekali saja kadang membaca dan melihat postingannya, dengan nama populer Abu Janda itu,'' kata Idham Cholid kepada Republika.co.id, Sabtu (30/1).

Menurut Idham, pihaknya memang menduga kuat apa yang dilakukan Abu Janda terkait NU hanya sekedar mencari sensasi. "Lebih sensasional, karena memakai seragam Banser. Tak tahu juga, itu semua untuk kepentingan siapa sebenarnya?"

Baca Juga: Sekum PP Muhammadiyah: Saya Males Komentar tentang Abu Janda

"Saya sangat yakin, jangankan secara institusional, para tokoh NU secara personal pun jauh dari "memanfaatkan" kepentingan seperti itu. Yang saya tahu, segala sikap dan perilaku ke-NU-an haruslah berdasarkan kemashlahatan,'' tegasnya.

Dengan demikian, lanjut Idham, apa mashlahatnya dengan "akrobat" Abu Janda selama ini. Maka, jika tak ada, kenapa PBNU tak menyikapi secara tegas saja. 

"Semestinya, Ansor dan Banser yang harus segera lakukan itu. Institusi inilah yang selalu dibawa-bawa oleh Abu Janda,'' kata Idham Cholid menandaskan.

Abu Janda, Denny Siregar, dan Virus Bernama Nirakhlak

Di titik-titik yang melelahkan dalam menghadapi pandemi Covid-19, Indonesia rasanya harus lebih banyak mengeluarkan kesabaran berlebih untuk satu virus lainnya bernama amoral—nir-akhlak. Virus ini membesar, meluas, dan membusuk apabila terus-menerus didekati.

 

Sudah lumrah rasanya mendengar sementara masyarakat bangsa ini berbicara tentang mencintai Indonesia, mencintai NKRI, mencintai Pancasila, namun laku sikapnya tentang kecintaan terhadap itu dipertanyakan. Panjang dan nyaring berbicara tentang NKRI dan Pancasila, namun sulit dibuktikan dalam aksi nyata. Mirisnya, gaung-gaung semacam ini terus dipromosikan oleh orang-orang yang salah.

Setelah kasus demi kasus yang terjadi terkait Denny Siregar—yang profesi publiknya dipertanyakan—tak pernah ‘diseriusi’ pemerintah, kini sobat karibnya bernama Permadi Arya alias Abu Janda juga berulah. Abu Janda melontarkan sejumlah serangan bernada SARA di media sosial, yakni melontarkan dugaan ujaran kebencian yang dilakukannya terhadap tokoh Papua, Natalius Pigai.

Atas aksinya ini, Abu Janda dilaporkan ke polisi dengan dugaan melanggar Pasal 45 Ayat (3) juncto Pasal 27 Ayat (3) dan/atau Pasal 45 Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) dan/atau Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 terkait Indformasi dan Transaksi Elektronik, Kebencian atas Permusuhan Individu dan Antargolongan (SARA). Abu Janda dilaporkan dengan Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP.

Pelaporan ulah Abu Janda ini pun dicurigai sulit untuk ‘diseriusi’ aparat penegak hukum, mengingat hal serupa juga terjadi kepada sobat karibnya bernama Denny Siregar itu. Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas menilai, Abu Janda bukan hanya sekali dua kali mengeluarkan pernyataan yang meresahkan dan menyakiti hati masyarakat, terutama masyarakat Muslim.

Kini, kata dia, perilaku Abu Janda dinilai juga telah merendahkan harkat dan martabat seorang tokoh nasionalis dan pejuang HAM Natalius Pigai. “Sudah banyak yang minta Abu Janda ini ditindaklanjuti penegak hukum, tapi belum-belum juga direspons. Ini akan merusak citra pemerintahan Pak Jokowi justru, apalagi dia (Abu Janda) sudah sangat sering ya menghina umat Islam, sekarang menghina tokoh Papua,” kata Anwar saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (29/1).

Dalam Islam, setinggi apapun ilmu seseorang tanpa dibarengi akhlak akan menjadi tidak bernilai. Terlebih jika seseorang yang sudah minim ilmu, namun juga nir-akhlak, berbicara dan tampil di muka publik dengan menyerukan NKRI, Pancasila, apalagi misi perdamaian. Abu Janda, Denny Siregar, adalah dua contoh yang berseliweran di media sosial mengenai minimnya dua nilai tadi. Bayangan akan ilmu atau akhlak, nampaknya sulit dilihat dari dua sosok itu jika tidak ada rasa malu sama sekali dalam laku sikapnya sehari-hari.

Rasulullah SAW bersabda: “Inna likulli dini khuluqan wa khuluqul-Islama al-hayaa-u,”. Yang artinya: “Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlah (orang-orang) Muslim adalah (cirinya) adalah rasa malu,”.

 

Jangankan untuk berkata-kata tak pantas, orang yang berakhlak dalam Islam pun akan malu apabila menyampaikan hal keliru ke hadapan publik. Rasa malu itu timbul lantaran adanya sikap tanggung jawab atas apa yang disampaikan. Muatan tentang yang disampaikan, dalam Islam tak boleh bebas begitu saja.

Dalam buku Fikih Jurnalistik karya Faris Khoirul Anam dijelaskan, menyuarakan pendapat atau menyampaikan opini tidak bisa lepas dari batasan-batasan yang ada. Batasan-batasan itu diadakan guna menghindari buruk sangka, bergunjing, kabar fitnah, hingga ujaran kebencian yang ada. Apalagi, jika suatu kabar atau pernyataan disebarkan atas dasar menyerukan kebatilan dan kemunkaran, jelas ini dilarang dalam Islam.

Dalam kumpulan artikel mengenai Hak Asasi Manusia dalam Islam karya Ashim Ahmad Ujailah disebutkan, batasan dalam kebebasan itu mencakup dua hal. Pertama, usaha ketundukan pada jiwa dan akal, bukan berdasarkan hawa nafsu. Kedua, perasaan tulus bahwa di luar kebebasan yang dimilikinya terdapat hak orang lain yang juga menjadi kewajiban.

Maka jelas adanya, dalam batasan-batasan apa umat Islam harus bersikap. Dalam batasan seperti apa seseorang, siapapun dia, harus menyikapi fenomena sosial yang ada dengan bijak. Tak boleh, sama sekali tak boleh, bagi umat Islam menanggalkan akhlaknya. Baik dalam kemiskinan, kesulitan, kebodohan, atau suasana krisis seperti sekarang, iman dan akal budi harus dijadikan perisai. Jangan sampai virus bernama nirakhlak itu merebak di Indonesia!

BACA JUGA: Fans Liverpool, Ini Kabar Gembira dari Jurgen Klopp!

 

 
Berita Terpopuler