UMM Kaji Perintah dalam Islam untuk Jaga Ketahanan Pangan

Islam memberikan konsep terkait ketahanan pangan lewat Surat Yusuf

dok. Humas UMM
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengadakan Kuliah Ahad Shubuh (KAS), Ahad (24/1).
Rep: Wilda Fizriyani Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengkaji lebih dalam terkait Islam dan ketahanan pangan dalam Kuliah Ahad Shubuh (KAS), Ahad (24/1). Agenda mingguan yang ditayangkan langsung melalui kanal Youtube Masjid AR. Fachruddin ini menghadirkan pemateri, Syarif Husen.

Syarif memulai paparannya dengan menyinggung pangan selalu menjadi isu penting sejak peradaban manusia hingga akhir nanti. Apalagi jarak antara produksi pangan dan peningkatan populasi semakin lama semakin besar. “Melihat hal itu, Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) pun bernisiatif untuk mendirikan Food and Agriculture Organization (FAO) guna mengatasi masalah pangan,” ungkap Dosen Fakultas Pertanian dan Pertanian UMM ini.

Islam pada dasarnya sudah memberikan konsep terkait ketahanan pangan. Syarif menyebutkan empat ayat dari surat Yusuf, yakni mulai ayat 46 hingga 49. Dalam ayat yang mengisahkan Nabi Yusuf tersebut, dijelaskan dengan gamblang bagaimana seharusnya menyikapi ketahanan dengan bijak. 

“Nabi Yusuf dengan bantuan Allah SWT sudah menjadi pelopor dan konseptor ulung terkait bagaimana membangun ketahanan pangan yang baik,” ucapnya dalam pesan resmi yang diterima Republika, Senin (25/1).

 

Menurut Syarif, terdapat tiga hikmah dan pelajaran yang bisa diambil. Pertama, meningkatkan produktivitas selagi masih ada lahan dan kesempatan. Kemudian bagaimana menyimpan bahan makanan yang didapat dengan benar. 

Tak lupa hikmah tentang bagaimana pola konsumsi yang harus dijalankan. Syarif menilai, tiga hikmah ini menjadi poin sederhana yang dampaknya luar biasa.

Syarif juga sempat menjelaskan efek Covid-19 terhadap ketahan pangan saat ini. Salah satunya terkait penurunan produktivitas. Selain itu, pola dan strategi distribusi yang terhambat karena batasan yang dipicu pandemi.

Meski begitu, ia juga memberikan beberapa solusi dan strategi menghadapi krisis pangan di tengah pandemi. Hal pertama yang perlu dilakukan, yakni intensifikasi pertanian untuk meningkatkan produksi. Lalu optimalisasi lahan yang bisa dilakukan oleh masyarakat secara luas. 

Selain itu, perlu adanya diversifikasi pangan lokal dan pola konsumsi yang baik pula. Namun kebanyakan masyarakat masih suka beraku boros. Bahkan, kurang peduli dengan isu pangan.

Pada akhir materinya, Syarif berpesan agar masalah pangan seharusnya ditangani oleh berbagai pihak. Tidak hanya pemerintah, tapi juga pengusaha, perguruan tinggi, serta masyarakat. Peningkatan produksi juga harus digalakkan agar terhindar dari krisis pangan. 

 

Ia juga tak lupa menyebutkan betapa pentingnya mengusahakan kesejahteraan para petani terutama di masa pandemi. "Jika ketiganya dilakukan dengan baik, maka persentase kemungkinan mengalami krisis pangan bisa menurun," jelasnya.

 
Berita Terpopuler