Bank Dunia Pinjamkan Rp 7,03 T untuk Tanggap Bencana

Sejak 2014, negara membelanjakan hingga 500 dolar AS per tahun untuk bencana.

Antara/Bayu Pratama S
Warga melintas di dekat puing-puing rumah akibat banjir bandang di Desa Waki, Kecamatan Batu Benawa,Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Rabu (20/1/2021). Bank Dunia menyetujui pemberian pinjaman ke Indonesia senilai 500 juta dolar AS atau sekitar Rp 7,03 triliun (kurs Rp 14.069 per dolar AS) yang digunakan untuk memperkuat ketahanan keuangan dan fiskal Indonesia.
Rep: Adinda Pryanka Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia menyetujui pemberian pinjaman ke Indonesia senilai 500 juta dolar AS atau sekitar Rp 7,03 triliun (kurs Rp 14.069 per dolar AS) yang digunakan untuk memperkuat ketahanan keuangan dan fiskal Indonesia. Pinjaman tersebut akan membantu negara membangun dan memperkuat respons finansial terhadap bencana alam, risiko iklim dan guncangan terkait kesehatan.

Baca Juga

Guncangan dan bencana seperti itu yang terjadi terus menerus akan menjadi ancaman bagi kemajuan pembangunan Indonesia. Sejak 2014 hingga 2018, pemerintah pusat sudah membelanjakan antara 90 juta dolar AS hingga 500 juta dolar AS per tahun untuk tanggap bencana dan pemulihannya. Sementara itu, pemerintah daerah diperkirakan harus mengeluarkan 250 juta dolar AS tambahan pada periode yang sama.

Seiring dengan perubahan iklim dan pertumbuhan kawasan perkotaan, biaya penanggulangan bencana diperkirakan akan terus meningkat. Hal ini berpotensi menambah beban belanja publik. Kebutuhannya semakin mendesak ketika Indonesia mengalami berbagai dampak keuangan, fiskal dan sosial akibat pandemi Covid-19.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, kesiapan finansial negara dalam menghadapi bencana, perubahan iklim dan krisis kesehatan seperti Covid-19, kini semakin penting bagi Indonesia.

"Dukungan (pinjaman Bank Dunia) akan membantu pemerintah memberikan respon yang lebih tepat sasaran dan tepat waktu, mengurangi dampak bencana dan membantu melindungi kemajuan pembangunan Indonesia," tuturnya, dalam keterangan resmi dalam situs Bank Dunia, Kamis (21/1).

 

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste Satu Kahkonen menjelaskan, ketersediaan dan aliran dana yang meningkat berdampak positif terhadap penduduk Indonesia. Mereka akan merasakan bantuan lebih cepat dan lebih tepat sasaran.

“Ini terutama akan menguntungkan mereka yang paling miskin dan rentan, yang paling terdampak ketika tanggap bencana mengalami keterlambatan. Mereka juga sering harus kehilangan pekerjaan dan pendapatan yang membuat mereka tetap berada di jurang kemiskinan,” ujarnya.

Proyek baru ini akan mendukung Strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana Nasional milik pemerintah dengan memperkuat ketahanan fiskal serta keuangan Indonesia melalui Pooling Fund Bencana (PFB). PBF merupakan skema mengumpulkan, mengakumulasikan dan menyalurkan dana khusus bencana oleh sebuah lembaga pengelola dana.

PFB akan menjadi mekanisme sentral di mana pembiayaan pascabencana dapat mengalir dari berbagai sumber. Pembiayaan tersebut akan memanfaatkan pasar asuransi domestik dan internasional dalam menyiapkan kapasitas keuangan untuk menjadi penyangganya.

Proyek ini juga akan membantu memastikan aliran dana ke instansi pemerintah terkait dilakukan secara transparan dan efektif. Termasuk di antaranya penelusuran anggaran untuk pengeluaran terkait bencana, pembayaran bantuan sosial yang lebih cepat dan peningkatan perencanaan kesiapsiagaan untuk krisis kesehatan.

 

Pinjaman Bank Dunia didukung oleh hibah senilai 14 juta dolar AS dari Global Risk Financing Facility (GRiF). Tujuannya, membantu membangun kapasitas teknis, sistem pengelolaan lingkungan dan sosial hingga menghadirkan teknologi baru dalam pengelolaan Pooling Fund.

 
Berita Terpopuler