Kesan Direktur Mahad Aly Tebuireng Belajar di Al-Azhar Mesir

Direktur Mahad Aly Tebuireng memuji sistem pengajaran di Al-Azhar Mesir

republika
Direktur Mahad Aly Tebuireng memuji sistem pengajaran di Al-Azhar Mesir. Penopang keunggulan Al-Azhar Mesir (ilustrasi)
Rep: Muhyiddin Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Mudir (Direktur) Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Pondok Pesantren Tebuireng, KH Nur Hannan, berpesan kepada generasi Muslim untuk tetap mempelajari ilmu agama dari guru yang mempunyai sanad keilmuan yang jelas, sehingga tidak menyimpang dari ajaran agama Islam.

Baca Juga

“Pesan yang paling utama adalah belajar ilmu agama ini harus dari guru yang memilki sanad keilmuan yang jelas, yang sambung ke Rasulullah. Dan tradisi itu ada di pesantren, sehingga dalam memahami ilmu ini betul-betul sesuai dengan yang dimaksudkan keilmuan itu sendiri,” ujar Kiai Hannan, sebagaimana dikutip dari dokumentasi Harian Republika. 

Menurut dia, orang yang hanya belajar dari media sosial cenderug hanya memahami ilmu agama berdasarkan logikanya sendiri, tidak memahami dari guru yang bisa dipertanggungjawabkan keilmuannya.

“Sehingga bisa jadi bukan memahami agama secara benar, melainkan justru akan menyimpang dari pemahaman agama yang sebenarnya,” ucapnya.

Kiai Hannan sendiri sejak remaja sudah belajar ilmu agama di pesantren, belajar langsung kepada para ustadz atau kiai. Dia mulai memperdalam ilmu agama sejak tingkat madrasah tsanawiyah di Pondok Pesantren Midanut Ta’lim, Mayangan, Jogoroto, Jombang.  Saat itu, dia sudah mempelajari kitab kuning, seperti kitab Nahwu dan Sharraf, fikih, tafsir, dan ilmu agama lainnya.

Setelah itu, Kiai Hannan melanjutkan pendidikannya ke tingkat madrasah aliyah di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras, Jombang. Tiga tahun kemudian, dia belajar agama ke Universitas Al-Azhar Mesir dengan jurusan hukum Islam atau fiqih.

“Yang saya rasakan bahwa belajar di Al-Azhar itu tidak bisa santai, tidak bisa main-main, karena nilai yang diperoleh mahasiswa di sana itu betul-betul sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya,” katanya. 

 

Jika memang tidak mampu mengikuti perkuliahan di Al-Azhar, menurut dia, para dosen tidak akan memberikan nilai tambahan seperti halnya di kampus-kampus dalam negeri. Mahasiswa yang memperoleh nilai rendah benar-benar tidak akan diluluskan.

Selain tu, Kiai Hannan juga mengagumi tradisi membaca di Universitas Al-Azhar, sebuah tradisi yang belum ditemukannya saat belajar di Indonesia. Para mahasiswa di Al-Azhar, menurut dia, membaca kitab atau buku tidak hanya berada di kampus, tapi juga saat berada dalam perjalanan.

“Jadi tradisi membaca di Al-Azhar itu menurut saya memang sangat luar biasa,” ungkapnya.

Setelah empat tahun menggali ilmu agama di negeri Piramida, Kiai Hannan kemudian pulang ke Indonesia untuk membantu mengajar di Pondok Pesantren Tebuireng. Saat itu, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, KH Yusuf Hasyim sedang menggagas pendirian Mah’ad Aly.

Kiai Hannan kemudian diminta  menjadi salah satu anggota tim pendiri Ma’had Aly Tebuireng bersama beberapa para ustdaz dan kiai di Tebuireng. 

Saat itu, menurut Kiai Hannan, pengasuh Tebuireng menyampaikan bahwa mahasantri yang kuliah di Ma’had Aly akan diberikan beasiswa dari yayasan.

“Jadi, mahasantri tidak dipungut biaya sepersen pun. Ini salah satu cara dari pengasuh untuk mendapatkan calon-calon input mahasantri yang berkualitas. Dan sampai saat ini masih diberikan berasiswa,” ucap Kiai Hanann.

Kiai Hannan sendiri merupakan ahli fiqih, sehingga ia ditunjuk sebagai Mudir Ma’had Aly. Setelah Ma’had Aly berubah menjadi takhassus hadits dan ilmu hadits, dia bersama pimpinan lainnya kemudian menggelar workshop untuk menyiapkan kurikulumnya dengan mengundang narasumber pakar hadits dan ilmu hadits.

“Jadi kurikulum ini kami siapkan bukan dari orang-orang yang basic keilmuannya fiqih seperti saya, tapi kami mengundang pakar hadits untuk menyiapkan kurikulum itu,” jelasnya. 

 
Berita Terpopuler