Ini Alasan Hanya Kematian 4 Laskar FPI Melanggar HAM

Ada dua konteks peristiwa berbeda dalam insiden tewasnya enam anggota laskar FPI.

Republika/Putra M. Akbar
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam
Rep: Bambang Noroyono  Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menjelaskan alasan hanya kematian empat anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) yang dianggap melanggar hak azasi manusia (HAM). Komnas HAM beralasan ada dua konteks peristiwa berbeda yang terjadi dalam insiden tewasnya enam anggota laskar FPI para pengawal Habib Rizieq Shihab (HRS) tersebut. 

Baca Juga

“Jadi ini agak berbeda. Dua yang meninggal karena adanya eskalasi ketegangan. Kalau yang empat, (dieksekusi mati) saat di dalam penguasaan petugas resmi negara. Yang empat meninggal dunia ini, kita sebut sebagai peristiwa pelanggaran HAM,” kata  Ketua Tim Investigasi Komnas HAM Mohammad Choirul Anam di Komnas HAM, Jakarta, Jumat (8/1). 

Dua anggota laskar yang ditembak mati akibat dari eskalasi tinggi, yakni Faiz Ahmad Sukur (22 tahun), dan Andi Oktiawan (33), anggota Laskar Khusus (Laksus) FPI. Empat laskar lainnya, yakni Ahmad Sofyan alias Ambon (26), Muhammad Reza (20), dan Luthfi Hakim (25), serta Muhammad Suci Khadavi (21). 

Anam mengatakan, Faiz dan Andi tewas akibat diterjang peluru tajam dari senjata api petugas kepolisian di tol Japek Km-49. Peristiwa keduanya tewas tewas didahului dengan adanya aksi perlawanan sebagai respons intimidasi dan kekerasan dari kepolisian saat melakukan pengintaian terhadap rombongan kendaraan HRS dari Bogor, menuju ke Karawang, Jawa Barat (Jabar), pada Ahad (6/12). 

Anam mengatakan, keduanya meladeni aksi pengintaian kepolisian terhadap rombongan kendaraan HRS dengan melakukan penghalang-halangan laju kendaraan petugas. Kedua laskar tersebut berada dalam mobil Chevrolet Spin.

Anam mengatakan, aksi penghalang-halangan tersebut mencapai eskalasinya ketika saling kejar-mengejar dengan tiga unit mobil sipil anggota kepolisian di Jalan Internasional Karawang Barat, sampai di Km-49 tol Cikampek. Satu dari dua laskar tewas karena luka tembak dan dalam kondisi duduk di dalam mobil sedangkan yang lainnya tak berjawa di jalan. 

“Bahwa didapatkan fakta, telah terjadi kejar mengejar, saling serempet, dan seruduk, serta berujung saling serang dan kontak tembak antara mobil laskar FPI, dengan mobil petugas kepolisian,” kata Anam.

 

Jika aksi saling tembak terjadi di Km-49 maka eksekusi empat anggota laskar lainnya dilakukan di rest area Km-50. Menurut Anam, empat laskar ditangkap oleh polisi dalam kondisi hidup.

Saat masih bernyawa, empat laskar itu sempat mengalami aksi fisik dari anggota kepolisian. “Petugas kepolisian melakukan kekerasan terhadap empat orang (anggota laskar FPI) yang hidup, memerintahkan jongkok, dan tiarap,” kata Anam.

Anam mengatakan empat laskar tersebut, digelandang anggota kepolisian masuk ke dalam mobil untuk dibawa ke Polda Metro Jaya. “Terlihat empat laskar yang hidup dimasukkan ke mobil lewat pintu belakang, dan samping tanpa diborgol,” terang Anam.

"Empat anggota laskar tersebut, kemudian ditembak mati di dalam mobil oleh petugas (anggota polisi) saat dalam perjalanan dari Km-50 ke atas menuju Polda Metro Jaya,” kata Anam.

“Dari tiga yang membawa, dua eksekutor. Keduanya polisi,” kata Anam.

Dalam penyelidikan Komnas HAM, Anam mengatakan, petugas mengaku melakukan eksekusi sebagai tindakan tegas karena para pengawal HRS hendak melakukan perlawanan. Namun, ia mengatakan, keterangan kepolisian itu sepihak.

Komnas HAM, Anam mengatakan, tak dapat menggali informasi dan saksi-saksi pembandingnya. Sebab, satu-satunya informasi dan saksi pembanding, adalah empat anggota laskar tersebut, yang sudah tak bernyawa.

“Penembakan sekaligus terhadap empat orang dalam satu waktu tanpa ada upaya lain yang dilakukan untuk menghindari semakin banyaknya jatuh korban jiwa, mengindikasikan adanya unlawfull killing terhadap empat orang laskar FPI,” kata Anam.

Karena itu, Anam mengatakan, Komnas HAM mengambil kesimpulan adanya praktik kejahatan, dan pelanggaran HAM. “Terkait peristiwa Km-50 ke atas, terhadap empat orang yang masih hidup, dan dalam penguasaan petugas resmi negara, yang kemudian juga ditemukan tewas, maka peristiwa tersebut merupakan bentuk dari peristiwa pelanggaran HAM,” kata Anam. 

Karena itu, Komnas HAM, Anam mengatakan, merekomendasikan perlunya bagi pemerintah, dan lembaga penegak hukum, untuk melanjutkan kasus pelanggaran HAM tersebut, ke ranah hukum. “Kasus ini harus dilanjutkan ke penegakan hukum, dengan mekanisme pengadilan pidana, guna mendapatkan kebenaran materiil lebih lengkap, dan untuk menegakkan keadilan,” kata Anam.

Hasil investigasi Komnas HAM juga menyatakan hasil identifikasi pada enam tubuh jenazah anggota laskar FPI, terdapat total 18 luka berlubang akibat terjangan peluru tajam.

 
Berita Terpopuler