Memahami India, Menyelami Hindu, Mengupas Politik Modi

Politik dan Usaha Penghapusan Jejak Islam di India kala Modi berkuasa

npr.org
PM India Narendra Modi (tengah) meletakan batu pertama pembangunan kuil Dewa Rama di bekas Masjid Babri di India.
Red: Muhammad Subarkah

REPUBLIKA.CO.ID, -- Phobia terhadap Islam di India masa kini memang tidak bisa dianggap enteng. Bahkan dalam beberapa waktu terakhir sudah meletupkan konflik yang menyedihkan antara umat beragama Hindu dan Islam di negeri dengan penduduk 1,2 milyar jiwa yang berada di anak benua Asia itu.

Ini terindikasi misalnya dalam tulisan menarik yang dimuat dalam laman npr.org yang dimiliki lembaga non profit di Amerika. Dalam opininya pada 23 April 2019, NPR memuat tulisan Lauran Flayer pada 23 April 2019. Tulisan itu bertajuk cukup menggelitik:'India Is Changing Some Cities' Names, And Muslims Fear Their Heritage Is Being Erased' (India Mengubah Nama Beberapa Kota, Dan Orang Muslim Takut Warisan Mereka Dihapus).

Meski sudah berusia setahun, namun tulisan ini cukup mengena untuk memahami udara sosial-politik di India dalam kaitannya soal hubungan umat Hindu dan Islam yang terkadang meletup dengan keras melalui berbagai kerusuhan berdarah. Dan ini tampaknya juga sangat tidak sederhana karena sudah menyangkut soal struktur sosial, budaya, hingga kekuasaan atau politik di India hari-hari ini. Sebab, semua percaya bahwa dalam soal yang menyangkut hal tersebut --apalagi bila sudah menyangkut politik -- tak ada hal yang tidak bisa dikatakan sebagai kejaian yang kebetulan.

Tulisan Lauren Flayer selengkapnya begini:

---------------

Nama stasiun kereta api Mughalsarai India, dekat Varanasi, diganti pada tahun lalu menjadi Deen Dayal Upadhyaya. Tujuannya adalah untuk mengabadikan nama seorang pemimpin Hindu sayap kanan yang meninggal di sana pada tahun 1968.

Tak hanya itu, puluhan juta umat Hindu melakukan ritual berenang di Sungai Gangga musim pada dingin pada saat itu sebagai bagian dari festival keagamaan terbesar di dunia - Kumbh Mela. Selama berabad-abad, festival tersebut telah digelar di berbagai kota di India utara, termasuk Allahabad.

Tetapi ketika para peziarah tiba tahun ini untuk Kumbh Mela, kota Allahabad kemudian memiliki nama yang berbeda.

Tahun lalu, pejabat dari Partai Bharatiya Janata (BJP) dari kelompok Hindu nasionalis pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi mengubah nama Allahabad menjadi Prayagraj. Nama dalam kata yang merujuk pada situs ziarah Hindu di sana.

Publik India paham, sebutan atau nama Allahabad berasal dari abad ke-16, warisan seorang penguasa Muslim, Sultan Mughal Akbar. "Hari ini, pemerintah BJP telah memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh Akbar," kata seorang pejabat BJP ketika nama itu diubah.

  • Keterangan foto: Orang suci Hindu bernyanyi dan berpawai menuju tepi Sungai Gangga pada bulan Januari di festival Kumbh Mela. Tahun lalu, kota yang menjadi tuan rumah festival berganti nama dari Allahabad menjadi Prayagraj. Lauren Frayer / NPR

Perubahan nama itu tentu saja telah memicu kebingungan birokrasi. Pengadilan Tinggi Allahabad misalnya tetap mempertahankan namanya. Begitu juga Universitas Allahabad. Tapi kepala kantor pos kota itu mengatakan dia akan segera mengubah tanda-tanda di luar Kantor Pos Allahabad untuk mengatakan Kantor Pos Prayagraj - serta semua stempel perangko karet di dalamnya.

Penggantian nama Allahabad telah menjadi berita utama bukan karena kerepotan mengubah tanda, tetapi karena tren nasionalisme Hindu yang berkembang dalam politik India sekarang ini. Selama lima tahun terakhir masa BJP-nya Modi yang kini menjabat sebagai perdana menteri, para politisi nasionalis Hindu dari BJP ini telah mengganti nama kota, jalan, bandara, dan salah satu stasiun kereta api terbesar di India, bertukar nama yang mencerminkan warisan Muslim untuk yang Hindu.

Dengan melakukan itu, mereka merevisi peta India dan mencoba menulis ulang sejarahnya.

  • Keterangan foto: Umat Hindu mandi di Sungai Gangga pada bulan Januari 2019 di festival Kumbh Mela di Prayagraj, yang sebelumnya dikenal sebagai Allahabad.

    Lauren Frayer / NPR

 

r">

Memang satu generasi yang lalu, jauh sebelum Modi berkuasa, para pemimpin nasionalis Hindu sayap kanan di negara bagian Maharashtra mengganti nama Bombay menjadi Mumbai - sebutan untuk dewi pelindung kota Mumbadevi.

Dan kota-kota lain di India juga menyusul: Madras menjadi Chennai; Calcutta, Kolkata; Bangalore, Bengaluru. Semua perubahan tersebut merupakan penolakan terhadap nama Anglicized yang mulai digunakan selama pemerintahan kolonial Inggris.

Dalam gelombang perubahan nama terbaru, kali ini bukan tentang menghapus berbau kolonial. Namun ini tentang menghapus nama yang berbau Muslim.

Perubahan dipercepat pada 2018, menjelang pemilihan umum tahun tersebut. Sekitar 1 dari 6 orang India adalah Muslim. Setelah Hindu, mereka adalah kelompok agama terbesar di negara itu. Di Allahabad, lebih dari 20% populasi kota adalah Muslim. Banyak Muslim menelusuri garis keturunan mereka yang telah berabad-abad.

"Dengan mengubah nama kota, pada dasarnya budaya dan warisan kami yang dihilangkan," kata Ashraf Ahmed (tahun 30), seorang pemilik bisnis IT Muslim yang besar di Allahabad. Dia masih merujuk ke kota asalnya dengan nama itu.

"Kami telah hidup bersama selama ratusan tahun - Muslim, Kristen, Hindu, dan lainnya. Banyak agama yang dimiliki orang India," katanya sembari berbicara di bawah bayang-bayang masjid setempat.

Kemudian suaranya menjadi berbisik. Ashraf berkata," Tetapi umat Islam saat ini menghadapi beberapa masalah dari pemerintah ini. Ini sedikit tegang."

Ahmed memang merasa khawatir bahwa menghapus nama Muslim di kampung halamannya adalah langkah untuk menghapus sejarah keluarganya sendiri, identitasnya, yang pada akhirnya mencabut hak warga Muslim India.

  • Keterangan foto: Penggantian nama Allahabad menjadi Prayagraj, menghapus nama kota yang berakar dalam Islam, menggantikannya dengan kata yang merujuk pada situs ziarah Hindu di kota tersebut. Namun Universitas Allahabad tetap mempertahankan nama aslinya. Lauren Frayer / NPR

 

Kisah Pendeta-politikus

Orang di balik perubahan nama Allahabad dan banyak lainnya adalah Yogi Adityanath - seorang pendeta Hindu yang bersemangat dan kepala menteri di negara bagian terpadat di India, Uttar Pradesh. Patut diketahu dengan lebih dari 200 juta penduduk, negara bagian ini lebih besar dari banyak negara bagian di India lainnya.

Adityanath adalah anggota terkemuka dari partai yang berkuasa di era Modi dan pendiri milisi pemuda Hindu. Dia memiliki reputasi untuk menyebar kebencian terhadap minoritas, khususnya Muslim. Dia sering mengecam umat Islam karena diduga melakukan apa yang dia sebut "cinta jihad"  dengan menikahi wanita Hindu.

Adityanath adalah salah satu dari sekian orang nasionalis Hindu paling vokal di India. Mereka berusaha untuk mendefinisikan kembali apa artinya menjadi orang India. Dia mengatakan keyakinan mayoritas Hindu di negara itu harus menjadi pusatnya.

"Kita tidak bisa membiarkan penjajah Muslim dari berabad-abad lalu mendefinisikan kita hari ini!" kata Adityanath mengatakan pada sebuah rapat umum pada tahun 2014. Tahun lalu, ia mengatakan kepada wartawan bahwa siapa pun yang mempertanyakan keputusannya tentang penggantian nama Allahabad dan landmark lainnya artinya tidak boleh "tahu sejarah mereka, tahu tradisi mereka, atau tidak memiliki gagasan tentang budaya mereka, yakni India, yang kaya."

Uniknya, negara bagian di mana Adityanath tinggal, adalah satu dari sekian banyak yang melarang konsumsi daging sapi, karena sapi adalah hewan suci bagi umat Hindu. Namun wilayah ini --UUttar Pradesh -- juga memiliki jumlah insiden kekerasan tertinggi yang dilakukan oleh penjaga sapi, yang menyerang Muslim dan Hindu dari kasta rendah yang berdagang daging di pasar gelap. "Di 12 negara bagian India, setidaknya ada 44 orang - 36 di antaranya Muslim yang tewas dalam kekerasan main hakim sendiri antara Mei 2015 dan Desember 2018," merujuk laporan Human Rights Watch.

  • Keterangan foto: Peziarah berparade menuju tepi Sungai Gangga pada bulan Januari  2019 untuk Kumbh Mela. Furkan Latif Khan / NPR   

Perubahan nama dari Allahabad menjadi Prayagraj telah memisahkan departemen sejarah di Universitas Allahabad. "Aku sangat terkejut!" kata sejarawan Heramb Chaturvedi. Politisi BJP "berusaha untuk mempolarisasi," katanya. "Ini sangat berbahaya bagi integritas dan persatuan nasional India."

Chaturvedi menentang perubahan nama kota dalam dua alasan: Pertama, dia percaya Kaisar Mughal abad ke-16 Akbar pantas mendapatkan pujian karena mendirikan kota Allahabad. Kedua, ia percaya bahwa India, sebagai negara demokrasi pluralistik, harus melestarikan sejarahnya yang kaya dan beraneka ragam - dan bahwa keragaman adalah kekuatannya.

Lihat sekeliling kota ini, katanya. "Anda akan menemukan arsitektur khas Mughal, benar-benar utuh. Indah sekali! Kami diakui sebagai negara Asoka, Buddha, dan Gandhi," katanya. "Dan [nasionalis Hindu] tidak pernah menganut tipe inklusifitas ini."

Kepala Dinas Yogeshwar Tewari punya pendapat berbeda. Dia menyebut perubahan nama kota itu sebagai "koreksi arah". Dia mengatakan selama beberapa generasi, bahkan berabad-abad, cara orang India menafsirkan sejarah mereka sendiri telah dinodai oleh kolonialisme dan pengaruh asing. "Hanya sekarang, hampir 72 tahun setelah melepaskan kekuasaan kolonial, orang India dapat melihat sejarah mereka sendiri dengan jelas," katanya.

"Yogi [Adityanath] memutuskan untuk membangun kembali garis keturunan kami ke masa lalu - warisan kami," kata Tewari. "Hingga abad ke-18, aturan Muslim ada di sini. Itu adalah kekuasaan mereka. Itu adalah otoritas mereka. Mereka memutuskan untuk memaksakan apa yang mereka rasakan sesuai dengan keyakinan mereka. Tapi sekarang saatnya merayakan milik kita sendiri."

Dengan menafsirkan kembali sejarah, kata Tewari, India terlambat merayakan Hindutva, atau ke-Hindu-annya. Dorongan itu dipimpin oleh partai BJP pimpinan Narendra Modi.

Perayaan itu terkadang bisa terbang begitu juah di hadapan fakta. Pada bulan Januari, ada protes keras di Kongres Sains India setelah peneliti Hindu mempresentasikan karya yang menolak teori relativitas Albert Einstein sebagai "kesalahan besar" dan menyatakan bahwa dewa-dewa Hindu kuno menemukan pesawat terbang dan bayi tabung.

Dalam putaran Hindusentris dalam sejarah India ini, beberapa kritikus melihat kerja hati-hati dari kelompok nasionalis Hindu seperti Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS), tempat Modi menghabiskan tahun-tahun pembentukannya. BJP adalah lengan politiknya. Tujuan korps relawan Hindu yang semuanya laki-laki ini adalah untuk mempromosikan Hinduisme dalam kehidupan publik, tetapi juga memicu kebencian terhadap minoritas.

"Badan-badan penelitian dipenuhi oleh orang-orang RSS yang percaya bahwa sejarah adalah studi warisan Hindu, dengan tujuan untuk menanamkan kebanggaan Hindu dan memperingatkan terhadap musuh bangsa," kata Tanika Sarkar, seorang pensiunan profesor sejarah di Universitas Jawaharlal Nehru di New Delhi.

"Apakah itu sains atau sejarah, [mereka percaya] kita harus berbicara tentang nilai-nilai Hindu kuno, penemuan Hindu, sains Hindu. Ada kebodohan umum dalam pendidikan tinggim,'' tegasnya lagi.

Pergeseran Warisan

Ketika kaum nasionalis Hindu menafsirkan kembali sejarah India, bahkan tokoh-tokoh modern yang paling dihormati di negara itu pun ikut mendapat pengawasan baru. Warisan yang dulu tidak dapat disangkal dari salah satu putra pribumi Allahabad yang paling terkenal -- Jawaharlal Nehru, perdana menteri pertama India -- sekarang pun sudah menjadi masalah perselisihan.

Nehru, berasal dari Kashmir, dibesarkan di Allahabad. Dia ingin India menjadi negara multi yang sekuler. Dia adalah sekutu dekat pemimpin kebebasan India, Mohandas Gandhi. Keduanya bersama-sama saling membantu menulis Konstitusi India.

Selama beberapa dekade, Nehru hampir secara universal dihormati sebagai salah satu bapak pendiri India. Putri dan cucunya menjadi perdana menteri dan cicitnya sekarang memimpin Kongres Nasional India, partai utama yang menentang BJP Modi.

Tapi visinya tidak disukai oleh mereka yang berkuasa. Adityanath baru-baru ini misalnya menyalahkan Nehru atas kerusuhan yang terjadi selama beberapa dekade di Kashmir. Modi mengatakan pada 2013 bahwa figur lain yang seharusnya bertanggungjawab adalah perdana menteri pertama India ini, Nehru.

Beberapa pihak di India kini mulai percaya bila warisan Gandhi terancam. Apalagi ada fakta pada tahun 1948, Gandhi dibunuh oleh seorang nasionalis Hindu, Nathuram Godse, yang pernah menjadi anggota RSS.

  • Keterangan foto: Arsitektur yang dipengaruhi Mughal dapat ditemukan di seluruh Allahabd atau Prayagraj. Lauren Frayer / NPR

"Di bawah aturan BJP saat ini, telah ada patung yang dibuat untuk pembunuhnya, Godse," kata Sarkar. "India masih dikenal sebagai tanah Gandhi, dan mereka tidak bisa membuangnya sepenuhnya. Gandhi percaya bahwa negara itu milik semua orang India."

Para Generasi Penerus Bangsa

Pada hari kerja di Perpustakaan Umum Allahabad - yang belum mengubah namanya - ada sekelompok anak usia 20-an patriotik yang belajar untuk menjadi pegawai negeri.

"Kami selalu tahu ini sebagai Allahabad. Tetapi untuk menjaga budaya [Hindu] kami tetap hidup, mereka mengganti nama tempat ini," kata Sarita Jaiswal yang berusia 25 tahun. "Saya setuju dengan upaya baru ini untuk memetakan kembali wilayah dan menulis ulang sejarah. Saya ingin bekerja di pemerintahan untuk menjadi bagian dari ini."

Jika dia lulus ujian, dia akan menjadi bagian dari kelas baru pegawai negeri, dan mereka tidak hanya akan mengganti nama kota dan landmark di India tetapi juga menafsirkan kembali sejarah India melalui pandangan Hindu. Perubahan yang mereka lakukan mungkin kecil. Namun seiring waktu, konsekuensinya mungkin besar.

 
Berita Terpopuler