Masjid Babri Jadi Kuil Rama: Apa Modi Mengubah Arah India?

Apakah Modi Mengubah asas India dari negara sekuler menjadi negara Hindu?

Aljazeera
Polisi berjaga pada waktu peletakan batu pertama pembangunan kuil dewa Rama oleh Perdana Menteri India, Narendra Modi, di Ayodya.
Red: Muhammad Subarkah

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam beberapa hari terakhir mau tidak mau perhatian kaum Muslim memang beralih ke India, terkait soal peletakan batu pertama pembangunan kuil dewa Rama di lahan masjid Babri di Ayodha oleh Perdana Menteri India, Narendra Modi.

Perhatian mengarah ke sana setelah sepekan sebelumnya perhatian kaum Muslim tertuju ke Istanbul, Turki, karena Hagia Sophia dikembalikan fungsinya sebagai museum ke masjid oleh Presiden Erdogan.

Terkait soal pembangunan kuil ini pun sama kasusnya dengan Turki yang dituduh akan kembali ke akar Ottoman, yakni Islam, kini pun mulai banyak orang bertanya: apakah India akan menjadi negara republik yang baru. Maksudnya, tidak lagi sebagai sebuah negara sekuler seperti ketika diproklamasikan? Atau kembali kepada cita-cita asas yang lama sudah mengendap di benak banyak orang sejak perjuangan kemerdekaan dari Inggris di sana: India adalah Hindu! Apalagi soal sensitif ini dalam sejarahnya telah membelah India secara menyakitkan melalui konflik dan perang menjadi dua negara: yakni India dan Pakistan.

Terkait pertanyaan itu ada sebuah tulisan yang menarik dari laman aljazeera.com untuk membahasnya. Artikel ini ditulis oleh Valay Singh dengan judul: "As Modi launches Ram temple construction, fears of 'new republic' (Saat Modi meluncurkan pembangunan kuil Dewa Rama, kekhawatiran akan 'republik baru'). Dia menyoroti soal kebijakan pemimpin nasionalis Hindu meluncurkan pembangunan kuil kontroversial di tengah kekhawatiran India kehilangan sekularisme.

Tulisan tersebut selengkapnya begini:

------------

Ayodhya, India - Selama seminggu terakhir, pihak berwenang India dengan penuh semangat terlibat dalam memberikan Ayodhya, kota kuil kecil di negara bagian utara Uttar Pradesh, perubahan cepat sebelum kunjungan Perdana Menteri Narendra Modi untuk meletakkan batu fondasi bagi sebuah kuil kepada dewa Hindu, Ram (dewa Rama).

Kuil ini dibangun menggantikan masjid era Mughal, yang dihancurkan oleh massa Hindu sayap kanan pada tahun 1992. Kala itu peristiwa ini memicu kerusuhan agama di seluruh negeri di mana lebih dari 2.000 orang, kebanyakan dari mereka Muslim, tewas.

Partai nasionalis Hindu yang memerintah di India, Bharatiya Janata Party (BJP) menjadi terkenal secara nasional setelah gerakan kuil yang diluncurkan pada 1980-an itu.

Banyak umat Hindu percaya bahwa Masjid Babri abad ke-16, dinamai sesuai kaisar Mughal Babur (1483-1530), dibangun di tempat kelahiran Ram di Ayodhya, yang terletak sekitar 135 km (84 mil) di timur ibu kota negara bagian, Lucknow.

November lalu, melalui persidangan hukum yang berlarut-larut selama puluhan tahun antara partai-partai Hindu dan Muslim berakhir dengan Mahkamah Agung memberikan situs yang diperebutkan itu kepada para pemohon petisi Hindu. Ini artinya terindikasi menyerahkan kemenangan tersebut kepada BJP untuk membawa pulang agenda nasionalis Hindu-nya.

Pengadilan meminta pemerintah untuk menyediakan tanah bagi umat Islam di "situs terkemuka" dalam batas kota Ayodhya untuk membangun sebuah masjid.

Etos sekuler India dikompromikan?

Dengan peresmian kuil yang dijadwalkan pada 5 Agustus lalu itu, meskipun ada kekhawatiran karena virus corona, BJP yang dipimpin sosok Narendra Modi yang kini menjadi perdana menteri India, tampaknya telah memenuhi janji jangka panjang kepada para pemilih intinya. Keputusan itu pun sebenarnya secara luas dikritik karena tidak memiliki dasar hukum yang kuat serta menandakan dorongan mayoritas yang membahayakan etika 'konstitusional sekuler dan demokratis' India.

Ironisnya, meski persidangan hukum dalam kasus pembongkaran Babri belum selesai, dan keadilan telah menghindari mereka yang kehilangan nyawa serta harta benda dalam kekerasan nasional yang terjadi setelah penghancuran masjid. Peristiwa ini kekerasan masa terkait Masjid Babri ini malah acapkali disebut sebagai bab paling gelap dalam masa  India modern.

  • Keterangan foto: Di Ayodhya, sebuah kota dengan sejarah yang kaya dan beragam, mayoritas penduduk Hindu senang bahwa kuil Dewa Rama sedang dibangun. [Foto: Valay Singh / Al Jazeera]

Pemerintah Modi pun dianggap telah menghadapi kritik domestik dan global. Ini karena sengaja mengabaikan minoritas Muslimnya yang sangat besar, yang berjumlah hampir 200 juta. Putusan Ayodhya hanya memperkuat pertantangan opini ini di antara para penentang dan pengkritiknya.

Tak hanya itu, tanggal yang dipilih untuk upacara peletakan pembangunan kuil dewa Rama ini juga bertepatan dengan peringatan pertama pencabutan status khusus Kashmir yang dikelola India, satu-satunya wilayah mayoritas Muslim di India yang telah menjadi teater pemberontakan bersenjata berdarah selama lebih dari 30 tahun.

Sikap agresif atas masalah-masalah tersebut yang telah mendominasi arah politik BJP selaku partai penguasa India masa kini. Ini juga telah menimbulkan kekhawatiran tentang kampanye yang sama seperti Ayodhya  dan di tempat lainnya di India yang punya warisan dan sejarah Hindu-Muslim yang sama.

  • Keterangan foto: Petapa, Shravan Das mengatakan jutaan umat Hindu akan datang ke Ayodhya. Kota ini akan baik karena diperuntukan bagi semua orang di kota [foto: Valay Singh / Al Jazeera]

MR Shamshad, seorang pengacara yang mewakili partai-partai Muslim dalam sengketa hukum kuil-masjid tersebut sempat menyatakan rasa khawatirnya. Dia mengatakan "sudah ada upaya oleh kelompok-kelompok Hindu untuk 'merebut kembali' kuil-kuil lain yang mereka yakini dikonversi menjadi masjid".

Supremasi Hindu

Parishad Hindu Vishwa, seseorang afiliasi dari Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS) yang merupakan  badan induk BJP, telah memimpin gerakan pembangunan kuil dewa Rama sejak 1984. Kepercayaan yang dibentuk untuk mengawasi pembangunan kuil sebagian besar terdiri dari fungsionaris dari VHP dan RSS. Gerakan ini telah mengemukakan supremasi Hindu di India.

Namun saat ini, VHP telah menahan diri untuk mengambil sikap yang jelas tentang apakah kampanye serupa akan diluncurkan di masa mendatang. "Saat ini, kami fokus pada pembangunan kuil Ram yang megah setelah 500 tahun perjuangan. Setelah itu selesai, para pemimpin agama dan pendukung kami juga akan memutuskan apa yang harus dilakukan tentang tempat lain seperti itu," juru bicara regional VHP Sharad Sharma mengatakan kepada Al Jazeera.

  • Keterangan foto: Ribuan penganut Hindu fanatik merobohkan masjid Babri yang berusia 430 tahun sampai rata dengan tanah pada tahun 1992.

Penduduk Hindu senang

Di Ayodhya, sebuah kota dengan sejarah yang kaya dan beragam, mayoritas penduduk Hindu di sana merasa senang bila kuil dewa Rama sedang dibangun.

Hal itu dikatakan Shravan Das, seorang pertapa berusia 76 tahun. Dia mengaku, "Sekarang akan ada banjir pembangunan dan kemakmuran. Jutaan umat Hindu akan datang untuk beribadah di sini dan itu akan berakibat baik untuk semua orang di sini."

Duduk di seberangnya, KK Nigam, yang memiliki toko sepatu di sepanjang jalan utama kota bersikap sedikit berbeda. Dia malah tidak begitu yakin tentang masa depannya karena sebagai bagian dari rencana pembangunan infrastruktur besar-besaran, baik rumah maupun tokonya berisiko dibongkar karena akan ada pembangunan jalan tol empat jalur.

"Saya menyambut kuil itu, tetapi pemerintah tidak boleh menghancurkan hidup kita demi pembangunan. Setidaknya 2.000 orang akan telantar dan mata pencaharian mereka hancur jika pemerintah meneruskan rencananya," katanya menyela.

Di Makhapur, salah satu dari banyak desa yang mengelilingi Ayodhya, melihatnya denga suasana acuh tak acuh terhadap kesibukan persiapan yang terjadi di kota utama kawasan itu. Bhagelu Maurya, seorang penjual sayur, mengatakan, "Bahkan jika kuil itu dibangun, saya tidak berpikir itu akan memengaruhi hidup saya. Biarkan dibangun terlebih dahulu. Kita telah melihat janji sebelumnya juga tentang pembangunan, tetapi tidak ada yang terjadi."

  • Keterangan foto: Sejak tahun 1990-an, telah terjadi migrasi keluarga Muslim karena ancaman kekerasan [Valay Singh / Al Jazeera]

 

 

Penduduk Muslim sendiri di Ayodya, meski hanya sebagian minoritas tapi pengaruhnya signifikan bagi perdagangan di sana. Bisnis kota bergantung pada pengrajin Muslim ini, mulai dari penjual susu hingga penjual bunga.

Namun sejak terjadi aksi kekerasan di Masjid Babri pada tahun 1990-an, mulai saat itu telah terjadi eksodus keluarga Muslim di sana. Ini karena ancaman kekerasan di kota sepi tapi sensitif yang berada di tepi sungai yang dinamakan Sarayu itu. Sejarah juga mencatat pada hari ketika masjid Babri dibongkar, saat itu sedikitnya ada 24 Muslim tewas dan puluhan rumah milik masyarakat dibakar. Peristiwa ini kemudian memicu eksodus yang berakibat semakin mengurangi populasi Muslim di Ayodhya.

Saat ini, Muslim yang bertahan hidup di Ayodya, seperti Abid Khan, terus menjalani profesu membuat sandal kayu. Alas kaki ini kebanyakan diperuntukan olehsejumlah besar pertapa dan biksu Hindu yang tinggal di sana.

"Saya memiliki seorang pekerja Hindu yang membantu saya, keadaan di kota hari ini memang masih damai. Tetapi kenyataannya kami tidak tahu siapa yang harus dipercaya lagi karena kami telah dikhianati sebelumnya pada tahun 1992," kata Khan.

  • Keterangan foto: KK Nigam, yang memiliki toko sepatu di sepanjang jalan utama Ayodhya tidak begitu yakin tentang masa depannya sendiri [Valay Singh / Al Jazeera]

"Lebih dari lima generasi keluarga saya telah tinggal di sini tetapi dengan tangisan sebagai akibat upata menciptakan 'India Hindu' yang semakin keras. Saya tidak tahu berapa lama kita bisa bertahan di sini,'' ujarnya lagi.

Khan juga mengaku bila kuil Dewa Rama itu dibangun, bisnisnya juga akan terganggu oleh rencana pembangunan. Ini juga dirasakan penduduk Muslim di tempat lain di India saat ini, namun kekhawatiran Khan terasa lebih mendasar.

Di toko gelang populer, pasangan ayah-anak dari Haji Salim dan Abdul Kalim lebih berhati-hati menanggapi soal ini. Namun, sikap mereka menyuarakan keprihatinan serupa. "Akan jauh lebih baik jika keputusan pengadilan adil," kata Kalim kepada Al Jazeera.

"Selama bertahun-tahun sekarang, umat Islam tidak membeli tanah di kota ini. Faktanya, mereka hanya menjual dan kemudian pergi. Namun, jika keadaan nanti tetap tidak berubah, kita juga harus memutuskan tentang masa depan kita."

  • Keterangan foto: Akan jauh lebih baik jika keputusan pengadilan adil, kata Haji Salim [Valay Singh / Al Jazeera]

Koeksistensi yang harmonis

Ironisnya, fakta yang tidak cukup dibicarakan di bawah pemerintahan BJP adalah bahwa kenyataan bila sebagian besar kuil Ayodhya dibangun di atas tanah yang disumbangkan oleh penguasa Muslim di abad ke-18 dan ke-19.

Sejumlah masjid, makam, mausoleum, dan kuburan kota ini adalah bukti bisu dari sejarah Islam yang kaya dan merupakan simbol hidup berdampingan yang harmonis antara umat Hindu dan Muslim di kota itu dan India. Namun, kini nyatanya telah terjadi hilangnya tempat ibadah Islam dalam rencana pembangunan kota senilai hampir 300 juta dolar AS itu.

Anil Singh, seorang penulis yang berbasis di Ayodhya, melihat ini sebagai bagian dari skema sayap kanan Hindu untuk melenyapkan masa lalu kehidupan multi-kultur kota itu. "Pergilah sedikit lebih dalam ke Ayodhya dan Anda akan melihat begitu banyak warisan Hindu-Muslim," katanya.

"Umat Hindu di sini beribadah di kuil Sufi seperti Badi Bua yang dianggap sebagai santo pelindung kota. Tapi, Anda tidak akan mendengar tentang makamnya dalam rencana pemerintah."

Pengabaian terhadap kaum Muslim terlihat di desa di mana pemerintah provinsi yang dikuasai BJP telah memberikan tanah untuk masjid tersebut di bawah putusan Mahkamah Agung. Sementara pemerintah daerah tidak meninggalkan kebutuhan bisnis yang terlewat untuk memastikan peletakan batu fondasi kuil Ram bahkan selama pandemi sekalipun. Bahkan kini belum menunjukkan kekuatan yang sama untuk memulai pembangunan masjid baru. Suasana di desa Dhannipur misalnya, benar-benar terasa gelap.

Beberapa warga yang berbicara dengan Al Jazeera menyatakan ketidaksenangannya. Pasalnya, mereka menyatakan karena pemerintah tidak berkonsultasi dengan warga sebelum memutuskan untuk mengalokasikan tanah untuk masjid di desa mereka.

"Kami tidak ingin ada masalah di sini dan Mahkamah Agung meminta masjid dibangun di atas tanah di dalam Ayodhya, bukan di sini yang berjarak sekitar 20 km dari sana," Mohammad Zubair mengatakan kepada Al Jazeera.

Dan memang selama beberapa tahun terakhir, rasa keterasingan dan rasa takut yang belum pernah terjadi sebelumnya telah mencengkeram minoritas India, khususnya kaum Muslim.

Seorang cendikiawan, Zoya Hasan, menyatakan bila partau BJP telah mengatur kembali pemerintahan India sebagai negara nasionalis Hindu otoriter. "Secara politis, tiga peristiwa - putusan Ayodhya, pencabutan status khusus dan kenegaraan Kashmir, dan Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan - menantang fondasi inti republik India," ujarnya.

Dia pun mengatakan, upacara (peletakan baru pertama pembangunan kuil dewa Rama) di Ayodhya yang secara terbuka melibatkan mesin negara adalah momen yang dianggap menenangkan, Namun ini menandai pembongkaran asas republik asli dari India dan tanda dimulainya republik baru."

  • Keterangan foto: Petugas polisi tengah menjaga masjid Babri pada 29 Oktober 1990, atau dua tahun sebelum masjid ini di bom oleh masa Hindu. [File: Barbara Walton/AP Photo]

 
Berita Terpopuler