'Asli Ini Pulang Kampung Bertemu Keluarga, Bukan Mudik'

Para pemudik memiliki banyak siasat untuk mengecoh petugas kepolisian.

ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Polisi memeriksa truk barang dalam razia pengamanan dan penyekatan wilayah terdampak COVID-19 di Badung, Bali, Sabtu (2/5/2020). Kegiatan tersebut untuk mengawasi kemungkinan pemudik yang disembunyikan dalam kendaraan angkutan barang menyusul larangan mudik dan penutupan penyeberangan Bali-Jawa karena pandemi COVID-19.
Red: Elba Damhuri

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Flori Sidebang, Bayu Adji P

Aparat kepolisian masih menemukan warga yang nekat melakukan mudik. Berbagai cara pun dilakukan pemudik untuk mengelabui petugas. 

Ada yang rela bersembunyi di toilet dan bagasi bus, ada pula yang nekat menggunakan jasa biro perjalanan ilegal.

Pada Rabu (29/4) malam, misalnya, petugas kepolisian berhasil mencegah enam pemudik di pos pengamanan Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi. Mereka hendak menuju Jawa Tengah menggunakan bus antarkota antarprovinsi (akap)

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo menceritakan, bus akap tujuan Semarang, Jawa Tengah, itu melintas dengan kondisi lampu kabin dimatikan. Saat dihentikan polisi, sopir bus mengaku tidak membawa penumpang.

Namun, setelah diperiksa lebih teliti, polisi menemukan lima penumpang yang bersembunyi di dalam bus dengan cara merebahkan kursi dan mematikan lampu kabin bus. Sementara itu, satu penumpang lainnya ditemukan bersembunyi di dalam kamar mandi bus. "Saat dilakukan pengecekan bagasi, ditemukan juga barang-barang berupa koper dan tas dari penumpang," ungkap Sambodo.

Polisi lalu memberikan edukasi kepada para pemudik maupun sopir bus itu tentang larangan mudik tahun ini. Polisi juga memberikan sanksi dengan meminta mereka berputar balik kembali ke Jakarta. "Petugas melakukan peneguran kepada sopir. Selanjutnya, sanksi yang diberikan, bus diputar balik menuju arah Jakarta," ungkap Sambodo.

Kepala Bagian Operasional Korlantas Polri Kombes Benyamin menambahkan, salah satu modus yang juga dilakukan pemudik adalah memanfaatkan truk untuk mengangkut kendaraan beserta pemudiknya. Pasalnya, pengecekan petugas hanya diprioritaskan untuk kendaraan pribadi, bus, minibus, dan sepeda motor, sedangkan truk barang tetap diperbolehkan melintas.

"Truk ini akhirnya dimanfaatkan untuk mengangkut mobil. Ya, untuk mudik juga," kata Benyamin.

Selain itu, ada juga yang menggunakan bus untuk melintas. Jika diperiksa sekilas, bus itu tak berpenumpang. Namun, nyatanya, bus itu menyelundupkan pemudik di dalam bagasi bus. 

"Bus untuk ngisi manusia, tetapi bukan di tempat duduknya, tapi di bagasinya," ujarnya pula.

Benyamin memastikan, Polri terus melakukan penyekatan kendaraan secara ketat untuk meminimalkan arus pemudik. Namun, arus kendaraan barang tetap diizinkan melintas seperti biasa. 

"Truk kami izinkan untuk melintas agar ekonomi tetap berjalan," kata Benyamin.

Sebanyak 171 ribu personel gabungan Polri-TNI dan instansi terkait melaksanakan Operasi Ketupat 2020 untuk mengawal larangan mudik Lebaran 2020 selama masa pandemi Covid-19. Mereka bertugas sejak 24 April hingga 31 Mei 2020 atau H+7 Lebaran.

Di Tasikmalaya, Jawa Barat, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 setempat menangkap sopir travel gelap yang beroperasi meski terdapat larangan mudik dari pemerintah. Di dalam mobil itu ada empat penumpang asal Jabodetabek yang hendak mudik ke Tasikmalaya.

Kapolres Tasikmalaya Kota AKBP Anom Karibianto mengatakan, para penumpang mobil travel gelap itu dimintai ongkos sebesar Rp 400 ribu per orang. Penumpang dijemput di tempat tinggalnya dan diantarkan ke rumahnya di Tasikmalaya. 

"Padahal, ongkos dari Jakarta ke Tasikmalaya biasanya cuma sekitar Rp 80 ribu," kata dia, Jumat (1/5).

Anom menjelaskan, travel mengambil rute melalui tol dan keluar dari Buah Batu, Bandung. Dari arah Buah Batu, travel menyusuri jalur tikus melalui Majalaya sampai nantinya ke Cicalengka sampai Nagrek. Dari Nagrek, lewat jalan utama ke arah Limbangan Garut sampai ke Ciawi Tasikmalaya.

Namun, sesampainya di Ciawi, mobil itu lewat ke Jalan Ciawi-Singaparna (Cisinga) dan masuk Kota Tasikmalaya lewat Jalan Singaparna-Cikunir. 

 

Menurut dia, mobil itu telah beberapa kali dijadikan angkutan untuk mengantar pemudik dari Jabodetabek ke wilayah Tasikmalaya. Padahal, sudah ada larangan dari pemerintah pusat agar warga tidak mudik.

Anom menimbau masyarakat untuk sama-sama disiplin dan mematuhi anjuran pemerintah. "Presiden telah melarang kegiatan mudik. Harapannya, kita dapat cepat lewati pandemi Covid-19," kata dia.

Petugas kepolisian juga mencegah sekitar 200 pemudik dengan kendaraan roda dua dan 100 kendaraan roda empat yang hendak menyeberang ke Sumatra melalui Pelabuhan Merak pada Rabu (29/4) dini hari.

Ratusan pemudik dicegah petugas kepolisian untuk masuk ke pelabuhan karena aturan larangan penyeberangan penumpang mulai berlaku sejak Rabu (29/4) pukul 00.00 WIB.

Imbasnya, ratusan pemudik sempat bersitegang dengan petugas karena memaksa masuk ke pelabuhan. Beberapa dari mereka bahkan memohon sampai menangis agar dibolehkan menyeberang ke Sumatra.

Salah seorang pemudik, Sugiharto (20 tahun), mengaku telah mengetahui imbauan pemerintah untuk tidak mudik. Namun, ia berdalih, tindakannya tidak tergolong sebagai aktivitas mudik, tetapi pulang kampung.

"Saya tahu imbauan pemerintah soal mudik itu, tapi kan Pak Jokowi itu bilangnya melarang mudik, sekarang kan belum mudik. Mudik itu kalau sudah dekat Lebaran," kata Sugiharto sambil memohon kepada personel kepolisian yang berjaga di checkpoint Gerem, Kota Cilegon. 

Hal itu ia sampaikan merujuk komentar Presiden Joko Widodo di salah satu televisi swasta yang viral belakangan.

Sugiharto menuturkan, ia merupakan warga asli Lampung. Ia terpaksa mengambil keputusan untuk pergi dari daerah rantauannya di Kota Bekasi karena tidak lagi memiliki tempat tinggal dan pekerjaan.

"Keluarga saya semua di Lampung, asli Lampung di Bekasi dari 2019 kemarin. Saya kerja di bengkel, sementara bengkel sepi, jadi enggak ada pemasukan," katanya.

Dia berharap polisi tetap membiarkan dirinya dan para pemudik lain untuk menyeberang melalui Pelabuhan Merak. Hal ini karena nasib mereka pada masa wabah Covid-19 ini sudah tidak jelas. "Kasihan, Pak, kita orang rantau di sini sudah tidak ada lagi pemasukan," ujarnya memelas.

Alasan yang sama disampaikan pemudik lainnya, Rendi (27). Menurut dia, orang-orang yang hendak menyeberang ke Sumatra saat itu bukanlah untuk mudik, melainkan pulang kampung. 

"Saya enggak mudik, saya cuma mau pulang ke keluarga," ungkapnya kepada petugas kepolisian.

Sambil meninggikan suaranya kepada personel polisi, ia memohon agar tetap diizinkan menyeberang. "Emang Bapak mau biayai hidup saya? Ngasih tempat tinggal untuk saya? Makanya saya ingin pulang biar bisa ketemu keluarga," ujarnya.

Dia mengaku sudah bingung dengan nasibnya di tempat perantauan karena sudah tidak bekerja selama dua bulan. Pria yang sebelumnya bekerja di Tangerang ini bahkan tidak lagi mampu untuk mencukupi kebutuhan makan sehari-hari.

Sebagai warga yang turut terdampak Covid-19, Rendi mengaku sempat mendaftar untuk mendapatkan bantuan demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Namun, ia mengaku belum mendapatkan bantuan meskipun sudah mendaftar kepada RT/RW.

Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Edy Sumardi mengatakan, langkah pencegahan pemudik untuk masuk pelabuhan sudah sesuai dengan keputusan pemerintah, Kemenhub, dan PT ASDP Merak. Dia menegaskan, walau pemudik tetap memaksa masuk, tidak ada lagi pelayanan tiket penyeberangan untuk penumpang umum di pelabuhan.

(alkhaledi kurnialam ed: satria kartika yudha)

 
Berita Terpopuler