Malaysia Bina Eks ISIS yang Dipulangkan

Malaysia menganggap warganya hanya korban ISIS.

Republika/Muhyiddin
Malaysia Bina Eks ISIS yang Dipulangkan. Foto: Ahli Dewan Tertinggi dan Setiausaha Kehormat Panel Perunding Perpaduan Ummah Majelis Dakwah Negara (MDN) Malaysia, Datuk Mohd Ghazali saat silaturrahim ke Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Senin (10/2).
Rep: Muhyiddin Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ahli Dewan Tertinggi dan Setiausaha Kehormat Panel Perunding Perpaduan Ummah Majelis Dakwah Negara (MDN) Malaysia, Datuk Mohd Ghazali mengatakan, kerajaan Malaysia memiliki program pembinaan untuk warga Malaysia yang pernah menjadi anggota ISIS atau Eks ISIS.

Menurut dia, umat Islam yang tinggal di Malaysia kurang lebih ada 15 juta dari jumlah penduduk 30 juta. Di antara umat Islam Malaysia itu, menurut dia, ada juga yang masuk ISIS. Namun, menurut dia, Kerajaan Malaysia tetap memulangkan eks ISIS Malaysia untuk dilakukan pembinaan.

"Di Malaysia siapapun yang masuk program radikal itu (ISIS) kita punya program untuk memulihkan mereka untuk balik kembali ke masyarakat. Ada program itu di Kerajaan Malaysia," ujar Datuk Ghazali kepada Republika.co.id saat silaturrahim ke Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Senin (10/2)

Dia mengatakan, Kerajaan Malaysia tetap memulangkan karena menganggap warganya hanya sebagai korban doktrin ISIS saja. Apalagi, menurut dia, ISIS sendiri sebenarnya dibuat oleh musuh Islam.

"Karena kita melihat mereka sebagai korban yang digunakan oleh musuh. Mereka dijadikan mangsa musuh. Makanya mereka sesat. Kita sedih," ucapnya.

Pemerintah Indonesia sendiri saat ini masih melakukan kajian terhadap wacana pemulangan eks ISIS asal Indonesia. Menteri Agama RI, Fachrul Razi sebelumnya menyatakan, pemerintah berencana memulangkan ratusan WNI eks simpatisan ISIS. Namun, rencana tersebut kemudian diralat dan disebutkan masih dalam tahap kajian.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga menyatakan masih memperhitungkan plus minus terkait dengan wacana pemulangan WNI mantan ISIS dari Timur Tengah. “Sampai saat ini masih dalam pembahasan. Sebentar lagi kita akan putuskan kalau sudah dirataskan. Semuanya masih dalam proses. Plus dan minusnya,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara Jakarta, Rabu (5/2).

Kepala Negara memandang perlu menggelar rapat terbatas yang khusus membahas rencana tersebut. Menurut Presiden Jokowi, semua yang terkait hal itu harus melalui perhitungan atau kalkulasi yang detail.

Baca Juga

 
Berita Terpopuler