Seperti Korut, Negara-Negara Ini Juga Lakukan Denuklirisasi

Beberapa negara sepakat meninggalkan program senjata nuklir mereka

Reaktor nuklir
Rep: Fira Nursya'bani Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Akankah Korea Utara (Korut) melepaskan program persenjataan nuklirnya? Jawabannya mungkin akan mulai terlihat jelas ketika Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in bertemu dengan pemimpin Korut Kim Jong-un pada Jumat (27/4) mendatang.

Meski Korut pekan lalu telah menyatakan akan menghentikan uji coba rudal balistik antarbenua dan menutup lokasi uji coba nuklirnya, bukan berarti negara itu akan melepaskan persenjataan nuklirnya dan menghentikan produksi rudalnya. Moon dan Presiden AS Donald Trump diperkirakan masih akan menemui jalan yang sulit untuk membujuk Kim agar meninggalkan program persenjataannya.

Tercatat ada beberapa negara yang pernah sepakat untuk meninggalkan program senjata nuklir mereka dengan imbalan keringanan sanksi dan kompensasi. Berikut kasus-kasus denuklirisasi di sejumlah negara di masa lalu.

Sesaat sebelum menjadi penasihat keamanan nasional Trump, John Bolton mengatakan kepada Radio Free Asia bahwa negosiasi nuklir dengan Korut harus serupa dengan diskusi yang pernah dilakukan dengan Libya. Libya telah melepaskan program nuklirnya yang belum sempurna pada 2000-an.

Mantan pemimpin Libya Moammar Gaddafi memenuhi janjinya untuk menyerahkan bahan nuklir, komponen senjata, dan desain bom yang diperolehnya dari pasar gelap.
Negara-negara Barat kemudian mencabut sejumlah sanksi dan menghapus nama Libya dari daftar negara-negara sponsor terorisme.

"Kami harus bersikeras jika pertemuan ini berlangsung, maka harus serupa dengan diskusi yang kami lakukan dengan Libya 13 atau 14 tahun lalu, yaitu bagaimana agar kami bisa mengemas program senjata nuklir mereka dan membawanya ke Oak Ridge, Tennessee, tempat program nuklir Libya disimpan," kata Bolton.

"Jika pertemuan itu bukan apa-apa selain percakapan tentang bagaimana melakukan itu [denuklirisasi], maka saya pikir itu hanya kamuflase bagi Korea Utara untuk terus mengembangkan senjata nuklir," tambah dia.

Faktanya, Kim Jong-un mengambil alih kekuasaan di Korut beberapa minggu setelah kematian mengerikan Gaddafi di tangan pasukan pemberontak pada Oktober 2011. Korut sering menggunakan kematian Gaddafi untuk membenarkan perkembangan nuklirnya sendiri dalam menghadapi ancaman AS.

"Rezim Saddam Hussein di Irak dan rezim Gaddafi di Libya merupakan kehancuran setelah mereka kehilangan fondasi untuk mengembangkan nuklir, yang memicu tekanan tajam dari AS dan Barat," kata kantor berita Korut, KCNA, setelah uji coba nuklir keempat negara itu pada Januari 2016.

Beberapa pengamat melihat kasus Iran sebagai skenario terbaik yang tersedia untuk proses denuklirisasi Korut. Berdasarkan kesepakatan pada 2015 dengan enam kekuatan asing, yaitu AS, Inggris, Rusia, Prancis, Jerman, dan Cina, Iran setuju untuk mengekang program nuklirnya, dengan imbalan keringanan sanksi.

Setelah diminta melakukan pembatasan pengayaan uranium selama 10 tahun, Iran menutup ribuan sentrifugal dan mengekspor hampir seluruh bahan pembuat bom. Iran juga menonaktifkan pembangkit yang dianggap berpotensi menghasilkan plutonium yang dapat digunakan dalam pembuatan senjata.

Negara itu juga menyetujui pemantauan ketat yang memungkinkan inspektur International Atomic Energy Agency untuk mengakses situs yang dicurigai melakukan kegiatan terkait senjata nuklir, termasuk fasilitas militer.

Selain mendapatkan manfaat ekonomi, kesepakatan itu memungkinkan Teheran untuk melanjutkan program nuklirnya untuk tujuan damai, yang oleh beberapa pihak dilihat sebagai potensi nilai jual bagi Pyongyang.

Ukraina, Kazakhstan, dan Belarusia mewarisi ribuan senjata nuklir setelah Uni Soviet runtuh pada 1991. Negara-negara ini dibujuk oleh AS untuk mentransfer perangkat persenjataan mereka ke Rusia dengan imbalan dukungan ekonomi dan jaminan keamanan.

Pengamat mengatakan negara-negara itu tidak memiliki alasan keamanan yang jelas untuk menyimpan senjata nuklir. Kenangan akan bencana Chernobyl juga mempengaruhi keputusan Ukraina untuk meninggalkan senjata nuklir.

Sementara itu Afrika Selatan, yang memiliki cadangan uranium besar, telah membangun sekitar setengah lusin hulu ledak nuklir. Namun negara tersebut telah secara sukarela menyerahkan dan membongkar program persenjataannya setelah berakhirnya apartheid pada 1991.

 
Berita Terpopuler