Guru Besar Ilmu Filsafat UPH, Fransisco Budi Hardiman berpendapat apa yang terjadi pada abad ke-20 merupakan prestasi besar dari liberalisme dan kapitalisme yang mampu mengglobalkan nilai-nilai tersebut di masyarakat.
Fransisco mendiagnosa, Indonesia saat ini sedang sakit, karena banyak mengalami gesekan-gesekan di tiga sektor, yaitu sektor agama dan religi, hukum dan politik, serta komunikasi dan digital.
Kebebasan berkomunikasi tanpa dibarengi rasa tanggung jawab dan keadaban publik, menurut Fransisco, berpotensi memecah belah bangsa.
Untuk mengatasi dampak sejumlah gesekan tersebut, menurut dia, perlu penguatan sistem dan peran ideologi Pancasila lewat dialog restoratif untuk menegaskan komitmen kebangsaan kita.
Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia, Komaruddin Hidayat berpendapat, bila kita membicarakan nilai-nilai sangat dipengaruhi oleh domain masyarakat, negara, government dan lembaga demokrasi.
Indonesia, menurut Komaruddin, memiliki aset nilai-nilai luhur yang kaya. Namun, ujarnya, masyarakat Indonesia ketika berbicara kebhinekaan tetap masih berada pada posisinya masing-masing sesuai suku, etnis dan agama mereka.
Sementara, tambah Komaruddin, partai politik negeri ini masih sangat tergantung pada kekuatan uang. "Betulkah lembaga-lembaga politik masih commited terhadap nilai-nilai untuk mewakili rakyat? Sementara untuk menjadi wakil rakyat para politisi membeli suara rakyat," ujarnya.