Gaduh Bocornya Draf RUU Pajak Kebutuhan Pokok

Bahkan anggota dewan menerima draf yang beredar itu dari salah satu pedagang pasar.

Jumat , 11 Jun 2021, 19:57 WIB
Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar Dito Ganinduto

Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menyatakan, pembahasan revisi perpajakan akan segera dibahas bersama pemerintah dalam waktu dekat. Setidaknya pada masa sidang yang berakhir pada 16 Juli 2021 mendatang.

"Akan ada perkembangan pembahasan untuk RUU KUP yang akan bergulir. Insyaallah pada sidang kali ini, tentu di Komisi XI," ujarnya.

Pemerintah berencana mengenakan PPN terhadap barang kebutuhan pokok. Adapun jenis-jenis kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat seperti beras dan gabah; jagung; sagu; kedelai; garam konsumsi; daging; telur; susu; buah-buahan; sayur-sayuran; ubi-ubian; bumbu-bumbuan; dan gula konsumsi.

PPN juga akan dikenakan terhadap barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya seperti emas, batubara, hasil mineral bumi lainnya, serta minyak dan gas bumi. Adapun kebijakan itu akan tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

“Pengenaan pajak itu diatur dalam Pasal 4A draf revisi UU Nomor 6,” tulis aturan tersebut.

Dalam draf beleid tersebut, barang kebutuhan pokok serta barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN. Sebelumnya kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017. 

Selain memperluas objek PPN, revisi UU KUP tersebut juga menambah objek jasa kena pajak baru yang sebelumnya dikecualikan atas pemungutan PPN di antaranya jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, hingga jasa asuransi.

Ada pula jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum darat, air serta angkutan udara dalam negeri dan angkutan udara luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos.

Kendati demikian, dalam draf yang diterima  belum ada rincian spesifik soal jenis jasa yang termasuk dalam objek barang kena pajak baru tersebut.

Dalam ayat (3) Pasal 4A, hanya ada tambahan penjelasan soal jasa kena pajak baru yang tidak dikenakan PPN yakni jasa keagamaan, jasa perhotelan, jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, jasa penyediaan tempat parkir, serta jasa boga atau katering.

 

"Ketentuan mengenai jenis barang kena pajak tertentu, jasa kena pajak tertentu, barang kena pajak tidak berwujud tertentu, dan tarifnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah," tulis ayat (3) Pasal 7A draf tersebut.