Menyempurnakan Sholat Membayar Zakat
Khusnudzon saya buyar saat sekilas melihat beberapa contoh di masyarakat. Salah seorang teman bercerita, ada tetangganya kaya raya, bolak-balik berangkat haji. Namun melihat tetangganya yang serba kekurangan tidak pernah membantu Sedikitpun.
"Tanggane pirang-pirang dino gak mangan meneng ae, gak gelem bantu, giliran mangan beling jare haram (tetangganya beberapa hari tidak makan diam saja, tidak dibantu, giliran makan pecahan kaca, dibilang haram," begitu ceritanya.
Cerita lain, ada calon pejabat yang pergi haji hanya untuk ada gelar hajinya. Ada seorang bapak ibu, yang berangkat haji agar dipanggil Pak Haji dan Bu Hajjah, biar orang-orang bisa segan dan hormat, dan cerita-cerita lainnya.
Itulah mengapa hari ini banyak perusahaan travel&tour yang bergerak dalam bidang haji dan umroh berdiri menjamur, daripada lembaga-lembaga kemanusiaan. Sampai di sini, dalam prespektif paradigma baru, adakah yang salah dengan cara berpikir kita selama ini? Atau salah memaknai konteks beragama? Atau susah untuk melepaskan harta?
Karena, mungkin, seumpama saya di posisi yang sama, juga tidak akan bisa se ideal tulisan diatas. Jangan-jangan juga tambah parah. "inilah perlunya refleksi bersama".