Sabtu 24 Apr 2021 14:28 WIB

Optimalisasi Gula Kelapa Bisa Penuhi Kebutuhan Gula Nasional

Meningkatnya pertumbuhan usaha gula memberikan nilai tambah sosial bagi lingkungan.

Wisata Produksi Gula Jawa. Pak Darma mendemostrasikan cara membuar gula jawa dari nira kelapa di Magelang, Jawa Tengah, Senin (28/10/2019).
Foto:

Pada tahun 2016–2020 total produksi gula Indonesia mengalami fluktuatif yang diikuti dengan naiknya tingkat konsumsi gula masyarakat, tetapi hal ini diimbangi dengan manajemen stok yang dilakukan pemerintah dan mitra usaha. Total konsumsi gula Indonesia mengalami kenaikan setiap tahunnya.

Kebutuhan gula nasional yang terus meningkat tersebut telah menyebabkan terjadinya defisit produksi setiap tahunnya, sehingga harus dipenuhi oleh impor. Kenaikan impor yang terus meningkat, memberikan dampak terhadap penggunaan devisa negara yang juga terus meningkat pula.

Secara sepintas, gula merupakan benda konsumsi yang tidak dapat ditinggalkan semua warga negara di Indonesia, khususnya bahkan seluruh warga di atas dunia secara umum. Di lain pihak sejumlah pertimbangan perlu diperhatikan. Alasannya gula sudah bisa dimasukan atau dikategorikan ke dalam komoditi politik yang dapat menentukan arah kebijakan negara di masa mendatang.

photo
Wisata Produksi Gula Jawa. - (Republika/ Wihdan)

Bagaimana bentuk dan risiko yang dapat berlangsung dengan kian meningkatnya kebutuhan komoditi tersebut? Berikut diuraikan secara sepintas:

Seiring dengan bertambahnya tahun, ternyata kebutuhan gula cenderung meningkat dengan tajam. Pihak pemerintah telah berupaya memenuhi kekurangan terhadap kebutuhan gula dengan cara mendatangkan/impor gula yang terus meningkat. Di samping itu diupayakan adanya program TRI (tebu Rakyat intensifikasi), antara lain dengan mengupayakan perluasan tanaman tebu di lahan sawah lahan tegal dengan menggunakan bibit unggul.

Dengan meningkatnya penggunaan devisa negara (hasil dari penjualan eksport), maka pemerintah akan mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas pembangunan secara menyeluruh. Sebagai akibat meningkatnya kebutuhan gula tersebut, maka memiliki kebijakan yang sangat merugikan, merupakan “efek karambol” untuk menyediakan dana sebagai sumber dana. Dengan kata lain sumber dana yang semakin tipis memaksa pemerintah melakukan kebijakan yang “terpaksa” dengan meningkatkan utang kepada lembaga keuangan internasional lainnya.

Risiko yang berlangsung adanya peningkatan konsumsi gula, ternyata bukan hanya berpengaruh terhadap meningkatnya utang negara kepada pihak keuangan internasional saja. Ternyata masalahnya sangat komplek.

Rangkaian kebutuhan gula yang diperlukan masyarakat, sehingga berkembang menjadi impor yang membutuhkan/menggunakan devisa negara untuk melakukan impor gula dari berbagai sumber di luar negeri. Sebagai akibat meningkatnya impor dan menggunakan devisa negara (mungkin dengan cara utang/pinjaman berjangka pendek yang lunak).

Pemerintah telah berupaya dengan memperluas areal lahan penanaman tebu sebagai penghasil utama eula yang cepat dan menarik. Sehingga berdampak antara lain adanya sejumlah perubahan pengelolaan lahan sawah menjadi tanaman tebu rakyat (TRI [Tebu Rakyat Intensifikasi]).

Dengan tanaman tebu tersebut, petani yang semula mengolah lahan sawah sebagai lahan tanaman padi berubah bentuk menjadi tanaman tebu. Di samping adanya penemuan bibit tebu yang semakin unggul rendemennya (ukuran kandungan gula yang tinggi) serta mampu tumbuh di lahan kering (=tegalan), ternyata masih harus tetap melakukan impor gula dari luar negeri.

photo
Wisata Produksi Gula Jawa. (Republika/ Wihdan)

Kebesaran Allah SWT, lahan sepanjang pantai di beragam kepulauan di Indonesia, ditumbuhi dengan tanaman pohon kelapa. Inilah sasaran yang sekarang ini masih belum digarap oleh pemerintah secara intensip.

Tentunya upaya ini layak dikerjakan secara saksama. Agar produksi serta kelangsungan usaha bisa berjalan dengan baik. Tanpa adanya penghargaan serta pelayanan yang prima, akan berlangsung suatu kegagalan yang kurang menguntungkan manfaatnya bagi semua pihak.

Upaya ini tentu perlu dilakukan pengkajian dalam pola-pola yang bersifat sistematik. Misalnya ada pembibitan jenis kelapa yang produktif (kelapa genjah), adanya peremajaan yang sistimatik, serta cara pengelolaan produk dan pengolahan air nira kelapa yang bersih dan terjamin bagi para konsumen (perlu ada kewajiban mengikuti petunjuk HACCP = Hazard Analysis and Critical Control Points atau dalam bahasa Indonesianya Analisis Bahaya Pengendalian Titik Kritis). Mengapa perlu dipersiapkan adanya proses HACCP ini, karena produk yang dihasilkan berupa pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat secara luas. Biasanya sering disederhanakan menjadi CODEX-PANGAN.

Intinya adalah menjaga kesehatan dan keamanan produk makanan bagi manusia. Sebab gula yang dihasilkan akan dikonsumsi mayarakat.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement