Jumat 12 Mar 2021 15:37 WIB
Cerita di Balik Berita

Bertemu Jodoh di Ujian Jadi Wartawan

Menjadi wartawan sepertinya cocok dengan gayaku yang tak terlalu suka aturan kaku.

 Cinta,Mawar, Jodoh (ilustrasi)
Foto:

Usai sesi wawancara kami diminta menunggu. Ada penugasan lainnya untuk calon wartawan. Kami membaca tugas yang diberikan. Tugasnya adalah membuat lima berita. Waktunya sekitar dua jam.

Kehebohan terjadi di tengah peserta tes. Gila, belum jadi wartawan sudah  disuruh menulis berita. Tak tanggung-tanggung lagi, lima berita. Caranya bagaimana?

Ngaco ini, kerja belum tahu sudah disuruh nulis berita. Berita itu apa?” gerutu seorang pelamar di sebelahku.

Aku keliling pasar mencari cerita yang menarik. Aku mengamati jalan di pasar yang rusak, penjual VCD bajakan, pengemis di depan pasar, pedagang kain, dan preman penjaga pasar.

     

“Cabut ajalah,” katanya sambil ngeloyor pergi.

Baca Juga: Teddy Rusdy, SMA Taruna Nusantara, dan Cita-Cita Perjuangan

Beberapa orang juga ikut mengomel-ngomel. Lalu balik kanan tak meneruskan proses rekrutmen.

Aku juga merasa berat dengan tugas itu. Meliput dan menulis lima berita dalam dua jam, apakah bisa? Pilihannya adalah mengerjakan tugas itu, atau meninggalkan tes seperti sebagian peserta yang lain.

Namun ini adalah pekerjaan yang aku inginkan. Aku tak boleh menyerah. Seberapa pun beratnya tes, aku akan jalani.

Mungkin ini ujian utamanya. Peserta tes akan secara alami berguguran. Hanya mereka yang benar-benar ingin jadi wartawan yang mau bertahan.

Aku menuju Pasar Tebet yang tak jauh dari gedung itu. Menurutku di pasar pasti banyak cerita yang bisa ditulis. Tak perlu pindah tempat dari pasar ke lokasi lain nanti, karena waktunya sangat pendek.

Baca Juga: Darurat Militer Aceh, 'Diculik Jenderal'

Aku keliling pasar mencari cerita yang menarik. Aku mengamati jalan di pasar yang rusak, penjual VCD bajakan, pengemis di depan pasar, pedagang kain, dan preman penjaga pasar.

Tak mungkin semua bisa ditulis. Jadi aku lebih fokus pada jalan rusak dan pedagang VCD bajakan.

Untuk jalan rusak aku mewawancarai pengunjung dan pedagang. Sedangkan pedagang VCD aku mewawancarai pedagang dan pembeli. Kepada mereka aku katakan bahwa aku hanya sekedar latihan menjadi wartawan.

“Cuma pura-pura saja Pak. Nggak jadi berita beneran. Cuma persyaratan jadi wartawan,” begitu rayuku kepada pedagang CD yang semula menolak aku wawancarai.

Kepada setiap orang yang akan aku wawancarai, aku pakai ‘jurus minta tolong itu’. Ternyata ampuh juga. Mereka bersedia membantu.

Aku catat hasil wawancara dan pengamatanku baik-baik. Lalu beritanya aku tulis dengan tangan di atas kertas yang disediakan panitia.

Dengan susah payah, tugas liputan dan menulis berita berhasil aku selesaikan. Tak tahu bentuk berita yang aku tulis sudah sesuai dengan kaidah atau belum. Yang penting ada 5W+1H seperti teori jurnalistik yang pernah kupelajari.

Tiga liputan lainnya, soal pengemis, pedagang pakaian dan preman aku tak sempat tuliskan menjadi berita. Jadi aku hanya hanya sempat menulis judul dan keterangan hasil pengamatan.

Tak mungkin bisa selesai mengerjakan lima liputan dan menulisnya hanya dalam waktu dua jam. Aku menduga penguji hanya akan mengukur sejauh mana usaha yang dilakukan. Juga seberapa jauh pelamar bersungguh-sungguh ingin jadi wartawan.

Baca Juga: Izinkan Aku Menghadap-Mu

Aku kembali ke Gelanggang Remaja Tebet. Peserta yang tersisa hanya sebagian saja. Mungkin setengahnya tidak kembali karena penugasan tadi.

Pengumuman hasil tes dilakukan sepekan kemudian. Aku menunggu pengumuman dengan penuh harap.

Ternyata namaku masuk dalam daftar 20 orang  yang diterima menjadi wartawan baru Harian Berita Yudha (BY). Itu adalah koran metropolitan dengan manajemen baru. Sebelumnya Berita Yudha adalah koran nasional milik Angkatan Darat.

Aku senang sekali mendapat pekerjaan yang aku impikan. Bagiku bekerja itu harus sesuai dengan passion.

Menjadi wartawan sepertinya cocok dengan gayaku yang tak terlalu suka diperintah, tak terlalu suka banyak aturan kaku, menyenangi hal-hal baru, suka tantangan, dan lebih suka banyak berada di lapangan.  

Aku tak lama bekerja di BY. Hanya sekitar enam bulan saja. Setelah itu aku pindah ke Republika sampai saat ini. Tapi di BY aku pertama kali belajar menjadi wartawan sesungguhnya. Di BY pula aku menemukan jodohku, Maya, sesama wartawan baru.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement