Rabu 10 Mar 2021 02:01 WIB

Merenungi Isyarat Kauniyah

Tujuan utama surah al-Jatsiyah adalah tantangan terhadap mereka yang meragukan Quran.

Ilustrasi Alquran
Foto:

Pertama, penciptaan langit dan bumi disebutkan lebih dulu dari penciptaan makhluk (daabbah), karena hanya Allah saja yang Maha Mengetahui hakikat langit dan bumi, apa yang ada di dalamnya, apa yang tersembunyi, yang masuk, berkurang, tumbuh, intinya, dengan segala keterbatasan ilmu dan tenaga manusia, tidak ada satupun yang mampu menjelaskan secara detail unsur-unsur penting dan dua ciptaan Allah yang Maha Luar Biasa ini.

Kedua, pada ayat 4, Allah menyebutkan (sekaligus meminta kita berpikir) atas penciptaan diri kita sendiri; bagaimana sistem kerja tubuh bekerja sempurna atas izin dan kuasa Allah. Meski unsur kejadian manusia terambil dari bumi, tetapi manusia tidak hanya tercipta dari unsur itu. Ada sesuatu penting, yang tidak terdapat pada langit dan bumi, hanya Allah (pula) yang mengetahui hakikatnya. Apakah itu? Ia adalah ruh. Sesuatu yang juga dipertanyakan oleh orang-orang Yahudi Madinah pada Rasulullah, semntara Rasul hanya menjawab,“Ruh adalah urusan Allah. Dan tiadalah kamu diberikan ilmu (untuk mengetahuinya) kecuali sangat sedikit,”(Qs.al-Isra/ 85). Karenanya, karena keterbatasan manusia dalam mencapai unsur‘ruh’ini, Rasulullah enggan membahasnya lebih jauh karena pengetahuan manusia sangat sedikit untuk mencapainya. Demikian pula, jika unsur jasmani manusia mengalami kematian dan kehancuran, maka tidak demikian dengan ruh. 

Jika kita amati rangkaian lafadz pada ayat 3-5 di atas, Allah terlebih dulu menyebut mu’minun (orang mukmin/ percaya). Kedua, Allah menyebut lafadz yuqinun (orang-orang yang yakin) yakni kepercayaan yang tidak lagi disertai keraguan. Ketiga, lafadz ya’qilun yakni secara harfiah berakal. Lafadz ketiga ini secara khusus memiliki arti penggunaan daya pikir serta kesadaran moral sehingga terpelihara dari kesesatan dan kedurhakaan pada Allah, Sang Pencipta Alam Semesta.

Dengan demikian, tahap pertama masih seputar ‘iman’ yang seringkali batin masih mempertanyakan tanda-tanda yang terhampar di alam raya hingga lafadz akhir ayat 4 dan 5 keimanan makin mantap dengan penggunaan lafadz yuqinun (yakin) dan ya’qilun (berakal). Karenanya, tanda keimanan seseorang ialah ketika ia meyakini bahwa ayat-ayat (tanda) yang Allah ‘suguhkan’ di alam raya. Maka, dengan iman dan keyakinan itulah, manusia menggunakan daya pikir, ilmu, kemampuan intelektual untuk terus mencari tau jawaban-jawaban atas semua tanda yang Allah hamparkan.

 

 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement