Saturday, 18 Syawwal 1445 / 27 April 2024

Saturday, 18 Syawwal 1445 / 27 April 2024

Bawaslu: Sirekap Salah Baca Data Saat Simulasi

Senin 23 Nov 2020 00:21 WIB

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto

Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Mochammad Afifuddin.

Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Mochammad Afifuddin.

Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Aplikasi Sirekap salah baca data formulir hasil penghitungan suara atau C.Hasil-KWK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengawasi simulasi penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) di 83 kabupaten/kota dari 157 kabupaten/kota yang menggelar simulasi pada Sabtu (21/11). Bawaslu menemukan kejadian aplikasi Sirekap salah membaca data formulir hasil penghitungan suara atau C.Hasil-KWK di 25 tempat pemungutan suara (TPS).

"Atau setara dengan 30 persen dari 83 TPS yang melakukan simulasi. Data yang tersaji di formulir C.Hasil-KWK berubah saat dimasukkan ke dalam Sirekap," ujar Anggota Bawaslu RI M Afifuddin dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Ahad (22/11).

Petugas Kelompok Panitia Penyelenggara Suara (KPPS) kini memiliki tugas memotret formulir C.Hasil-KWK dan mengirimkannya ke aplikasi Sirekap. Menurut Afif, jajaran pengawas memang fokus mengawasi akurasi pembacaan Sirekap atas formulir C.Hasil-KWK yang diunggah.

Saat aplikasi Sirekap mengonversi data tulisan tangan di formulir C.Hasil-KWK ke data digital, terjadi perubahan data. Akibat perubahan data tersebut, KPPS harus melakukan perbaikan data secara manual di aplikasi Sirekap.

Afif menyebutkan, ketidaksesuaian data yang terbaca Sirekap sebagian besar karena faktor jenis ponsel yang digunakan, kualitas foto formulir, pencahayaan, dan posisi atau sudut pandang pengambilan gambar. Afif mencontohkan, kesalahan pembacaan tersebut terjadi di Kabupaten Maros dengan kasus angka tiga terbaca sembilan oleh Sirekap.

Kemudian ada kasus angka 38 terbaca 58 yang terjadi di Kota Depok. Kesalahan pembacaan angka juga ditemukan di Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Majene, Kabupaten Sungai Penuh, Kabupaten Sleman, Kabupaten Lebong, Kabupaten Tanjung Balai, Blitar, Kabupaten Labuanbatu Selatan, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Berau, dan Kota Sibolga.

Selain masalah perubahan data, Bawaslu juga mendapati kendala sinyal dalam penggunaan Sirekap. Persoalan itu menyebabkan proses pengunggahan gambar untuk satu dokumen membutuhkan waktu sekitar 30 menit.

Dengan demikian, Bawaslu meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan langkah antisipasi dan pencegahan terhadap masalah-masalah ini. KPU harus memastikan kualitas semua perangkat yang digunakan petugas, termasuk standar pengetahuan petugas dalam menggunakan Sirekap.

KPU pun harus memastikan KPPS meralat perubahan angka yang salah dibaca oleh Sirekap agar sesuai dengan data sebenarnya. Afif menegaskan, validasi dan akurasi data membutuhkan ketelitian para petugas.

"Terutama saat terdapat kekeliruan dalam rekapitulasi dengan menggunakan teknologi informasi," kata dia.

Sementara itu, Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting Manik mengeklaim, penyelenggaraan simulasi pemungutan dan penghitungan suara serta rekapitulasi dengan Sirekap berjalan lancar. Menurut dia, ketika ada Sirekap salah membaca data, petugas langsung mengoreksi di fitur edit yang sudah disediakan.

"Namanya teknologi OCR (pengenalan karakter optis) memang tidak bisa 100 persen, Sirekap sudah punya edit untuk kesalahan. Sudah langsung diedit, dan Bawaslu pun sudah tahu deh kalau Sirekap bisa edit," kata Evi.

Sirekap ditetapkan hanya menjadi alat bantu dan publikasi hasil perolehan suara dalam Pilkada 2020 serentak di 270 daerah saat rapat bersama pemerintah dan Komisi II DPR RI. Padahal KPU berencana menggunakan Sirekap sebagai instrumen resmi proses rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilkada 2020.

 

 
 

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler