Saturday, 18 Syawwal 1445 / 27 April 2024

Saturday, 18 Syawwal 1445 / 27 April 2024

KPU tak Ubah Mekanisme Penggunaan Sirekap

Jumat 13 Nov 2020 15:38 WIB

Rep: Mimi Kartika / Red: Ratna Puspita

Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik

Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik

Foto: Republika/Putra M. Akbar
KPU tetap memberikan salinan sertifikat hasil penghitungan suara berbentuk fisik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) ditetapkan hanya menjadi alat bantu pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan bersifat uji coba di Pilkada 2020. Kendati demikian, mekanisme penggunaan Sirekap tak berubah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap memberikan salinan sertifikat hasil penghitungan suara berbentuk fisik.

"Tetap proses bisnisnya enggak berubah. Hanya juga diberikan salinan hardcopy kepada pihak-pihak sebagaimana yang selama ini juga diberikan," ujar Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting Manik kepada Republika, Jumat (13/11).

Baca Juga

Penggunaan aplikasi Sirekap diatur dalam rancangan perubahan Peraturan KPU (PKPU) tentang pemungutan dan penghitungan suara serta PKPU tentang rekapitulasi suara. Dalam usulan draf yang disampaikan pada Kamis (13/11) saat rapat bersama Komisi II DPR, petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) hanya mengisi formulir model C.Hasil-KWK di tingkat tempat pemungutan suara (TPS).

Formulir model C.Hasil-KWK sudah memuat berita acara dan sertifikasi hasil penghitungan suara di TPS. Formulir model C.Hasil-KWK dipotret dengan ponsel pintar, lalu diunggah ke aplikasi Sirekap oleh petugas KPPS.

Formulir bentuk fisik ini kemudian menjadi salinan digital formulir model C.Hasil-KWK Salinan digital inilah yang menjadi dasar proses rekapitulasi elektronik melalui aplikasi Sirekap, dimulai dari TPS, naik ke tingkat kecamatan, hingga KPU kabupaten/kota maupun KPU provinsi.

Namun, saat Sirekap hanya menjadi alat bantu, proses rekapitulasi tetap berdasarkan salinan formulir yang berisi berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara berbentuk fisik. Salinan-salinan hardcopy ini pun disampaikan kepada saksi pasangan calon dan pengawas pemilu.

Evi mengatakan, penggunaan teknologi kerap kali mendapatkan kendala karena berbagai alasan. Ia menyinggung saat KPU berencana menerapkan sistem informasi partai politik (Sipol), beberapa pihak mempersoalkan dan menolak ini.

Penggunaan Sipol dalam tahapan pencalonan pilkada ditujukan untuk membantu proses pencalonan. Sipol diakses oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai politik untuk mengubah informasi atau data kepengurusan partai di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota secara cepat.

"Dulu Sipol juga dipersoalkan, sekarang lembaga penyelenggara pemilu yang dulu menolak Sipol juga menggunakan Sipol untuk kepentingannya. Begitu juga lembaga negara lainnya," kata Evi. 

 
 

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler