Kamis 01 Oct 2020 03:27 WIB

Studi: Puasa Intermiten tidak Bantu Turunkan Berat Badan

Banyak selebritas dunia yang jalani puasa intermiten untuk mengendalikan berat badan.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
Puasa intermiten atau puasa berselang sempat menjadi tren sepanjang 2019.
Foto: www.freepik.com
Puasa intermiten atau puasa berselang sempat menjadi tren sepanjang 2019.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Selama tujuh tahun, Ethan Weiss, seorang dokter ahli jantung di University of California, San Francisco (UCSF), Amerika Serikat (AS) bereksperimen dengan puasa intermiten (intermittent fasting). Metode diet yang membatasi makan untuk periode waktu tertentu menjadi populer setelah serangkaian penelitian yang menjanjikan pada tikus menunjukkan bahwa itu mungkin strategi penurunan berat badan yang akan efektif pada manusia.

Weiss memutuskan untuk mencoba dengan membatasi waktu makannya menjadi delapan jam per hari. Setelah melihat bahwa berat badannya turun, banyak pasiennya bertanya apakah itu mungkin berhasil untuk mereka.

Baca Juga

Pada 2018, Weiss dan sekelompok peneliti memulai uji klinis untuk mempelajarinya. Dari studi yang dilakukan ini, tidak ditemukan bukti bahwa makan dengan batasan waktu berfungsi sebagai strategi penurunan berat badan.

Peserta dalam studi yang ditugaskan untuk makan pada waktu acak dalam jeda delapan jam yang ketat setiap hari, melewatkan makan di pagi hari, kehilangan rata-rata sekitar satu kilogram selama periode 12 pekan. Sementara, subjek yang makan pada waktu makan normal, dengan diizinkan konsumsi makanan ringan, kehilangan setengah kilogram

Tim peneliti di UCFS mengatakan, perbedaannya tidak signifikan secara statistik. Weiss melakukan studi dengan harapan untuk menunjukkan bahwa hal yang telah dia lakukan selama bertahun-tahun ini berhasil.

"Tapi begitu saya melihat datanya, saya berhenti," ujar Weiss, dilansir CNBC, Rabu (30/9).

Puasa intermiten, yang pernah menjadi tren di kalangan biohackers, menggunakan perubahan pola makan dan gaya hidup untuk mencoba dan meningkatkan kesehatan pelakunya. Jenis diet ini menjadi semakin populer selama satu dekade terakhir.

Tak sedikit publik figur yang secara teratur mempertimbangkan tren tersebut. Selebritas seperti Hugh Jackman mengatakan, puasa intermiten membantunya mendapatkan bentuk tubuh untuk keperluan peran dalam film.

Di Silicon Valley, pengusaha Kevin Rose yang meluncurkan aplikasi bernama Rise untuk membantu orang memantau diet puasa intermiten mencatat bahwa data ilmiah mulai menjadi sangat menarik. CEO Twitter Jack Dorsey dan aktris Jennifer Aniston juga termasuk di antara penggemar metode yang terkenal ini.

Dengan begitu banyak bintang yang menggembar-gemborkan manfaat puasa intermiten, pada 2019, ini menjadi pencarian diet yang paling trending di Google. Namun, bukti ilmiah pada manusia masih sedikit.

Jadi studi UCSF, yang diberi nama TREAT dan dipimpin oleh Weiss dan mahasiswa pascasarjana Derek Lowe, bertujuan untuk mengisi beberapa celah dalam penelitian dengan uji coba terkontrol secara acak. Mulai 2018, mereka merekrut 116 orang yang kelebihan berat badan atau obesitas. Semua peserta menerima timbangan yang terhubung dengan Bluetooth dan diminta untuk berolahraga seperti biasa.

Weiss menyarankan bahwa efek plasebo mungkin menyebabkan kedua kelompok tersebut mengalami penurunan berat badan. Banyak orang akan lebih memerhatikan apa yang mereka makan saat terdaftar dalam studi nutrisi, yang berarti mereka lebih cenderung membuat pilihan makanan yang lebih sehat.

Jadi, ke depannya, Weiss mengatakan konsumen harus semakin skeptis tentang studi nutrisi yang mengeklaim manfaat penurunan berat badan yang tidak melibatkan kelompok kontrol. Mungkin juga ada potensi kerugian dari puasa intermiten.

Sebagian kecil peserta diminta oleh para peneliti untuk datang ke tempat untuk pengujian lebih lanjut, termasuk perubahan massa lemak, massa tanpa lemak, glukosa puasa, insulin puasa, dan sebagainya. Melalui pengukuran tersebut, para peneliti menemukan orang-orang yang melakukan makan dengan waktu terbatas tampaknya kehilangan lebih banyak massa otot daripada kelompok kontrol.

Weiss mengatakan bahwa hasilnya belum pasti, tetapi berharap dapat melakukan studi lebih lanjut di masa mendatang. Ada juga kebutuhan untuk penelitian lebih lanjut untuk menunjukkan apakah puasa intermiten aman untuk orang dengan usia di atas 60 tahun atau mereka yang menderita penyakit kronis seperti diabetes dan dalam pengobatan.

Hanya saja, Weiss belum siap untuk sepenuhnya menghapus puasa intermiten. Ia mengatakan, metode ini mungkin ada manfaatnya seputar diet pada waktu yang berbeda dalam sehari.

Studi Weiss memiliki peserta melewatkan makan di pagi hari. Ia tidak mempelajari efeknya jika melewatkan makan di malam hari. Namun, untuk saat ini, dia tidak akan merekomendasikannya kepada pasiennya.

"Hanya menurunkan berat badan saja tidak berarti hal-hal baik terjadi untuk kesehatan Anda," jelas Weiss.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement