Selasa 29 Sep 2020 12:19 WIB
Cerita di Balik Berita

Mengais Berkas Kematian Wartawan Udin Bernas di Tong Sampah

Wartawan Bernas, Udin meninggal usai dipukul di rumahnya oleh orang tak dikenal.

Kasus pembunuhan wartawan udin bernas
Foto:

Kabar kematian Udin ini, langsung menjadi fokus berita berbagai media. Bahkan fokus pemberitaan mengenai Udin ini berlangsung cukup lama, karena diduga terkait dengan pemberitaaan yang pernah ditulis almarhum. Terutama terkait dengan dugaan korupsi di lingkungan Pemkab Bantul, yang memang beberapa kali ditulis Udin.

Saat itu, Pemkab Bantul dipimpin Bupati Sri Roso Sudarmo. Seorang militer berpangkat kolonel aktif. Pada masa Orde Baru tersebut, banyak daerah kabupaten/kotamadya yang dipimpin oleh militer aktif. Belum ada pilkada. Pemilihan atau tepatnya penetapan bupati/wali kota, hanya dilakukan dalam sidang paripurna DPRD setempat, yang terdiri dari lima fraksi, tiga fraksi dari parpol, satu fraksi dari utusan golongan, dan satu fraksi ABRI.

Saya sebagai teman sejawat almarhum, ikut turun ke lapangan untuk mencari tahu apa sebenarnya yang menjadi penyebab kematian Udin. Bukan hanya untuk bahan pemberitaan di Republika tempat saya bekerja, tapi juga untuk memenuhi rasa penasaran saya mengenai kejadian itu.

Saat itu, saya masuk dalam tim wartawan nonformal yang berusaha mencari fakta sebenarnya tentang kejadian itu. Bukan Tim Pencari Fakta yang dibentuk oleh PWI Yogyakarta. Tidak ada struktur organisasi di tim kami. Semuanya berstatus anggota.

Teman-teman wartawan lain, menjuluki tim kami ini sebagai tim Kijang Putih. Wartawan yang tergabung dalam tim ini, berasal dari berbagai media, lokal maupun nasional.

Nama tim Kijang Putih banyak diberikan teman-teman wartawan, karena dalam mobilitasnya sering menggunakan mobil kijang super berwarna putih. Mobil ini, sepertinya, sengaja disediakan kantor Bernas untuk mobilitas tim kami.

Saat itu masih sangat jarang wartawan yang bisa menyetir mobil. Kebetulan, saya menjadi salah satu wartawan yang sudah bisa menyetir. Saya bisa menyetir mobil juga bukan karena saya sudah punya mobil. Tapi karena ada mobil dinas di kantor Republika, yang kalau lagi nganggur, saya gunakan secara sembunyi-sembunyi untuk latihan menyetir.

Dengan kelebihan ini, saya masuk menjadi anggota tim kijang putih. Menjadi driver bagi teman-teman, sekaligus meliput ke sana-kemari untuk mencari tahu kebenaran cerita di balik kasus Udin. Tentunya, tanpa memiliki SIM A.

Berbagai lokasi yang rutin dan bolak-balik kami datangi saat itu, antara lain markas Polwil Yogyakarta di jalan lingkar utara Yogyakarta, rumah Udin di Jalan Parangtritis Bantul, kantor LBH Yogyakarta, dan rumah Iwi di Sleman. Hanya sekali ke rumah Dinas Bupati Bantul, tetapi tidak berhasil menemui Bupati.

Saat itu, mendapatkan penjelasan dari sumber-sumber resmi mengenai perkembangan penyelidikan kasus Udin, bukan main sulitnya. Sumber kami yang utama, lebih pada sumber informal, seperti dari istri almarhum Udin, LBH Yogya yang menjadi kuasa hukum keluarga Udin, Iwi, dan berbagai narasumber lain. Saking sulitnya mendapat informasi resmi, kami sampai mengais-ngais tong sampah di Mapolwil DIY.

Suatu ketika, tim Kijang Putih mendatangi Mapolwil DIY. Sebagaimana biasa, kami hanya sekadar untung-untungan. Siapa tahu, Kabagreskrim atau Kapolwil bisa memberikan keterangan tentang penyelidikan kasus Udin. Namun dari pagi hingga menjelang waktu deadline, kami tidak mendapatkan apa-apa.

Iseng-iseng, saat duduk-duduk di belakang kantor Polwil, saya mengais-ngais tong sampah. Kebetulan, tempat kami duduk-duduk, tepat berada di belakang kantor Bagian Reskrim.

Saat itulah, saya melihat ada beberapa lembar kertas lecek yang setelah saya amati berisi tulisan ketik yang menyebut nama Dwi Sumaji alias Iwi. Beberapa halaman kertas itu, langsung saya masukkan kantong celana.

Di perjalanan pulang dari Mapolwil, saya ceritakan temuan kertas ini pada teman-teman. Dari kertas itulah, peliputan kemudian fokus pada Dwi Sumaji, warga Sleman yang sehari-hari berprofesi sebagai sopir, dan dituduh menjadi pembunuh Udin.

Belakangan perkembangan cerita mengenai penyelidikan dan penyisikan kasus Udin, memang sempat "berbelok" arah. Dari yang semula terkait dengan pemberitaan, dibelokkan menjadi soal perempuan.

Dikisahkan pihak berwenang, Udin berselingkuh dengan istri Iwi. Hal ini kemudian menimbulkan kemarahan Iwi yang berujung pada pembunuhan.

Beberapa kali, anggota tim kijang putih bertemu keluarga Iwi di rumahnya. Selang sehari setelah temuan kertas itu, Iwi langsung ditangkap di rumahnya. Kami hanya bisa bertemu bertemu Iwi di Mapolwil DIY, saat diadakan keterangan pers mengenai penangkapan Iwi.

Dari beberapa kali pertemuan ini, rasanya memang tidak mungkin Iwi menjadi algojo pembunuh Udin. Iwi yang terkesan lugu sebagai orang desa, bagaimana mungkin bisa membunuh Udin? Istrinya, juga berulang kali menegaskan tidak pernah mengenal Udin. Sampai di sini, tim Kijang Putih tidak pernah bisa mengetahui cerita sebenarnya mengenai bagaimana Iwi bisa menjadi tersangka.

Yang jelas, dalam persidangan yang menjadikan Iwi sebagai terdakwa, Iwi akhirnya dibebaskan dari segala tuduhan. Sedangkan mengenai siapa dan apa latar belakang Udin menjadi korban pembunuhan, hingga kini, setelah sekian lama waktu berjalan dan berganti rezim, tetap menjadi misteri yang tak terpecahkan.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement