Senin 10 Aug 2020 05:45 WIB

Surat Kaleng dan Delik Pers yang Menjerat SK Trimurti

Surat kaleng berisi ancaman itu ditujukan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Sayuti Melik dan istrinya SK Trimurti
Foto: Tangkapan Layar
Sayuti Melik dan istrinya SK Trimurti

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Priyantono Oemar

Ada surat kaleng yang ditujukan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda tertanggal 9 September 1939. Di akhir surat itu, penulisnya memberikan ancaman. "... jika kemerdekaan Indonesia belum diumumkan pada akhir Desember 1939, maka semua orang Eropa akan dibunuh."

Surat yang dititipkan ke Volksraad itu ditulis tangan dan memakai nama Teeuwen, anggota Semarangsch Gemeenteraad (Dewan Kota Semarang). Namun, juru tulis mencatat surat itu dari SK Trimurti. Saat kasus surat ini mencuat pada Desember 1939, Trimurti sedang mendekam di penjara Bulu, Semarang.

Pada September 1939, Trimurti masih menunggu putusan banding yang diajukan jaksa atas kasus delik pers yang melibatkan dirinya di Sinar Selatan, yang kemudian diberedel akibat tulisan itu. Pengadilan telah menjatuhkan hukuman empat bulan penjara dengan masa percobaan tiga tahun untuk Trimutri dan hukuman enam bulan penjara dengan masa percobaan tiga tahun untuk Isamo Hiraki, pemimpin redaksi sekaligus pemilik Sinar Selatan. Namun jaksa naik banding.

Kasus ini bermula dari tulisan anonim yang diturunkan oleh Trimurti di Sinar Selatan, yang dianggap mengganggu ketertiban umum dan kekuasaan pemerintah. Isamo Hiraki yang merupakan pengusaha Jepang yang tak memiliki pengalaman jurnalistik, memberi tahu hakim bahwa yang menulis adalah Trimurti.

Putusan banding keluar Oktober 1939, Trimurti jatuhi hukuman enam bulan penjara. Bos Sinar Selatan juga dijatuhi hukuman enam bulan penjara. Trimurti tak mengajukan grasi atas putusan itu, sehingga ia masuk penjara mulai Oktober 1939. Sedangkan bosnya mengajukan grasi sehingga dibebaskan dari hukuman.

Kualitas orang yang tak berperngalaman di jurnalistik berbeda dengan yang mempunyai pengalaman, seperti Sayuti Melik. Ada tulisan di Pesat yang menggunakan nama samaran Sribiantara juga terkena kasus delik pers pada Februari 1940. Sayuti disidang, tetapi tak mau menyebutkan nama asli Sribiantara. Bataviaasch Nieuwsblad edisi 20 Juni 1940 menyebut Sayuti dijatuhi hukuman delapan bulan penjara dengan potongan masa tahanan.

Ia telah ditahan sejak 27 Fabruari dan baru di sidang pada Juni 1940. Namun, Soebagijo IN menyebut hukuman Sayuti dua tahun penjara.

Di buku SK Trimurti, Wanita Pengabdi Bangsa, Soebagijo IN menyebut Asnawi Hadisiswoyo sebagai pemilik nama Sribiantara. Asnawi adalah pengurus Wartawan Muslimin Indonesia (Warmusi) sekaligus pengarang dan guru agama di sekolah Muhammadiyah.

Ketika ditanya hakim di persidangan Juni 1940, Sayuti mengaku mengenal Sribiantara yang mengantar tulisan langsung kepadanya. Artinya Sayuti membaca tulisan itu terlebih dulu sebelum memuatnya. Sedangkan Hiraki mengaku tak tahu-menahu isi tulisan anonim yang diturunkan oleh Trimurti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement