Selasa 28 Jul 2020 09:27 WIB

WHO: Larangan Perjalanan Harus Dihentikan

Menurut WHO larangan perjalanan saat pandemi tak bisa diterapkan terus-menerus.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Wisatawan tiba di Bandara Leonardo Da Vinci (Fiumicino) Roma, Italia, (4/6). Menurut WHO larangan perjalanan saat pandemi tak bisa diterapkan terus menerus. Ilustrasi.
Foto: EPA-EFE/TELENEWS
Wisatawan tiba di Bandara Leonardo Da Vinci (Fiumicino) Roma, Italia, (4/6). Menurut WHO larangan perjalanan saat pandemi tak bisa diterapkan terus menerus. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan larangan pada perjalanan internasional tidak harus terus berjalan tanpa batas waktu. Menurut WHO negara-negara kini harus berbuat lebih banyak untuk mengurangi penyebaran virus corona baru atau Covid-19 di dalam perbatasan mereka.

Gelombang infeksi Covid-19 telah mendorong negara-negara untuk memberlakukan kembali beberapa pembatasan perjalanan dalam beberapa pekan belakangan. Kepala Program Kedaruratan WHO Mike Ryan mengatakan larangan perjalanan tidak berkelanjutan.

Baca Juga

"Akan hampir mustahil bagi masing-masing negara untuk menutup perbatasan mereka untuk masa mendatang. Ekonomi harus terbuka, orang harus bekerja, perdagangan harus dilanjutkan," ujar Ryan seperti dikutip laman Aljazirah, Selasa (28/7).

"Yang jelas adalah tekanan pada virus mendorong angka-angka ke bawah. Lepaskan tekanan itu dan kasusnya naik kembali," ujarnya menambahkan.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menjelaskan hanya dengan kepatuhan ketat pada langkah-langkah pencegahan, dari mengenakan masker hingga menghindari keramaian, dunia akan berhasil mengalahkan pandemi. "Di mana langkah-langkah ini diikuti, kasus turun. Di mana tidak, kasus naik," katanya.

Tedros juga memuji Kanada, China, Jerman, dan Korea Selatan karena mengendalikan wabah. Tedros juga mengatakan komite darurat badan kesehatan PBB akan bersidang untuk memeriksa kembali deklarasi bahwa wabah Covid-19 merupakan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional. Deklarasi PHEIC yang disebut menandai tingkat alarm tertinggi di bawah aturan kesehatan internasional harus dievaluasi ulang setiap enam bulan.

Sebelum Covid-19, WHO hanya membuat deklarasi seperti itu lima kali sejak Peraturan Kesehatan Internasionalnya berubah pada 2007 untuk flu babi, polio, Zika, dan dua kali untuk wabah Ebola di Afrika. "Dari yang disebutkan, pandemi saat ini adalah yang paling mudah," kata Tedros.

Namun demikian, terdapat sedikit keraguan bahwa komite darurat akan mempertimbangkan bahwa pandemi masih merupakan darurat kesehatan masyarakat global. Meski, tetap berpotensi dapat mengubah beberapa rekomendasinya tentang bagaimana WHO dan dunia harus merespons.

Situasi telah berubah secara dramatis sejak deklarasi dibuat. "Ketika saya menyatakan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional pada 30 Januari, ada kurang dari 100 kasus di luar China dan tidak ada kematian," kata Tedros.

Tetapi sejak itu, jumlah kasus telah melonjak melewati 16 juta dengan hampir 650 ribu kematian di seluruh dunia. "Covid-19 telah mengubah dunia kita. Ia telah menyatukan orang, komunitas, dan bangsa, dan membuat mereka terpisah," ujar Tedros.

WHO telah menghadapi kritik dari tempat-tempat tertentu untuk tanggapannya. Beberapa tuduhan itu mengatakan bahwa WHO bertindak terlalu lambat, namun dengan keras dibantah oleh WHO. "Selama enam bulan terakhir, WHO telah bekerja tanpa lelah untuk mendukung negara-negara mempersiapkan dan menanggapi virus ini," kata Tedros.

"Saya sangat bangga dengan organisasi kami, WHO, dan orang-orangnya yang luar biasa dan upaya mereka," ujarnya menambahkan.

Tedros selama berbulan-bulan menghadapi serangan tanpa henti dari Presiden AS Donald Trump yang menuduh WHO sebagai "boneka China". Awal bulan ini Trump memanfaatkan ancamannya untuk mulai menarik AS, yang sebelumnya merupakan donor terbesar WHO dari organisasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement