Senin 04 May 2020 10:43 WIB

Senyum Comandante Doni, Tanda Optimistis

Tidak ada dendam, saat ini yang terpenting menjaga silaturahim.

Doni Monardo. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo menyampaikan paparan pada rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/3/2019).
Foto:

Lawan menjadi kawan

Jika sekarang sudah hampir dua bulan tidak pulang ke rumah, bagi Doni hal yang biasa. Begitu juga dengan istri dan anak-anaknya. Tugas operasi di Timor Timur biasanya dijalani Doni sekitar 1,5 tahun.

Ia secara khusus menceritakan bagaimana selama sekitar setengah bulan berada di hutan, tanpa mandi. Tentu saja melawan gerilyawan Fretilin, antara lain yang dipimpin Lere Aman Timor. Kini Lere menjadi Panglima Angkatan Bersenjata Timor Leste. Hubungannya dengan Mayjen Lere Timor masih terjalin dengan baik, hingga kini.

Pasukan Lere biasanya membawa serta anjing untuk mendeteksi pasukan TNI. Beberapa kali di tempat persembunyiannya, tim Doni tercium anjing. Namun, anjing itu hanya mencium dan mengendus saja. Tidak menggonggong.

“Sepatu saya diciumi anjing itu. Mungkin karena bau badan kami sudah sama dengan gerilyawan Fretilin, sehingga anjing tidak menggonggong. Sama-sama berkumis dan berjenggot, karena tak sempat bercukur selama hidup di hutan.”

Anjing biasanya akan menggonggong jika mencium bau parfum atau wangi-wangian. Ia tidak mungkin menembak anjing tersebut, karena jika dilakukan akan diketahui persembunyiannya oleh musuh.

Beberapa kali Doni juga hampir diterjang tanduk rusa yang berkeliaran di hutan. Namun, ia harus bertahan dalam penyamaran seperti tumbuhan liar di hutan. Pistol dan sangkur sudah siap, khawatir rusa bertanduk itu menyerang. 

Beberapa kali Doni juga memerintahkan anak buahnya bersembunyi di suatu tempat di balik batu besar. Sayang tempat itu merupakan lokasi buang air besar, sehingga baunya menjadi masalah bagi anak buahnya. Mereka meminta agar geser ke tempat lain. Tapi Doni tidak mengizinkan.

“Bertahan saja sekuatnya, musuh akan kembali ke lokasi itu,” perintah Doni yang pernah menjadi Komandan Brigif Linud 3 Kostrad di Sulawesi Selatan. 

Naluri tempur Doni sebagai pasukan komando, memang sangat kuat. Betul saja, musuh kembali ke lokasi itu untuk buang ‘hajat’ besar. Di situ pasukannya menyergap Fretilin. Dia selalu meminta anak buahnya agar bisa menangkap hidup-hidup, bukan menembak mati.

Ini memang sulit, karena harus melalui perkelahian. Dari sandera itu bisa diketahui informasi pasukan musuh lainnya dan rahasia musuh. Begitulah cara sandi yudha (inteijen tempur) saat menghadapi gerilyawan.

“Operasi melawan gerilya, siapa yang unggul dalam taktik, teknik dan strategi, itu yang akan menang. Termasuk mengubah lawan menjadi kawan,” ujar mantan komandan Pasukan Pengamanan Presiden itu.

Doni juga menceritakan pernah turun dari mobil dinas saat situasi tegang. Saat itu ia sudah dikelilingi masyarakat. Beruntung, karena ia selalu ditemani warga Timor Timur. Padahal belum lama terjadi tragedi. Satu truk berisi wanra (perlawanan rakyat) tewas diadang pasukan Fretilin. Temannya yang orang Timor asli mengatakan, ”Ini comandante baik. Comandante Doni.”

Mantan pangdam Siliwangi itu selalu mengingatkan anak buahnya agar menghormati kearifan lokal di daerah operasi. Jangan sampai menyakiti hati rakyat dengan ucapan apalagi tindakan yang bisa melukai masyarakat setempat. Dia menduga dalam beberapa operasi pengadangan yang dilakukan Fretilin, antara lain karena pengaduan masyarakat kepada pasukan Fretilin.

“Kepada musuh pun kita mesti berbuat baik agar mereka simpati terhadap kita,” ujar mantan pangdam Pattimura tersebut.

“Saya sebenarnya khawatir ketika Jenderal Lere Timor menceritakan bahwa tiga adik kandungnya terbunuh dalam pertempuran di hutan. Khawatir beliau marah. Ternyata tidak.”

“Pak Doni jangan khawatir, mereka gugur dalam pertempuran. Itu hal yang biasa,” kata Lere saat menceritakan kepada Doni Monardo.

Jika Jenderal Lere berkunjung ke Jakarta, Doni biasanya menemani bekas musuhya itu. Musuh itu sekarang menjadi sahabat. Pertemuan terbuka dengan para musuhnya di medan tempur, pernah dilakukannya saat Doni menjadi Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Tepatnya  saat  perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-63, satuan elite baret merah itu.

Beberapa pihak yang diundang antara lain Panglima Angkatan Bersenjata Timor Leste (FDTL) Mayjen Lere Anan Timor dan mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sekaligus Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf. Termasuk anak dari tokoh Papua, mendiang Theys Elluay, yakni Boy Elluay. Ada juga tokoh kelahiran Timor Leste, bekas milisi pro Indonesia, Eurico Guterres.

"Merajut dengan para sahabat yang dulu pernah berseteru sebagai kawan dan sahabat yang kini menjadi bertetangga. Hari ini agak berbeda, kami mengundang pihak yang pernah berseteru dengan Kopassus," kata Doni, kala itu, April 2015.

Di situ Doni memberi penegasan. Tidak ada dendam di antara mereka. Saat ini yang terpenting menjaga silaturahim. "Tidak ada dendam, contoh bagi pihak yang pernah bertikai."

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement