Selasa 07 Apr 2020 17:41 WIB

KPU Usul Revisi Dua Pasal agar Perppu Pilkada Cepat Terbit

KPU hanya mengusulkan revisi dua pasal agar Perppu Pilkada segera diterbitkan.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bayu Hermawan
Ketua KPU Arief Budiman
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua KPU Arief Budiman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI hanya fokus mengusulkan revisi dua pasal dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada atas penundaan Pilkada 2020 akibat pandemi virus corona. Perubahan Pasal 201 ayat 6 dan Pasal 122 ke dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

"Untuk menyikapi pelaksanaan Pilkada 2020 yang terganggu karena ada penyebaran corona ini maka KPU mengusulkan dua hal saja agar urgensinya itu terpenuhi," ujar Ketua KPU RI Arief Budiman dalam diskusi virtual, Selasa (7/4).

Baca Juga

Arief menjelaskan, Pasal 201 ayat 6 mengatur tentang pilkada serentak hasil pemilihan 2015 dilaksanakan pada September 2020. Apabila pilkada ditunda dan membuat pemungutan suara dilakukan di luar waktu tersebut, maka pasal dalam UU Pilkada itu harus direvisi.

Ia melanjutkan, Pasal 122 berisi ketentuan pemilihan lanjutan atau susulan. Khususnya terhadap perbedaan pihak yang berwenang melakukan penetapan penundaan pelaksanaan pemilihan dan penetapan pemilihan lanjutan.

Dalam Pasal 122 ayat 2 disebutkan, penetapan penundaan pelaksanaan pemilihan dilakukan KPU Kabupaten/Kota asal usul Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dalam hal penundaan pelaksanaan pemilihan meliputi satu atau beberapa desa/kelurahan ataupun kecamatan. Sementara penundaan pelaksanaan pemilihan meliputi satu atau beberapa kabupaten/kota dilakukan KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota.

Namun, Pasal 122 ayat 3 mengatur, dalam hal pemilihan gubernur tidak dapat dilaksanakan di 40 persen jumlah kabupaten/kota atau 50 persen dari jumlah pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan hak memilih, penetapan pemilihan gubernur lanjutan atau susulan dilakukan menteri atas usul KPU Provinsi.

Pasal 122 ayat 4 menjelaskan, pemilihan bupati dan wali kota yang tidak dapat dilaksanakan di 40 persen jumalh kecamatan atau 50 persen dari jumlah pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan pemilihan bupati dan wali kota lanjutan atau susulan dilakukan gubernur atas usul Kabupaten/Kota.

Menurut Arief, perbedaan pihak yang berwenang antara penetapan penundaan pemilihan dan pemilihan lanjutan aneh. Ia menilai, seharusnya hanya satu lembaga yang berwenang menetapkan penundaan pemilihan sekaligus menetapkan pemilihan lanjutan.

Apalagi, penundaan Pilkada 2020 ini akibat wabah yang terjadi hampir di seluruh daerah penyelenggara pilkada. Bahkan, pemerintah pusat menetapkan virus corona sebagai bencana nasional non-alam melalui status keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit akibat virus corona di Indonesia.

Arief mengatakan, Pasal 122 tentang pemilihan lanjutan atau susulan itu saat ini tidak mengatur apabila bencana terjadi dalam skala global dan nasional. Pasal tersebut hanya mengatur ketika gangguan yang mengakibatkan tahapan tidak dapat dilaksanakan terjadi di suatu wilayah.

Arief meminta KPU RI diberikan kewenangan menetapkan penundaan pemilihan dan pemilihan lanjutan atau susulannya. Di sampin itu, KPU Provinsi maupun KPU Kabupaten/Kota juga tetap diberikan kewenangan atas gangguan berskala lokal.

"Jadi kewenangan itu kami usulkan agar KPU RI diberi kewenangan apabila terjadinya bencana itu berskala besar," kata Arief.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement