Monday, 18 Zulhijjah 1445 / 24 June 2024

Monday, 18 Zulhijjah 1445 / 24 June 2024

Dubes AS Temui Ketua MPR, Bahas Amendemen UUD Hingga Toleransi

Jumat 01 Jul 2016 20:38 WIB

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Dwi Murdaningsih

Dubes AS menemui pimpinan MPR membahas amendemen.

Dubes AS menemui pimpinan MPR membahas amendemen.

Foto: MPR

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Duta Besar Amerika untuk Indonesia, Robert O Blake menemui Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (1/7). Kedatangan Robert itu juga sekaligus untuk berpamitan ke MPR, karena dirinya sudah tidak bertugas lagi sebagai Duta Besar.

"Saya kira beliau dubes yang paling aktif, dan banyak memiliki teman. Mudah-mudahan yang menggantikan sama baiknya," kata Zulkifli.

Ketika ditanya Robert apa agenda prioritas MPR, Zulkifli menjelaskan, dalam waktu dekat ini mereka sepakat mengikuti perkembangan demokrasi yang semakin matang, dengan membuat haluan negara. Menurutnya, ada kesepakatan dari seluruh anggota MPR untuk melakukan amandamen terbatas dan penguatan peranDPD.

Ia menuturkan, haluan negara tersebut nantinya berisi pembangunan jangka panjang, sosial budaya, politik keamanan, yang mesti dijiwai Pancasila, seperti soal keragaman, menghargai perbedaan, sehingga gerakan radikal tidak terjadi.

"Haluan negara itu sifatnya ideologi, kami sudah sosialisasi ke universitas dan fraksi juga sudah setuju," ujar Zulkifli.

Sehingga, lanjut dia, pada September 2016 haluan negara akan dibahas di MPR. Kalau sepakat, pada 2017 MPR diharapkan akan sidang Paripurna untuk melaksanakan amandemen kelima secara terbatas.

Dalam kesempatan itu, Robert menyinggung soal ISIS dan Alqaeda dan menekankan bahwa kegiatan tersebut tidak mewakili Islam secara keseluruhan.

Namun, ia mengkritisi Indonesia terkait dengan pemahaman keberagaman. Ia menilai, masih ada kelompok minorias yang mendapat intimidasi di Indonesia seperti kaum LGBT. Karena itu pemerintah Indonesia harus bisa melindungi kelompok minoritas.

Zulkifli menegaskan, tidak ada tempat untuk ISIS di Indonesia, meski ada kelompok kecil yang kadang membuat gerakan radikal. Sebab, kata dia, 97 persen rakyat Indonesia mengatakan Pancasila sudah final. Sehingga tidak perlu khawatir, karena hanya dua persen yang mengatakan belum selesai.

Ia juga menyatakan LGBT dilarang oleh konstitusi Indonesia. Apalagi, LGBT juga dilarang oleh agama Islam, yang merupakan agama mayoritas di Indonesia.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler