Sabtu 04 Feb 2017 12:47 WIB

Pemandi Jenazah

jenazah. Ilustrasi
Foto:

Sejak itu, Bahrum dipercaya sebagai pemandi mayat. Apalagi pekerjaannya sebagai tukang ojek tidak terikat waktu. Sejak Kadir meninggal, Bahrum akan dihubungi untuk memandikan dan sekaligus mengkafani mayat, jika di wilayah itu ada orang yang meninggal.

Dahlia tak pernah keberatan jika suaminya harus berurusan dengan mayat. Meski untuk itu Bahrum harus istirahat mengojek. Mungkin lantaran usai mengurus jenazah, suaminya akan mendapat amplop. Semacam rasa terima kasih keluarga almarhum yang merasa ditolong oleh Bahrum.

"Bukankah Bapak pernah bilang kalau almarhum Pak Kadir mengajar tata cara mengurus jenazah bukan hanya kepada Bapak," kata Dahlia setelah suaminya agak lama terdiam.

Bahrum mengangguk.

"Lagipula mengurus jenazah hukumnya wajib kifayah, Pak."

"Masalahnya bukan hanya itu, Bu. Tetapi, mereka belum bersedia melakukannya. Mungkin takut atau tidak gampang dapat ijin dari kantor."

Kali ini giliran Dahlia yang diam.

"Pekerjaan itu tidak sekedar bisa tahu tata caranya. Melainkan ada hal lain yang mesti dipunyai."

"Maksudnya?"

"Umpamanya harus tega, berani, tidak jijik, dan sebagainya. Bagaimana mungkin kita bisa memandikan mayat jika tidak tega, merasa jijik, atau punya rasa takut terhadap mayat?"

"Berarti memandikan mayat tidak gampang ya, Pak? Tidak semua orang mampu melakukannya."

Bahrum mengangguk.

"Itulah masalahnya."

"Maksud Ibu?"

"Nah, orang seperti Bapak tidak dihargai sama sekali. Dianggap tidak punya perasaan kepada orang yang sedang berduka."

Bahrum diam. Ia belum tahu arah pembicaraan istrinya. Lalu Dahlia menceritakan percakapan ibu-ibu yang didengarnya, ketika sedang belanja di tukang sayur keliling, kemarin pagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement