Illegal Drilling Berulah, Lagi-Lagi Sungai di Muba Tercemar

Illegal drilling telah nyata berdampak pada kerusakan lingkungan khususnya ekosistem sungai di Muba.

network /MASPRIL ARIES
.
Rep: MASPRIL ARIES Red: Partner

Penanganan pencemaran minyak mentah di Sungai Dawas pada November 2022. (FOTO Dinas Kominfo Muba)

KINGDOMSRIWIJAYA – Pencemaran sungai terjadi kembali di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba). Dua sungai di daerah ini, Sungai Parung dan Sungai Dawas tercemar limbah minyak mentah yang tumpah ke sungai akibat ulah praktek illegal drilling.

Pencemaran air sungai oleh minyak mentah yang menyembur ke permukaan dari sumur ilegal yang ada di Dusun VI Parung, Desa Sri Gunung, Kecamatan Sungai Lilin yang terjadi Jumat, 28 Juni 2024. Saat sumur miyak tengah mengalirkan minyak mentah tiba-tiba meledak dan terbakar, minyak keluar lalu mengalir ke sungai.

Kebakaran aliran minyak mentah tersebut tidak bisa diatasi, para pekerja panik dan berusaha menyelamatkan diri. Pekerja dan warga tidak tahu apa yang menjadi penyebab kebakaran pada sumur bor yang tengah mereka eksploitasi secara ilegal tersebut.

Yang terjadi, minyak terus mengalir badan sungai yang menyebabkan aliran air sungai tercemar diperkirakan sejauh 7 sampai 8 kilometer ke arah hilir Sungai Parung dan Sungai Dawas.

Pencemaran kedua sungai di Kecamatan Sungai Lilin tersebut bukan yang pertama. Peristiwa pencemaran pertama terjadi 15 November 2022, akibat illegal drillling. Apriyadi Penjabat (Pj) Bupati Muba saat itu, mendapat laporan langsung datang ke lokasi pencemaran. Di Sungai Dawas dan Sungai Parung Apriyadi menemukan minyak mentah dalam bak penampungan minyak ilegal yang bocor dan dan peralatan pengeboran minyak.

Apriyadi yang datang ke lokasi bersama Dandim 0401 Muba Letkol Arm Dede Sudrajat dan Kapolres Muba AKBP Siswandi geram melihat praktek illegal drilling tersebut ada adanya aliran minyak masuk ke sungai. Ia mengultimatum, “Kami beri waktu 24 jam. Semua penambang kita angkut dan pemodal aktifivas penambangan ilegal ini kita kejar dan diamankan”, katanya.


Menyemprotkan oil spill dispersant ke Sungai Dawas yang tercemar minyak mentah pada November 2022. (FOTO: Dinas Kominfo Muba)

Pj Bupati Apriyadi juga akan melaporkan pencemaran yang terjadi kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk membantu mengatasi sungai yang telah tercemar minyak hasil pengeboran ilegal. Pemerintah Kabupaten Muba dengan semua stakeholder terkait bersama mengatasi pencemaran sungai Dawas selama sepekan sejak lima hari sampai sepekan dengan dibantu dari KKKS PT Medco E&P Indonesia, Medco E&P Grissik, Ltd dan Pertamina Field Ramba.

Penanganan pembersihan limbah dari sungai dilakukan dengan metode dengan menyemprotkan oil spill dispersant dan dengan memasang oil boom. Selain membersihkan sungai dari limbah minyak, Pemerintah Kabupaten Muba melakukan edukasi dan bakti sosial yang melibatkan warga terdampak Desa Talang Baru sebanyak 60 KK dan juga diberikan bantuan kepada dua orang pengemin atau nelayan sungai yang biasa mencari ikan sebagai mata pencahariannya masing-masing sebesar Rp20.000.000 dan Rp15.000.000.

Kini pada akhir Juni 2024 pencemaran kembali terjadi. Satu hari setelah terjadi ledakan sumur minyak ilegal dan pencemaran sungai, Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi bersama Forkopimda turun langsung ke lokasi. Pj Bupati Muba mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tidak lagi melakukan aktivitas illegal drilling karena dampaknya sangat besar, bisa menimbulkan korban jiwa dan kerusakan lingkungan.

Kapolres Muba AKBP Imam Safii yang datang ke lokasi bersama Pj Bupati Muba, menyatakan, polisi tengah melakukan pendalaman dan penyelidikan bahwa akan ada tersangka dalam kasus ini. “Kita sudah mengimbau tapi masih ada masyarakat yang bandel. Tentu penegakan hukum akan kita lakukan”, ujarnya.

Warga Turun ke Sungai

Di tengah keprihatinan tercemarnya Sungai Parung dan Sungai Dawas, di media sosial beredar video pendek warga yang mengumpulkan minyak mentah di sungai. Warga turun ke sungai tercemar mengumpulkan minyak dipermukaan sungai lalu menampungnya ke dalam jerigen. Warga mengaku, minyak mentah tersebut bisa dijual kembali.

Warga turun ke sungai dengan berbagai peralatan agar bisa mendapatkan minyak yang tumpah ke sungai. Sepertinya, warga tidak memperhatikan imbauan bahwa limbah minyak tersebut berbahaya bagi kesehatan dan rawan terbakar.


Kerusakan lingkungan akibat illegal drilling yang ditinggalkan pelakunya. (FOTO: Maspril Aries)

Menurut, warga satu jerigen minyak mentah yang berkapasitas 35 liter bisa dijual dengan harga Rp90.000/ jerigen. Mereka yang turun ke sungai yang tercemar bukan hanya laki-laki, ada juga perempuan dan anak-anak.

Sementara itu Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Muba, Hendra Tris Tomy mengimbau masyarakat untuk menghentikan aktivitas perikanan di Sungai Parung dan Dawas karena tumpahan minyak mentah yang mencemari sungai berdampak serius terhadap ekosistem perairan.Masyarakat juga diperingatkan tidak mengonsumsi ikan dari kawasan perairan yang tercemar karena berpotensi mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3).

Pencemaran Air Buku Mutu Denda Rp10 M

Illegal drilling telah nyata berdampak pada kerusakan lingkungan khususnya ekosistem sungai di Muba. Belum ada keterangan berapa besar kerugian akibat pencemaran limbah minyak illegal drilling di Sungai Dawas tersebut.

Seorang tenaga ahli SKK Migas, Ngatijan pada media briefing oleh SKK Migas – KKKS di Pangkal Pinang pada 2021 lalu menjelaskan tentang aktivitas illegal drilling yang merugikan negara, merusak lingkungan dan menyebabkan banyak korban jiwa.

Menurut Ngatijan ada empat dampak dari illegal drilling terhadap kegiatan operasi KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) yaitu : Pertama, dampak terhadap operasi yang mencakup kegiatan penyaluran produksi terganggu dan kerusakan/ pencurian fasilitas produksi. Kedua, dampak sosial mencakup KKKS tidak dapat masuk ke wilayah kerja, biaya penggantian lahan masyarakat yang tercemar, pemeliharaan tidak dapat dilakukan karena akses ditutup.

Ketiga, dampak finansial, dimana KKKS harus mengeluarkan biaya limbah tumpahan minyak akibat aktivitas masyarakat, dan biaya pemulihan pencemaran lingkungan sekitar Rp6 triliun. Keempat, dampak lingkungan, yakni merusak lingkungan dan safety (pola operasi bor yang berpindah), pengolahan dan peredaran minyak ilegal.

Ngatijan mengatakan, "Biaya pemulihan akibat pencemaran lingkungan sebagai dampak dari illegal drilling yang terjadi pada beberapa daerah di Indonesia sebesar Rp6 triliun”.


Genangan minyak mentah yang menggenangi daratan dari illegal drilling. (FOTO: Maspril Aries)

Sementara itu menurut Benny Bastiawan Kasubdit Penanganan Pengaduan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Kementerian LHK, dampak illegal drilling terhadap lingkungan adalah tercemarnya sumber air permukaan baik sungai, danau maupun air tanah. Kemudian merusak sistem alur sungai akibat pengelolaan limbah minyak bumi yang tidak sesuai ketentuan. Serta terjadinya perubahan fisik maupun kimia air permukaan sehingga tidak dapat lagi digunakan sesuai peruntukannya.

Dampak lainnya, terjadi kerusakan tanah menyebabkan perubahan unsur-unsur kimia tanah sehingga produktifitas tanah yang telah tercemar limbah minyak bumi dari hasil kegiatan illegal drilling yang tidak melakukan pengelolaan limbah minyak bumi sesuai ketentuan menyebabkan tanah mengalami penurunan produktifitas dengan ditandai menurunnya kadar Nitrogen, Fosfor dan Kalium (unsur yang menentukan kesuburan tanah) dan akibat pencemaran minyak menyebabkan kadar Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) pada tanah sangat tinggi yang merupakan senyawa beracun bagi produktifitas tanah dimana senyawa ini akan menurunkan porositas tanah.

“Juga merusak ekosistem hutan sebagai akibat pencemaran limbah minyak bumi yang tidak dikelola sesuai ketentuan menyebabkan fungsi hutan sumber air, penghasil O2, penangkap karbon, plasma nutfah akan terganggu, dan terjadinya pencemaran udara apabila kegiatan illegal drilling menyebabkan kebakaran di kawasan hutan”, kata staf Kementerian LHK dari Direktorat Jendral Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK.

Menurut Benny Bastiawan ada banyak peraturan LHK terkait dengan illegal drilling. Seperti menyangkut dokumen Amdal. Pada Pasal 22 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal.” Illegal drillling jelas tidak memiliki Amdal.

Kemudian yang terkait dengan pencemaran air UU No. 32 Tahun 2009 juga mengaturnya. Pasal 60 menyebutkan, “Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.” Pasal 159, “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang menimbulkan Pencemaran Air”.


Usaha pemadaman sumur minyak ilegal yang terbakar. (FOTO: Humas SKK Migas)

Pada Pasal 276 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur bahwa, “Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan Pengelolaan Limbah B3 yang dihasilkannya.” Pasal 390 PP tersebut mengatur “Setiap Orang dilarang melakukan dumping atau pembuangan limbah B3 ke media lingkungan hidup tanpa persetujuan dari pemerintah pusat”.

Terhadap pelanggaran dari UU No. 32 Tahun 2009 menurut Benny ada ancaman hukumannya. Seperti kegiatan pengolahan minyak mentah yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup Pasal 98 sebagaimana telah diubah pada Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara, ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku, kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Kemudian kegiatan pengolahan minyak mentah tanpa memiliki persetujuan berusaha melanggar UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 109 sebagaimana telah diubah pada UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang berbunyi : “Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki: a. Perizinan Berusaha atau persetujuan Pemerintah Pusat, atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 59 ayat (1), atau Pasal 59 ayat (4); b. persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b; atau c. persetujuan dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1); yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Regulasi atau peraturan hukum yang mengatur akibat yang ditimbulkan illegal drilling sudah tersedia, kini menanti keseriusan dalam penegakan hukumnya yang harus diberlakukan agar menimbulkan efek jera atau menuntaskan praktel penambangan minyak bumi ilegal tersebut.


Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi memberikan penjelasan pencemaran sungai oleh minyak mentah dari illegal drilling. Di latar belakang sumur minyak ilegal yang terbakar dan sungai yang tercemar. (FOTO: Dinas Kominfo Muba)

Pencemaran lingkungan akibat praktek illegal driling atau pengeboran minyak bumi ilegal dilakukan tidak sesuai standarisasi yang umum di yang terjadi di Muba tentu bukan yang pertama. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan di Kecamatan Keluang tahun 2018 telah menemukan adanya pencemaran air sehingga dapat mempengaruhi lingkungan hidup, terutama pada kesehatan dan kebersihan lingkungan sekitar.

Dari penelitian Harnani Jurusan Teknik Geologi, Universitas Sriwijaya (Unsri) berjudul “Kajian Tingkat Pencemaran Minyak Bumi Akibat Pengeboran Ilegal Berdasarkan Pemetaan Sungai Sumur Dan Fisika-Kimia Air Studi Kasus : Kecamatan Keluang Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan” (2018) menyebutkan bahwa Kecamatan Keluang dikenal memiliki sumur-sumur pengeboran minyak bumi ilegal, berdasarkan hasil dari identifikasi fisik air sebanyak delapan sampel dinyatakan tercemar.

Penelitian dilakukan dengan metode pemetaan sungai dan sumur meliputi deskipsi karakteristik fisik air, berupa warna, rasa, bau, pengambilan contoh sample untuk analisa kandungan fisika-kimia air, dan proyeksi tingkat kesehatan masyarakat.

Kesimpulan dari penelitian itu menyatakan bahwa secara geologi pada daerah telitian merupakan tempat terakumulasinya minyak dan gas bumi yang ditinjau dari aspek litologi dan kontrol struktur yang berkerja. Kemudian masyarakat setempat sulit dalam menggunakan atau memanfaatkan air sungai dikarenakan adanya pencemaran oleh pengeboran ilegal. Serta sistem alur sungai mengalami kerusakan dan tidak dapat berfungsi dengan semestinya. Jadi secara keseluruhan sungai tercemar sedang.

Jelas bahwa berdasarkan fakta atau penelitian, illegal drilling berdampak pada kerusakan lingkungan. Selain itu kepada manusia dampak illegal drilling bisa memicu timbulnya penyakit kanker, pernafasan dan paru-paru. Minyak mentah yang mencemari lingkungan adalah senyawa hidrokarbon yang memiliki tempat yang mempunyai tekanan tertentu, sehingga ketika berada di luar tekanan tersebut misalnya di luar tanah dengan tanpa pengelolaan yang baik akan menimbulkan dampak yang merugikan lingkungan dan manusia di sekitarnya. (maspril aries)

 
Berita Terpopuler