Pemerintah Kuwait Minta Warganya Segera Tinggalkan Lebanon

Israel diperkirakan akan menyerang Lebanon dalam waktu dekat.

AP Photo/Leo Correa
Bendera Israel berkibar di samping api yang berkobar di kawasan dekat perbatasan dengan Lebanon, Israel utara di Safed, Rabu, 12 Juni 2024.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT --  Kementerian Luar Negeri Kuwait, seperti dilaporkan kantor berita KUNA, Sabtu (22/6/2024), telah meminta semua warga negaranya untuk meninggalkan Lebanon sesegera mungkin sehubungan dengan peningkatan ketegangan dengan Israel baru-baru ini. Mengingat berbagai pertimbangan, semua warga negara Kuwait yang tinggal di Lebanon harus meninggalkan negara itu sesegera mungkin demi keselamatan mereka sendiri, kecuali jika mereka benar-benar diperlukan untuk tinggal, kata kementerian tersebut.

Baca Juga

Menyusul pengumuman tersebut, maskapai penerbangan Kuwait Airways mengatakan pihaknya menambah jumlah kursi pada penerbangan ke Beirut untuk mengakomodasi semua orang yang ingin meninggalkan Lebanon.

Situasi di perbatasan Israel-Lebanon semakin memburuk setelah dimulainya permusuhan antara Israel dan gerakan perlawanan pejuang Palestina Hamas pada Oktober 2023. Tentara Israel dan pejuang Hizbullah Lebanon, yang mendukung pihak Palestina dalam konflik dengan Israel, secara rutin saling baku tembak melintasi perbatasan.

Sedangkan pada Selasa (18/6/2024), Israel mengatakan pihaknya menyetujui dan memvalidasi rencana operasional untuk serangan di Lebanon.

 

Penasihat senior Presiden AS Joe Biden, Amos Hochstein pada Selasa (18/6/2024) lalu tiba di Beirut dalam kunjungan mendadak setelah menyambangi Israel untuk membahas upaya mengurangi ketegangan di sepanjang perbatasan Lebanon-Israel. Selama berada di Israel, dia menemui pejabat tinggi Israel, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, serta perjalanannya ke Lebanon dilakukan di tengah terjadinya bentrokan antara tentara Israel dengan Hizbullah di perbatasan.

Menurut Kantor Berita Nasional Lebanon, Hochstein telah tiba di Bandara Internasional Rafic Hariri Beirut dan akan bertemu dengan Perdana Menteri Najib Mikati. Sementara media setempat menyebutkan kunjungan Hochstein tersebut bertujuan membahas upaya-upaya untuk mengakhiri konflik antara Israel dan Hizbullah.

Sejak berlangsungnya perang di Gaza pada akhir Oktober tahun lalu, sering terjadi baku tembak di perbatasan Israel dengan Lebanon yang menyebabkan ribuan warga sipil di kedua wilayah perbatasan mengungsi. Hochstein diketahui memainkan peranan penting dalam kesepakatan perbatasan maritim antara Israel dengan Lebanon, yang ditandatangani pada Oktober 2022.

Adapun, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken pada Selasa (18/6/2024) mengatakan bahwa Iran, Lebanon, dan Hizbullah tidak ingin melihat konflik di Gaza meluas menjadi perang regional, serta AS melanjutkan upaya diplomatik agar konflik tidak melebar.

"Saya rasa tidak ada pihak yang berpotensi berperang benar-benar ingin melihat perang atau konflik meluas," kata Blinken dalam konferensi pers di Washington bersama Sekretaris Jenderal aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

"Saya tidak yakin Israel ingin melihatnya. Saya tidak yakin Hizbullah ingin melihatnya. Lebanon tentu saja tidak akan melihatnya karena merekalah yang paling menderita. Saya tidak yakin Iran akan melihat hal tersebut," lanjut Blinken.

Namun, Blinken mencatat bahwa meningkatnya ketegangan antara Israel dan Hizbullah dapat menciptakan potensi risiko penyebaran konflik. Upaya diplomatik AS sedang berlangsung dalam rangka mencegah pembukaan front baru di perbatasan Israel dengan Lebanon, tambah Blinken.

Tumbangnya Narasi Israel - (Republika)

 

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres pada Jumat (21/6/2024) menyampaikan keprihatinan "mendalam" atas peningkatan ketegangan antara Israel dan kelompok Hizbullah Lebanon. Ia pun  mengatakan bahwa dunia "tidak bisa membiarkan Lebanon menjadi seperti Gaza."

"Hari ini saya merasa terdorong untuk menyampaikan keprihatinan mendalam saya terhadap eskalasi antara Israel dan Hizbullah di sepanjang Garis Biru," kata Guterres kepada wartawan di New York. 

Ia merujuk pada eskalasi retorika perang dari kedua belah pihak seolah perang habis-habisan sudah di depan mata. Sembari memperingatkan agar konflik regional di Timur Tengah jangan sampai  meluas, Guterres mengatakan, "Satu langkah gegabah, satu kesalahan perhitungan, bisa memicu bencana yang jauh melampaui batas, dan sejujurnya, tak terbayangkan."

Guterres menyoroti banyaknya orang yang kehilangan nyawa serta maupun yang mengungsi karena rumah dan mata pencaharian mereka hancur. Sekjen PBB juga menyinggung soal pasukan Israel yang menyerang beberapa kota di Lebanon selatan dengan ledakan hingga menyebabkan kebakaran hutan yang menyebar dan mengancam wilayah permukiman.

"Bahan peledak yang belum meledak dan sisa-sisa perang berserakan di wilayah itu," katanya. 

Insiden semacam itu, ujarnya, "menimbulkan ancaman tambahan bagi orang-orang di Israel dan Lebanon, dan bagi para  personel PBB serta pekerja kemanusiaan."

Dia mendesak pihak-pihak terkait untuk menerapkan secara penuh resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1701, segera menghentikan pertikaian, serta terus melindungi warga sipil. Guterres menolak 'solusi militer' yang dia katakan "hanya akan menyebabkan lebih banyak penderitaan, lebih banyak kehancuran bagi masyarakat di Lebanon dan Israel, serta lebih banyak potensi bencana bagi kawasan."

"Sudah saatnya bersikap rasional dan masuk akal," katanya, seraya mengingatkan bahwa pasukan perdamaian PBB di lapangan sedang berupaya meredam ketegangan dan membantu mencegah salah perhitungan.

Guterres menekankan, penghentian permusuhan dan perkembangan upaya menuju gencatan senjata permanen adalah satu-satunya solusi yang bertahan lama. Dia menegaskan dukungan penuh PBB pada upaya diplomasi untuk mengakhiri kekerasan, memulihkan stabilitas, dan mencegah penderitaan rakyat lebih lanjut.

"Dan kami melakukannya sembari terus mendesak gencatan senjata kemanusiaan di Gaza, pembebasan sandera segera dan tanpa syarat, serta upaya nyata untuk mencapai solusi dua negara," katanya, menambahkan.

Komik Si Calus : Boikot - (Daan Yahya/Republika)

 

 

 
Berita Terpopuler