Riding di Alpen: 4 hari, 6 Negara, Lusinan Terowongan, dan 2.028 KM Pemandangan Ciamik

Italia secara umum diakui banyak orang sebagai tujuan motorcycle touring paling yahud

dokpri
Biker Indonesia Barry Manembu berada di Trafoi Italia saat touring motor melintasi enam negara Eropa bersama istrinya Ivone.
Red: Israr Itah

Oleh: Barry Manembu, Anggota Ikatan Motor Besar Indonesia, USA dan Harley Davidson Club Indonesia, USA

REPUBLIKA.CO.ID, Kalau Anda biker sejati, pasti ada destinasi-destinasi tertentu di muka bumi ini yang ingin Anda jelajahi dengan sepeda motor, paling tidak sekali dalam hidup. Di Amerika Serikat (AS), ada Route 66 yang disebut juga “Mother of All Roads”, terbentang dari Chicago, Illinois melewati sejumlah negara bagian dan finis di Santa Monica, California sejauh 2.448 miles atau hampir 4.000 km.

Di Colorado, tempat saya tinggal, ada “Million Dollar Highway” dari Silverton menuju Ouray. Nah, di Eropa, situs yang selalu menjadi bucket list para biker adalah Pegunungan Alpen (Alps), khususnya di kawasan Lombardy yang berbatasan dengan Swiss.

Italia secara umum memang diakui banyak orang sebagai tujuan motorcycle touring paling yahud di Eropa. Deretan puncak pas, jalan-jalan tepi pantai spektakuler, rute-rute single track yang berliku, terowongan-terowongan menakjubkan, danau-danau glacier berwarna turquoise, kulinari lezat, sejarah kuno, dan warga yang bersahabat. Sulit ditandingi.

Namun terus terang, yang menjadi daya pikat utama bagi saya, selain hal-hal di atas, adalah kesempatan untuk melintasi beberapa negara sekaligus dalam waktu yang singkat. Memang itulah pengalaman tak terlupakan bagi saya dan istri.

Bayangkan: sarapan di Jerman, makan siang di Liechtenstein, snack sore di Swiss, dan makan malam di Italia. Cuma dalam kisaran kurang dari 12 jam kami sudah motoran di empat negara. Asyik, kan? Sebagai perbandingan, di California, tempat saya dulu tinggal, Anda bisa berkendara di freeway dengan durasi lebih dari 6 jam, dengan kecepatan rata-rata 120 km per jam, tapi Anda masih saja belum meninggalkan California.

Baca Juga

Secara total kami menjelajahi 6 enam negara dalam waktu 4 hari. Berikut ringkasan perjalanan kami.

Pesawat yang kami tumpangi mendarat di Frankfurt, Jerman, dan di kota itulah garis start kami. Motor sewaan saya adalah jenis adventure BMW R1300GS. Selaku flagship bagi BMW Motorrad alias BMW Motorcycle, motor seri GS adalah yang paling laris bagi pabrikan Jerman tersebut.

BMW R1300GS - (Barry Manembu)

Saya sendiri baru pertama kali menunggangi motor BMW R1300GS. Kesan pertama langsung terkesima dengan kecanggihan teknologinya. Salah satunya adalah adaptive cruise control yang membuat motor ini layaknya mobil-mobil masa kini. Anda bisa mengatur kecepatan, motor lantas beradaptasi dengan menjaga jarak: pelan saat kendaran di depan pelan, dan kembali melaju saat kendaraan di depan tancap gas. Tak perlu lagi bermain gas.

Fitur lain yang saya suka adalah kopling setengah otomatis, di mana sesudah masuk gigi 1, Anda tak perlu lagi bermain kopling, langsung pindah gigi via kaki kiri. Keistimewaan lain adalah pemanas setang, dan pemanas tempat duduk. Apabila diaktifkan tak perlu kedinginan saat riding di tempat dingin.

BMW R1300GS ini juga stabil biarpun di kecepatan tinggi—di autobahn saya sempat coba tancap hingga 170 km/jam dan tak ada getaran yang terasa. Melewati jalan tak rata ataupun sedikit berlubang tak masalah karena suspensi-nya yang empuk. Masih banyak lagi fitur lain. Intinya ini motor memang didesain untuk segala medan.

Hari pertama: Rute A5, B500 (Frankfurt - Baden-Baden - Freudenstad, Jerman)

Jerman, negara yang terkenal dengan autobahn, jalan bebas hambatan di mana Anda bisa tancap gas hingga lebih dari 200 km per jam di titik-titik tertentu. Juga memiliki banyak scenic routes atau rute berkendara dengan pemandangan ciamik.

 

Salah satunya...

Salah satunya adalah rute B500 yang memotong Nationalpark Schwarzwald alias Black Forrest, dari Baden-Baden ke Waldshut-Tiengen di garis perbatasan Swiss. Baden-Baden adalah kota spa kondang, yang konon salah satu lokasi liburan para petinggi kekaisaran Romawi.

Jika Anda fans Liverpool, khususnya mantan pelatih Jurgen Klopp, setidaknya pernah mendengar tentang daerah Black Forrest. Di daerah Klopp dibesarkan. Cuaca hangat menemani kami sepanjang perjalanan melewati sejumlah chicane yang tentunya dilahap dengan enteng oleh BMW R1300GS tunggangan saya.

Hotel di Freudenstadt terasa amat tenang dan memang cocok untuk tempat relaksasi. Badan penat terhibur oleh kicauan burung dan alam hijau sejauh mata memandang.

Hari kedua: Rute A81, A13 dan SS28 —> Freudenstadt (Jerman)-Vaduz (Liechenstein)-Davos (Swiss)-Livigno (Italia)

Perbedaan waktu antara Jerman dan Colorado tentu mengganggu ritme pemulihan fisik. Namun saya memaksakan bangun tepat jam 6 pagi demi target untuk tiba di Italia sebelum petang. Seusai menyantap sarapan kami langsung mengemas barang bawaan untuk ditaruh di side bags dan pannier si BMW. Rute yang kami pilih adalah daerah pedesaan di Jerman Selatan, di mana alam hijau asri ditaburi banyak turbin angin.

Kurang dari dua jam berkendara kami telah memasuki Swiss di mana rombongan Vespa warna-warni bak menyambut kami. Saya bergegas mencari pompa bensin terdekat. Saat mengambil motor di dealer BMW Motorrad Dreieich, Marvin, rekan Rent-a-Boxer (rental khusus motor-motor BMW), sudah mengingatkan bahwa berbeda dengan di Jerman, autobahn di Swiss tidaklah gratis. Dia mewanti-wanti agar saya langsung membeli stiker di pompa bensin terdekat dan menempelkan sticker seharga 40 Swiss franc tersebut di fork motor. Jika tidak, saya bisa dikenai denda. Jadi, itulah yang saya lakukan.

Biker Indonesia Barry Manembu di Danau Konstanz, Swiss, saat touring Eropa bersama istrinya Ivone. - (dokpri)

Kami lanjut ke Vaduz via Danau Konstanz yang indah. Setelah mengambil gambar dan video di tepi danau, perjalanan dilanjutkan ke Vaduz, ibu kota Liechtenstein—negara terkecil keempat di Eropa. Kami makan siang dan berfoto di depan Vaduz Castle, simbol aristokrasi micro-state yang cuma berpenduduk tak lebih dari 40 ribu orang tersebut.

Sekitar pukul 3 sore kami kembali menyeberang ke Swiss. Saatnya mengisi bensin dan mengunyah makanan ringan. Highlight dari rute hari ini adalah ketika kami menjajal Vereina Tunnel atau Terowongan Vereina. Yang unik, terowongan ini salah satu yang terpanjang di Eropa, yakni 19.1 km, tapi bukan untuk dikendarai.

Semua kendaraan, entah mobil atau motor, masuk ke dalam gerbong-gerbong yang kemudian ditarik oleh kereta api. Jadi, sekitar 16 menit kami hanya duduk di atas motor, mesin dimatikan, sembari menikmati terowongan pekat di dalam gerbong kereta cepat.

Badan mulai penat ketika kami melewati perbatasan Italia. Namun rasa letih langsung sirna tatkala kami melintasi Lago Livigno (Danau Livigno) yang super indah dengan pemandangan gunung es, dan terowongan-terowongan berjendela yang merupakan ciri khas jalan-jalan di Italia. Benvenuto in Italia! Selamat datang di Italia.

 

Suasana saat kendaraan masuk gerbong kereta yang menerobos Vereina Tunnel di Swiss (dok. Barry Manembu)

Hari ketiga...

Hari ketiga: Rute SS 28 (Strada Stratale 28) —> (Livigno - Stelvio via Mustair, Italia)

Etape ketiga adalah klimaks dari tur kami. Andai kami memiliki banyak waktu, katakanlah ada ekstra 2-3 hari lagi, saya takkan sungkan-sungkan untuk tinggal lebih lama di Livigno, menikmati kota ski yang bersemboyan “Feel the Alps” tersebut.

Udara segar, pemandangan alam spektakuler (gunung-gunung es, danau glacier, kembang edelweis, sapi-sapi berkalung lonceng), trek untuk hiking atau bersepeda gunung, resto lezat, dan jalan-jalan yang seperti memang sengaja dibuat untuk sepeda dan sepeda motor. Tak heran, Livigno selalu menjadi salah satu rute yang dilalui oleh balapan kondang Giro D’Italia, tur balap sepeda paling bergengsi kedua setelah Tour de France.

Foto Danau Livigno Italia yang diambil oleh biker WNI yang tinggal di AS, Barry Manembu, saat tur motor besar di Eropa. - (dokpri)

Sewaktu check-out, saya bilang ke resepsionis hotel bernama Monica,” Kamu sangat beruntung tinggal di sini. Pemandangannya sungguh indah.” Monica, sambil tersenyum, merespons dengan aksen Italia kental, “Lebih indah kalau musim dingin.” Sekadar info, Winter Olympics 2026 akan dipentaskan di Milan dan sejumlah kota di Alpen, di antaranya Livigno yang memanggungkan snowboard dan freestyle.

Saya jadi teringat adegan film Rush Hour 2 ketika Chris Tucker berujar secara kocak kepada Jacky Chan,” Ngapain juga Lance Armstrong harus jauh-jauh ke Prancis hanya untuk naik sepeda?” Bisa saja, ada orang yang akan bertanya ke saya, “Ngapain juga jauh jauh ke Alps cuma untuk naik sepeda motor?” Well, jawaban saya bakal seperti ini, “Wah, kalau ada kesempatan, kenapa tidak? Ini akan menjadi salah satu memori paling indah dalam hidupmu. Anda takkan menyesal. Dan semua pengorbanan Anda—waktu, tenaga, uang—tidaklah sia-sia. It is all worth it, man!”

Melintasi SS 28, rasanya ingin berhenti setiap 100 meter untuk mengambil foto dan video. Semua sudut dan pojok amatlah cantik. Namun, lagi-lagi waktu kami terbatas dan saya hanya berhenti ketika memang memungkinkan untuk parkir sejenak.

Awalnya, saya ingin sekali berfoto di puncak Stelvio Pass, jalanan paling tinggi di Eastern Alps (2.757 m), yang konon merupakan “one of the most famous driving roads in Europe and in the the world.” Namun, sayangnya, jalur tanjakan ke sana masih ditutupi salju yang berarti rute ini masih diblokir. Saya dan sejumlah biker memutar balik di Trafoi, tentunya sehabis mengambil gambar sepuasnya.

Saya berbisik pada istri,“Saya akan kembali, entah summer ini ataupun summer depan, tapi via rute selatan dari arah Milan dan Lake Como.” Dia hanya mengangguk sembari tersenyum.

Hari keempat: Rute A5 (Muenchen-Salzburg)

Pesawat United Airlines yang bakal kami tumpangi ke Denver bertolak dari Muenchen, bukan Frankfurt. Dasar anak motor, saya langsung berinisiatif untuk menghabiskan hari terakhir kami di Eropa dengan kembali nge-ride. Kali ini saya memilih tunggangan Harley Davidson Street Glide ST, yang saya sewa di House of Flames, Harley Davidson Muenchen. Saya pikir, setelah menunggangi BMW R1300GS selama 3 hari non-stop, saatnya menjajal motor turing Harley di autobahn.

Tadinya saya memesan model Road Glide, supaya mirip dengan motor saya di rumah. Namun karena tak ada lagi model Road Glide yang tersedia, saya ditawari Steet Glide. Tak masalah. Mesin dan performa sama persis, perbedaan utama cuman di fairing dan lampu depan, juga berat secara keseluruhan. Road Glide agak lebih ringan.

Cuaca yang bersahabat, cerah, hangat, dan yang terpenting tidak hujan, membuat riding hari terakhir ini berasa lancar dan tak perlu bersusah payah. Kami melewati perbatasan Austria cuma dalam tempo 1 jam-an, dan tak terasa kami sudah memasuki Salzburg.

Sehabis berfoto-foto di depan bekas tempat tinggal W.A. Mozart yang sekarang sudah jadi museum, kami menyempatkan mampir di Red Bulls Arena, kandang Red Bulls Salzburg, klub yang terkenal jago menggaet dan memupuk bakat-bakat muda. Fans sepak bola Eropa pasti ngeh kalo RBZ adalah bekas klub dari bintang-bintang seperti Erling Halaand, Sadio Mane, dan Dayot Upamecano.

Biker Indonesia Barry Manembu saat touring Eropa bersama istri Ivone, di depan Stadion Red Bull Arena, Salzburg. - (dokpri)

Dalam hitungan saya, masih banyak waktu untuk mengembalikan motor dan kemudian menuju ke bandara. Namun, arus lalu lintas di A5 (autobahn 5) mendadak pelan dan merayap. Wah, gawat ini. Untung, kebanyakan negara Eropa membolehkan lane-splitting, motor berjalan di antara mobil. Jerman juga termasuk yang memberi izin, tapi hanya saat macet. Di tempat saya Colorado, lane-splitting tidak diperbolehkan. Tak heran, truk-truk besar langsung menepi saat kami melintasi di antara dua lajur. Danke schoen (terima kasih banyak)! Auf Wiedersehn (selamat tinggal)! 

 
Berita Terpopuler