Spanyol Cetak Sejarah, Jadi Negara Eropa Pertama yang Ikut Gugat Israel ke ICJ

Spanyol mengajukan permohonan resmi bergabung dalam kasus yang diajukan Afsel ke ICJ.

EPA-EFE/Ali Haider
Seorang penggemar memegang bendera Palestina sebelum pertandingan sepak bola grup E Piala Dunia FIFA 2022 antara Jepang dan Spanyol di Khalifa International Stadium di Doha, Qatar. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, BARCELONA -- Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Albares, pada Kamis (6/6/2024), mengatakan bahwa Spanyol telah memutuskan untuk bergabung dalam kasus yang diajukan Afrika Selatan di Mahkamah Internasional (ICJ) soal tuduhan genosida oleh Israel. Langkah ini menjadikan Spanyol sebagai negara pertama dari benua Eropa yang menggugat Israel ke ICJ.

Baca Juga

"Kami mengambil keputusan ini sehubungan dengan berlanjutnya operasi militer di Gaza," kata Albares dalam konferensi pers mendadak. 

"Kami juga mengamati dengan sangat prihatin perluasan konflik di kawasan itu," kata Albares, menambahkan.

Spanyol mengambil keputusan tersebut tidak hanya untuk "mengembalikan perdamaian ke Gaza dan Timur Tengah,". Namun, juga karena komitmen pada hukum internasional, ujarnya. 

"Kami berupaya mendukung pengadilan dalam penerapan tindakan pencegahan, khususnya soal penyelesaian operasi militer di Rafah agar perdamaian kembali, hambatan masuknya bantuan kemanusiaan yang harus diakhiri, serta penghancuran infrastruktur sipil yang harus dihentikan," katanya.

Dengan intervensi terhadap kasus tersebut di hadapan ICJ, kata Albares, "satu-satunya tujuan Spanyol adalah mengakhiri perang dan akhirnya mulai bergerak maju dalam penerapan solusi dua negara."

Albares menegaskan, penerapan solusi dua negara, merupakan satu-satunya jaminan untuk mencapai perdamaian dan keamanan bagi warga Palestina, Israel dan seluruh kawasan. Serangan yang terjadi beberapa hari terakhir menunjukkan bahwa tindakan pencegahan sepenuhnya diabaikan dan sangat jauh dari pemenuhan.

Mengapa Serangan ke Rafah Mematikan? - (Republika)

 

 

Dia memastikan bahwa Spanyol "tidak memiliki standar ganda" dan memutuskan bergabung dalam kasus melawan Israel karena "alasan yang sama persis" seperti ketika Spanyol bergabung dengan alasan yang dirumuskan oleh Ukraina untuk menentang perang Rusia.

Namun, dia tidak berkomentar mengenai apakah Spanyol menganggap perang di Gaza sebagai genosida. Dia menyerahkan wewenang pada ICJ untuk menyelesaikan masalah tersebut karena, menurutnya, pendapat pribadinya "tidak terlalu berarti."

Albares mengumumkan keputusan tersebut di tengah ketegangan penuh akibat ancaman Israel untuk menutup Konsulat Spanyol di Yerusalem dan setelah Spanyol secara resmi mengakui Palestina sebagai sebuah negara, langkah yang diikuti oleh Irlandia, Norwegia, dan Slovenia.

Pada Senin (3/6/2024), Albares mengatakan konsulat negaranya di Yerusalem memiliki status yang sangat khusus dan bersejarah dan sudah ada jauh sebelum negara Israel didirikan. Ia mendesak Israel untuk menghormati operasi konsulat negaranya.

Pengumuman oleh Albares muncul setelah setidaknya 39 pengungsi Palestina tewas pada Kamis (6/6/2024) dalam sebuah serangan udara Israel terhadap sebuah sekolah yang menampung ribuan pengungsi di kamp pengungsi Nuseirat, Jalur Gaza tengah, menurut otoritas Gaza. Dalam pernyataan pada Kamis, otoritas media pemerintah Gaza menyatakan, serangan pasukan Israel terhadap sekolah milik badan PBB untuk pengungsi Palestina UNRWA itu turut menyebabkan puluhan warga lainnya cedera.

Otoritas tersebut menyatakan, "pembantaian" tanpa henti Israel di Jalur Gaza semakin membuktikan Israel tengah melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza. Pejabat Rumah Sakit Martir Al-Aqsa turut mengatakan, jumlah korban akibat serangan sekolah di Nuseriat kemungkinan besar bertambah karena masih ada korban-korban lain yang belum dievakuasi ke rumah sakit.

 

Sementara, militer Israel mengakui bahwa pihaknya benar melancarkan serangan udara ke sekolah UNRWA di kamp pengungsi Nuseirat. Tentara negara Zionis itu mengeklaim bahwa serangan tersebut diarahkan kepada pejuang Hamas yang "bersembunyi" di dalam sekolah itu.

Menteri Luar Negeri Belgia Hadja Lahbib mengatakan serangan udara baru-baru ini terhadap sebuah sekolah milik UNRWA di Gaza sebagai tindak kekerasan yang mengerikan. “Serangan udara yang menghancurkan terhadap sekolah UNRWA di Gaza adalah tindakan kekerasan yang mengerikan dan tidak dapat diterima,” kata Hadja Lahbib seperti dikutip, Jumat (7/6/2024).

Dia mendesak semua pihak untuk menghormati infrastruktur sipil seraya menambahkan bahwa tragedi tersebut mengingatkan akan pentingnya mengakhiri kekerasan. Namun, Israel hingga kini terus melanjutkan serangan mematikan di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 meski ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera.

Hampir 36.600 warga Palestina tewas di Gaza, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 83 ribu lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat. Hampir delapan bulan setelah perang dilancarkan Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade yang melumpuhkan akses untuk makanan, air bersih, dan obat-obatan.

 

Karikatur Opini Republika : Boikot Kurma Israel - (Republika/Daan Yahya)

 
Berita Terpopuler