Putusan MA Dinilai demi Akomodasi Kaesang, Pengamat: Lukai Rasa Keadilan Publik

Ujang Komarudin menduga putusan itu berbasis pada adanya orderan.

Republika/Febryan A
Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Eva Rianti, Rizky Suryarandika, Nawir Arsyad Akbar

Baca Juga

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai putusan Mahkamah Agung (MA) tentang batas usia calon kepala daerah merupakan bentuk mengakomodasi Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden RI Joko Widodo, untuk maju di Pilkada 2024. Menurutnya, hal itu melukai rasa keadilan publik.  

"Inilah lucunya kadang-kadang hukum kita ini, apakah hukumnya berbasis keadilan atau tidak, atau berbasis kekuasaan, yang jelas rakyat dan publik tahu bahwa kelihatannya putusan MA ini mengakomodir anaknya Presiden, Kaesang, ini sungguh bisa melukai rasa keadilan," ujar Ujang saat dihubungi Republika, Kamis (30/5/2024). 

Tak canggung, Ujang menduga putusan itu berbasis pada adanya orderan. Poin itulah yang dinilai jelas melukai publik. 

"Entah siapa yang mengorder tentu publik sudah bisa membaca dan menilai itu semua. Dan dalam konteks ini ya hukum lucu saja bisa diatur bisa dimainkan sesuai dengan selera kepentingan yang berkuasa saat ini," tuturnya. 

Ujang menekankan itu menjadi catatan yang tidak baik dalam keberjalanan demokrasi di Indonesia karena hukum dikendalikan oleh kekuasaan, bukan sebaliknya.  

"Kita tahu kekuasaan mengakomodir satu keluarga untuk bisa menjadi calon kepala daerah, ini menjadi sebuah catatan demokrasi dan ketidakadilan di hukum dan kita sama-sama juga tahu bahwa di hukum kita ya begitu rusak, tebang pilih, suka-suka penguasa, sehingga keputusannya pun walaupun harus kita hormati tapi melukai rasa keadilan publik," terangnya. 

Pengamat politik Hendri Satrio atau Hensat juga pencabutan aturan batas usia calon kepala daerah lewat putusan MA untuk mengakomodasi Kaesang Pangarep, maju di Pilkada 2024 pada November. Sementara, Kaesang baru genap berusia 30 tahun pada Desember 2024.

"Bisa saja itu buat Kaesang (supaya bisa maju di pilkada)," kata Hensat saat dihubungi Republika, Kamis (30/5/2024). 

Hensat berpendapat anggapan itu tidak baru di masa Jokowi masih menjadi Presiden, mengingat sebelumnya juga ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia minimun capres/cawapres. Yang akhirnya menjadi celah majunya putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka dapat maju di Pilpres 2024, bahkan menang menjadi wapres Prabowo Subianto. 

"Hanya sekarang ini para pegiat hukum negeri ini paham bahwa masih banyak celah dalam hukum Indonesia untuk dipergunakan untuk kepentingan pribadi. Nah Pak Jokowi ngajarin itu, masih banyak celah," tuturnya. 

Restu Jokowi di panggung politik Kaesang. - (Republika)

 

Mahkamah Agung (MA) pada Kamis (29/5/2024) mengabulkan permohonan hak uji materi (HUM) yang dimohonkan oleh Ketua Umum Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda) Ahmad Ridha Sabana. Uji Materi terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini menyangkut aturan batas minimal usia calon gubernur dan wakil gubernur. 

Atas putusan itu timbul pertanyaan soal kecurigaan betapa cepatnya MA memutus perkara tersebut. Tercatat, perkara itu masuk ke MA pada 23 April 2024. Tanggal distribusi perkaranya 27 Mei 2024. Adapun perkaranya diputus 29 Mei 2024.

Juru Bicara sekaligus Wakil Ketua MA bidang Non Yudisial, Suharto menjelaskan putusan cepat wajar diketok oleh MA. Sebab MA berpatokan pada prinsip pengadilan cepat dan berbiaya murah. 

"Sesuai asas yang ideal itu yang cepat karena asasnya pengadilan dilaksanakan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan. Jadi cepat itu yang ideal," kata Suharto kepada wartawan, Kamis (30/5/2024). 

Suharto memastikan kebenaran putusan batas minimal usia calon gubernur dan wakil gubernur yang tengah viral. Suharto sudah mengeceknya lewat sistem informasi administrasi perkara di MA. 

"Amar putusan Kabul Permohonan HUM," ujar Suharto. 

Walau demikian, Suharto belum bersedia merespons lebih lanjut soal putusan kontroversial itu. Suharto baru akan menelaah amar lengkap serta pertimbangan hukumnya setelah proses minutasi tuntas. 

"Sabar dulu kawan-kawan media tunggu minutasi selesai. Baru kita telaah bersama amar lengkapnya serta pertimbangan hukumnya," ujar Suharto. 

Putusan ini diketok oleh majelis hakim yang terdiri dari Hakim Agung Yulius, Hakim Agung Cerah Bangun dan Hakim Agung Yodi Martiono Wahyunadi. Dalam pertimbangan hukumnya, MA menilai Pasal 4 Ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. 

Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU berbunyi "Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon".

MA meyakini Pasal 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak pelantikan pasangan Calon terpilih”.

Lewat putusan ini, MA menginstruksikan KPU RI untuk mencabut Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota tersebut.

 

Sekretaris Jenderal Partai Garuda, Yohanna Murtika menyambut baik MA yang mengabulkan permohonan hak uji materi menyangkut aturan batas minimal usia calon gubernur dan wakil gubernur. Menurutnya, putusan tersebut membuat anak muda memiliki kesempatan untuk maju dalam Pilkada 2024.

"Kami dari Partai Garuda yang memiliki mayoritas anak-anak muda sudah jelas memiliki tujuan agar bagaimana anak-anak muda ini memiliki kesempatan yg sama. Jangan sampai ruang anak muda dibatasi oleh usia," ujar Yohanna saat dihubungi, Kamis (30/5/2024).

"Anak-anak muda hari ini cenderung apatis dan tidak mau tahu karena mereka selalu dikedilkan karena masalah usia. Oleh sebab itu kami dari Partai Garuda bersepakat untuk mengajukan gugatan tersebut," sambungnya.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung pun secara pribadi mendukung adanya penurunan usia minimal untuk calon kepala daerah. Menurutnya, hal tersebut merupakan salah satu upaya regenerasi kepemimpinan di tingkat kabupaten, kota, hingga provinsi.

"Saya sebenarnya dari awal-awal termasuk orang yang setuju bahwa batas minimal pencalonan untuk presiden, kepala daerah, ya itu diturunkan gitu loh. Karena menurut saya, Indonesia ini kan sudah berkembang maju ya, kemudian juga proses regenerasinya juga cukup cepat," ujar Doli kepada wartawan, Kamis (30/5/2024).

Namun, seharusnya perubahan itu dilakukan oleh DPR dan pemerintah lewat revisi Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Pilkada). Bukan lewat gugatan di MA ataupun Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kenapa? Karena kalau kita dalam proses pembuatan atau penyempurnaan undang-undang itu kan harus ada kajian akademis dulu dan segala macam," ujar Doli.

Ia pun mengimbau untuk tak mengaitkan putusan MA tersebut dengan isu majunya Kaesang Pangarep sebagai bakal calon wakil gubernur Jakarta. Sebab, menurutnya, putusan tersebut bisa berlaku untuk siapa saja, tidak hanya putra bungsu Presiden Jokowi itu.

"Ini berlaku untuk 514 kabupaten/kota dan 37 provinsi, ini kan berlaku untuk siapa saja gitu loh. Jadi kalaupun misalnya kemudian ada yang mencalonkan Pak Kaesang segala macam itu ya itu haknya," ujar Doli.

"Saya tahu persis ini juga banyak temen-temen lain yang juga mendorong terjadinya perubahan ini. Nggak ada kaitannya sama sekali dengan Mas Kaesang gitu loh dan ini bisa dipergunakan oleh siapa saja anak-anak muda di Indonesia sekarang," sambung Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.

 

Komik Si Calus : Dinasti - (Daan Yahya/Republika)

 
Berita Terpopuler