Pasukan Israel Serbu Masjid Ibrahimi di Hebron, Larang Berkumandangnya Adzan

Masjid Ibrahimi ditutup bagi jamaah Palestina hingga waktu sholat Isya.

Al-Markaz Al-Filistini Lil I'lam
Masjid Ibrahimi di Kota Hebron, Tepi Barat, Palestina. Pasukan Israel menyerbu Masjid Ibrahimi pada Jumat (17/5/2024).
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Pasukan Israel pada Jumat (17/5/2024) menyerbu Masjid Ibrahimi di Kota Hebron, Tepi Barat. Tentara Israel juga melarang adzan serta ibadah sholat Magrib di masjid tersebut.

Direktur Departemen Wakaf di Hebron, Ghassan al-Rajabi, mengungkapkan tentara Israel memaksa pegawai Departemen Wakaf untuk keluar dari masjid. Mereka juga dilarang melaksanakan sholat Magrib.

Menurut al-Rajabi, aksi yang dilakukan tentara Zionis tampaknya dilakukan untuk mengamankan salah satu pejabat senior Israel yang mengunjungi masjid tersebut. Kepada Anadolu, Al-Rajabi mengatakan bahwa Masjid Ibrahimi masih ditutup bagi jamaah Palestina sampai waktu sholat Isya.

Pascapembantaian terhadap 29 jamaah Palestina pada 1994 di dalam masjid yang dilakukan pemukim ekstremis Yahudi, Baruch Goldstein, otoritas Israel memisahkan kompleks masjid antara jamaah Muslim dan Yahudi. Pada Juli 2017, Komite Warisan Dunia UNESCO memutuskan untuk memasukkan Masjid Ibrahimi dan Kota tua Hebron ke dalam Daftar Warisan Dunia.

Hebron dihuni oleh sekitar 160 ribu Muslim Palestina dan sekitar 500 pemukim ilegal Yahudi. Pemukim Yahudi tinggal di serangkaian daerah kantong khusus Yahudi yang dijaga ketat pasukan Israel.

Baca Juga

Surat dari 13 negara ...

Sementara itu, 13 negara telah melayangkan surat pernyataan bersama untuk Israel yang memperingatkan serangan darat besar-besaran di kota paling selatan Gaza, Rafah, menurut laporan sejumlah media pada Jumat. Surat pernyataan bersama yang ditandatangani menteri luar negeri dari 13 negara tersebut dan dikirim ke pemerintah Israel pada Rabu.

Dalam surat itu Israel didesak agar memberikan akses bantuan kemanusiaan bebas hambatan ke wilayah Palestina yang terkepung.

Surat itu ditandatangani negara-negara G7 Kanada, Jerman, Prancis, Italia, Jepang dan Britania Raya, serta Australia, Denmark, Finlandia, Belanda, Selandia Baru, Korea Selatan dan Swedia, lapor harian Jerman Suddeutsche Zeitung. Melalui surat setebal empat halaman itu, para menteri luar negeri menegaskan kembali dukungan mereka terhadap hak Israel untuk membela diri melawan kelompok Palestina Hamas.

Mereka juga memperingatkan terhadap serangan militer besar-besaran di Kota Rafah dan menekankan bahwa aksi tersebut akan menimbulkan dampak "bencana" terhadap warga sipil. Para menteri luar negeri itu juga menggarisbawahi bahwa pemerintah Israel harus melakukan segala daya mereka untuk meringankan krisis kemanusiaan yang menghancurkan dan memburuk di Jalur Gaza.

Lebih lanjut, mereka juga menuntut agar Israel membuka semua penyeberangan perbatasan, termasuk penyeberangan Rafah, untuk memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan bagi warga sipil Palestina.

Surat itu juga meminta otoritas Israel agar memberikan akses kepada organisasi bantuan internasional, serta badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) di Gaza, menjamin keselamatan pekerja dan personel internasional serta memberikan izin yang memadai bagi pengemudi truk setempat.

 
Berita Terpopuler